Aceh menghadapi krisis daerah aliran sungai. Bencana alam seperti banjir dan longsor pun mengancam.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Aceh mencatat, kondisi daerah aliran sungai atau DAS di provinsi itu sebagian besar dalam kondisi rusak. Kerusakan DAS berdampak pada masifnya bencana alam.
Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Aceh Afifuddin, Rabu (24/1/2024), mengatakan, kondisi DAS di Aceh sangat mengkhawatirkan. Sedikitnya ada lima DAS dalam kondisi kritis dengan luasan mencapai 1,5 juta hektar.
Afifuddin mengatakan, DAS yang mengalami kerusakan parah ialah DAS Singkil, Jambo Aye, Tamiang, Krueng Tripa, dan Peusangan. Berbagai faktor menyebabkan kerusakan tersebut, termasuk perambahan hutan, penebangan kayu ilegal, dan konversi lahan untuk kepentingan perkebunan skala besar dan pertambangan.
”Maraknya aksi perambahan hutan dan kegiatan penebangan kayu ilegal, serta konversi lahan untuk perkebunan dan pertambangan, menjadi pemicu utama kerusakan DAS di Aceh,” kata Afifuddin.
Rusaknya DAS terlihat dari intensitas bencana alam yang terjadi, khususnya banjir di kawasan DAS. Daerah, seperti Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Gayo Lues, dan Kota Subulussalam, yang berada dalam DAS Singkil, setiap tahunnya menjadi langganan banjir.
Infografik hutan Aceh dan daerah aliran sungai rusak.
Degradasi hutan dan kerusakan DAS juga menciptakan bencana hidrologi, terutama di Aceh Tenggara, yang memiliki riwayat banjir bandang yang cukup parah. Afifuddin mengatakan, kondisi DAS Alas Singkil saat ini menduduki peringkat pertama sebagai DAS yang membutuhkan perbaikan mendesak di Aceh.
Berdasarkan data dari acehdata.digdata.id, terlihat sisa tutupan hutan di DAS Alas Singkil pada tahun 2022 menurun drastis, mencapai 66 persen atau kehilangan 820.244 hektar (ha). DAS Jambo Aye juga menyusut signifikan sebesar 45 persen atau kehilangan 214.378 ha.
”Diperlukan tindakan cepat untuk mengatasi kerusakan ini. DAS Singkil, Jambo Aye, Peusangan, Tamiang, dan Krueng Tripa termasuk dalam lima DAS paling kritis yang mengancam lingkungan,” ujar Afifuddin.
DAS Peusangan dan Tamiang, yang menjadi kewenangan Aceh, juga rusak parah. DAS Peusangan hanya tersisa 75,04 persen dari luas awalnya, sedangkan DAS Tamiang susut sekitar 36,45 persen.
Afifuddin menyampaikan, upaya pemulihan dan pelestarian lingkungan harus menjadi prioritas pemerintah pusat dan Provinsi Aceh. ”Kerja sama antarlembaga dan partisipasi masyarakat sangat penting untuk melindungi keberlanjutan DAS dan mencegah bencana alam yang lebih parah di masa mendatang,” tuturnya.
Berdasarkan data dari acehdata.digdata.id, terlihat sisa tutupan hutan di DAS Alas Singkil pada tahun 2022 menurun drastis, mencapai 66 persen atau kehilangan 820.244 hektar (ha). DAS Jambo Aye juga menyusut signifikan sebesar 45 persen atau kehilangan 214.378 ha.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Krueng Aceh Eko Wijayanto mengatakan, setiap tahun, mereka berusaha memulihkan DAS dengan penanaman pohon. ”Tahun lalu kami menanam di 380 hektar,” kata Eko.
Eko mengatakan, luas DAS kritis sekitar 300.000 ha, jauh di bawah data yang dirilis oleh Walhi Aceh. Namun, Eko mengakui laju kerusakan tutupan hutan lebih cepat dibanding kemampuan rehabilitasi.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Alam (BPBA) Aceh Ilyas mengatakan, sepanjang tahun 2023, pihaknya harus menghadapi tantangan serius dengan terjadinya 418 bencana alam dengan nilai kerugian Rp 430 miliar.
Lokasi banjir bandang di Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, dipotret dari udara, Jumat (15/4/2022). Banjir menyebabkan jembatan penghubung di jalan nasional putus akibatnya arus transportasi terhambat.
Bencana tersebut tidak hanya merusak infrastruktur, lahan pertanian, tetapi juga menelan korban jiwa sembilan orang. Bencana alam meliputi kebakaran permukiman, banjir, kebakaran hutan dan lahan, angin puting beliung, longsor, banjir bandang, dan abrasi.
Ilyas mengatakan, kerusakan hutan menjadi salah satu penyebab bencana alam. Dia mendorong semua pihak agar serius melindungi dan memulihkan hutan.