”Wanita bin Rabo” di Cirebon Dibunuh Suami dan Jasadnya Dibungkus Seprai
Suami membunuh istrinya di Cirebon. Motifnya karena cemburu.
Kisah pilu kekerasan dalam rumah tangga terus berulang di Cirebon, Jawa Barat. Motif cemburu lagi-lagi menjadi dalih kekerasan. Kasus terbaru, seorang perempuan dibunuh suaminya. Jenazahnya dibalut seprai lalu dibuang ke sungai. Korban disemayamkan dengan nama di nisan ”Wanita bin Rabo”.
Kembang masih bertaburan pada salah satu makam di Tempat Pemakaman Umum Desa Jatipura, Kecamatan Susukan, Cirebon, Jumat (19/1/2024). Kendi berwarna coklat dengan telur ayam juga berdiri di atasnya. Pada batu nisannya yang berwarna abu-abu terukir nama ”Wanita bin Rabo/10/1/2024”.
Nama itu menunjukkan jenazah berjenis kelamin perempuan. Adapun tanggal 10 Januari 2024 atau hari Rabu di nisan merujuk pada waktu penemuan jasadnya. Hanya informasi itu yang warga ketahui saat jenazah dimakamkan. Kala itu, identitas lainnya masih kabur.
Mayat ”Wanita bin Rabo” ditemukan warga pada Rabu siang di Sungai Wanganayam, Jatipura. Lokasinya, tepat di bawah jembatan kecil yang hanya muat dilalui satu mobil. Awalnya, warga mengira itu hanya kasur atau sampah. Sebab, bentuknya serupa kasur dan kain yang digulung.
”Kirain buangan (sampah) dari mana yang nyangkol (menyangkut). Enggak tahunya (ternyata) korban. Warga langsung ramai. Ada yang telepon polisi,” ucap Lela (47), warga yang tinggal di dekat jembatan. Video penemuan jenazah berbalut seprai itu marak tersebar di grup Whatsapp dan media sosial.
Lela tidak tahu identitas jenazah itu. Polisi langsung mengevakuasi korban ke Rumah Sakit Umum Daerah Arjawinangun di Cirebon, lalu ke RS Bhayangkara Indramayu untuk diotopsi. Kuwu atau kepala desa di Jatipura dan Bunder, dua daerah yang bersebelahan, juga sempat ikut untuk mencari tahu informasi soal jenazah tersebut.
”Saya juga ikut ke RSUD Arjawinangun. Setelah dibuka bungkusan mayatnya, kami tidak mengenali wajahnya,” ucap Kuwu Bunder Rio Budiarto. Menurut dia, kondisi jenazah sudah sulit diidentifikasi. Pihaknya juga belum tahu ada tidaknya bekas kekerasan di tubuh korban.
Dua hari setelah penemuan jasad atau tepatnya hari Jumat (12/1/2024), katanya, polisi memakamkan jenazah yang belum diketahui identitasnya itu. Keesokan harinya, Sabtu, pihak desa menerima laporan bahwa ada warga yang kehilangan anak dan menantunya.
”Setelah saya konfirmasi ke Pak S (yang melapor), ternyata dia kehilangan anak dan menantunya atau putus kontak sejak hari Minggu (7/1/2024). Di antara pukul enam sore, sudah tidak bisa dihubungi,” ungkap Rio. S lalu melaporkan soal kehilangan anggota keluarganya tersebut ke polisi.
Baca juga: Vonis Ringan Polisi Terdakwa Kekerasan Anak di Cirebon, Korban Laporkan Hakim
S curiga, jenazah yang ditemukan pada Rabu lalu merupakan anak perempuannya berinisial OP (20). Setelah melihat foto jasad itu, S yakin bahwa itu OP.
”Ciri-cirinya sama, ada bekas kecelakaan di kakinya, dan di jenazah (itu hal tersebut) kelihatan. Ada tanda lahir tahi lalat juga di wajah korban,” ujar Rio.
Keluarga menduga, OP adalah korban pembunuhan. Kondisi suami korban, MM (20), juga belum diketahui saat itu. Keluarga terakhir kali bertemu MM pada Minggu (7/1/2024) siang, tiga hari sebelum penemuan jenazah. Saat itu, MM menitipkan anaknya yang berusia 11 bulan.
Kekhawatiran keluarga terbukti. Berdasarkan penyelidikan polisi, jenazah ”Wanita bin Rabo” merupakan OP, warga Desa Bunder, Kecamatan Susukan. OP juga menjadi korban pembunuhan. Hasil otopsi sementara, terdapat tiga bekas tusukan benda tajam dan sayatan di leher jasad korban.
Tersangka suami
Dari pemeriksaan sejumlah saksi dan olah tempat kejadian perkara, tersangka pembunuhan OP mengarah ke MM, suaminya sendiri. Apalagi, keberadaannya tidak diketahui. Hingga polisi akhirnya meringkus MM di Kuta, Bali, Senin (15/1/2024), lima hari setelah penemuan jasad OP.
Sebelumnya, kuli panggul tersebut juga sempat melarikan diri ke Rembang, Jawa Tengah. Dari pengakuannya, tersangka membunuh istrinya pada Minggu pukul 00.30. Saat itu, MM mengajak istrinya berhubungan. Namun, OP menolaknya.
”Dia (MM) beranggapan istrinya punya selingkuhan. Tapi, ini anggapan saja, tidak terbukti,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Cirebon Komisaris Hario Prasetyo. Menurut dia, pasangan suami istri ini kerap cekcok sejak sepekan sebelum kejadian.
”Masalahnya, soal rumah tangga. (Korban) diajak berhubungan beberapa kali juga menolak,” ucapnya.
KDRT dipicu banyak faktor. Mulai dari masalah ekonomi, sosial, hingga budaya patriarki, yang memandang laki-laki memiliki kekuasaan atas perempuan.
Hingga pada Minggu dini hari, kata Hario, tersangka sudah merencanakan aksi bejatnya. MM memindahkan anaknya yang terlelap di dekapan sang ibu ke ruang tamu.
Tersangka kemudian ke dapur untuk mengambil pisau dan golok. MM lalu menusukkan pisau ke tubuh korban. ”Ketika ditusuk (pisau), istrinya lagi tidur. Istrinya bangun dan membalik (badan). Tapi, tersangka terus melakukan itu,” ungkap Hario.
Saat kejadian, kata Hario, tidak ada anggota keluarga lainnya yang mengetahuinya. Padahal, rumah orangtua tersangka masih berada dalam satu lingkungan, bahkan sepagar. MM lalu membungkus jenazah istrinya dalam balutan empat seprai dengan ikatan kencang.
”Dia (MM) langsung mengangkat (jenazah) dan dibuang ke sungai. Rumah tersangka memang dekat sungai,” ucapnya.
Korban kemudian ditemukan tiga hari setelahnya atau Rabu, sekitar 200 meter dari lokasi pembuangan jasad. Katanya, belum ada kemungkinan keterlibatan orang lain.
”Kalau ada yang menyembunyikan keberadaan pelaku, nanti akan kami proses (hukum),” ucap Kepala Polresta Cirebon Komisaris Besar Sumarni. Sejauh ini, polisi berkesimpulan, tersangka membunuh korban karena cemburu dan menuding istrinya menyukai pria lainnya.
Kini, MM yang baru menikah dengan korban setahun terakhir terancam mendekam di penjara maksimal 15 tahun atau seumur hidup jika terbukti membunuh istrinya. Polisi menjerat tersangka dengan Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Terus berulang
Kisah kelam ”Wanita bin Rabo” menambah panjang kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Cirebon. Motif cemburu pun kerap dijadikan kambing hitam untuk pelaku. Akhir November 2023, misalnya, Rasni (47) dibunuh mantan suami sirinya berinisial OS.
Rasni meregang nyawa di rumahnya di Desa Cangkoak, Kecamatan Dukupuntang, setelah ditusuk benda tajam. Dari pemeriksaan polisi, OS tega membunuh korban yang dinikahi secara siri sekitar 10 tahun karena cemburu korban dekat dengan pria lainnya.
Pertengahan November lalu, S (38) menjadi korban KDRT suaminya sendiri berinisial T (39). Bahkan, T diduga membakar rumah korban di Kecamatan Gegesik. S pun trauma dan sempat mengungsi ke rumah kerabatnya. Motifnya, lagi-lagi diduga karena cemburu.
Baca juga: Api Cemburu Suami di Cirebon Membakar Rumah dan Melukai Istrinya
Pada 2022, kasus KDRT juga kerap terjadi. Polresta Cirebon mencatat 11 kasus di tahun itu. Adapun Women Crisis Center (WCC) Mawar Balqis, lembaga pendamping kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, mendokumentasikan 41 kasus KDRT pada tahun yang sama.
Sa’adah, Manajer Program WCC Mawar Balqis, mengatakan, jumlah kasus KDRT di Cirebon masih bisa bertambah karena data tahun 2023 belum seluruhnya terkumpul. ”KDRT juga terjadi di hampir setiap daerah. Ada juga yang tidak terekspos karena merasa itu aib,” ujarnya.
Kasus KDRT, lanjutnya, jamak berakhir dengan perceraian. Hanya sedikit yang ke ranah hukum. Selain bergantung secara ekonomi pada pelaku, korban juga khawatir dengan proses hukum yang berlarut-larut. Korban bahkan kerap mendapat stigma, seperti dianggap tidak menuruti kemauan suami.
Menurut dia, KDRT dipicu banyak faktor. Mulai dari masalah ekonomi, sosial, hingga budaya patriarki, yang memandang laki-laki memiliki kekuasaan atas perempuan.
”Padahal, laki-laki dan perempuan setara. Pandangan patriarki inilah yang jadi masalah KDRT di hulu,” ungkapnya.
Perkawinan anak juga bisa memicu KDRT karena belum matang secara mental dan lainnya. Jeratan kemiskinan pun dapat menyebabkan KDRT.
”Semua ini lingkaran setan yang harus diantisipasi. Ini membutuhkan peran semua pihak. Keluarga, desa, hingga pemerintah,” ucapnya.
Di keluarga, penting untuk menjaga keharmonisan. Dalam lingkungan masyarakat, KDRT bisa dicegah dengan saling peduli dan memandang KDRT merupakan ranah pidana, bukan privat.
”Pemerintah dan aparat hukum juga bertanggung jawab mencegah KDRT,” katanya.
Tanpa peran berbagai pihak, kasus KDRT berujung maut rentan berulang. Nisan ”Wanita bin Rabo” sudah menjadi penanda kelamnya kekerasan.
Baca juga: Tiap Dua Jam, Lima Istri Jadi Korban KDRT