Kerusakan Lingkungan dan Selembar Pakaian di Badan di Kolaka
Seperti bencana lainnya, banjir bandang di Kolaka menyisakan duka. Warga bertahan di tengah kerusakan lingkungan.
Di tepian jalan, tepat di seberang rumahnya yang kini hilang disapu banjir bandang, Pode (60) duduk termangu. Ia kehilangan harta benda, hingga rumah, menyisakan pakaian yang menempel di badan. Banjir karena kerusakan lingkungan membuat warga sepertinya menanggung duka.
”Baju yang saya pakai ini dari saudara karena baju saya sudah kotor. Tidak ada yang tersisa,” katanya, Minggu (21/1/2024), di Desa Konaweha, Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Ibu dua anak ini tidak bisa bergerak banyak. Ia memiliki rekam sesak napas. Duduk di sofa reot milik tetangganya, ia hanya menatap warga yang berseliweran. ”Rumahku sudah hilang, barang-barang habis,” gumamnya.
Siang itu, warga ramai berkumpul. Beramai-ramai, mereka membantu mengangkat barang, mengeluarkan peralatan, juga menyingkirkan lumpur. Sisa lumpur berserakan di jalan, halaman, hingga bagian dalam rumah.
Sungai Konaweha, berjarak 50 meter dari tempat Pode duduk, terlihat masih mengalir cukup deras. Air berwarna kecokelatan membawa sejumlah material dari sepanjang aliran. Ranting pohon, ilalang di sepanjang sempadan terlihat memiliki arah yang sama, yaitu mengarah ke hilir, tanda air yang naik mengalir deras.
Pode menuturkan, saat banjir bandang terjadi, ia berada di dalam rumah, Sabtu (20/1/2024) sekitar pukul 16.00 Wita. Hujan terjadi sejak siang hingga sore hari. Meski begitu, ia tidak begitu khawatir karena air yang naik ke tepian telah sering terjadi.
”Tapi, ini saya disuruh keluar sama anak, katanya air sudah tinggi. Saya lihat air sudah mau naik di dalam rumah, akhirnya tidak ada yang bisa saya bawa. Habis semua,” tuturnya.
Air lalu naik dengan cepat. Rumah panggung setinggi tiga meter itu dipenuhi air yang mengalir deras. Rumah saudaranya yang tepat bersisian tidak mampu menahan laju air. Rumah itu hanyut, lalu mendorong kediamannya.
”Rumah saya juga hanyut. Tidak ada yang kami bawa. Sudah ini banjir paling tinggi. Rumah kebun kami juga hanyut,” kata Pode.
Saya lihat air sudah mau naik di dalam rumah, akhirnya tidak ada yang bisa saya bawa. Habis semua.
Lapiha (62) berjalan gontai menatap lahan bekas kediamannya. Setelah bertemu sang istri, Pode, ia didatangi banyak tetangga. Ia baru bisa keluar dari kebun setelah hampir 24 jam tertahan banjir.
Baca juga: Daerah Hulu Terbuka, Banjir Bandang Hanyutkan Tiga Rumah di Kolaka
Kebun milik keluarganya berada di tepian sungai, sekitar 10 kilometer dari kediamannya. Saat banjir datang, Lapiha telah siaga merapikan barang. Ia telah terbiasa dengan banjir dan sigap saat air bah itu datang.
”Tapi, ini kenapa tinggi sekali airnya. Saya keluar sudah hampir tenggelam rumah, jadi terpaksa saya lompat dan ikuti air. Ada ranting pohon langsat saya tarik, di situ saya bertahan tiga jam sampai air turun,” tutur Lapiha.
Menurut Lapiha, banjir bandang kali ini adalah yang terburuk selama ia hidup dan menetap di Konaweha. Medio 1990-an lalu, banjir besar juga pernah terjadi dan menghanyutkan rumah, tetapi saat itu tidak begitu besar dan berdampak seperti yang terjadi saat ini.
Kepala Desa Konaweha Hastu mengungkapkan, banjir bandang di wilayahnya membuat dua rumah warga hanyut dan ratusan rumah lainnya terendam. Air yang naik dengan cepat merendam empat dari enam dusun di daerah yang dilintasi Sungai Konaweha ini.
Menurut Hastu, meski telah surut, pihaknya mengkhawatirkan banjir susulan bisa kembali terjadi. Terlebih lagi, jika hujan deras di daerah hulu terjadi, air di sungai bisa kembali meluap seperti yang terjadi saat ini.
”Hari ini sudah surut, tapi kalau hujan deras, bisa kembali naik airnya. Apalagi di daerah hulu sana sudah terbuka semua karena perkebunan, termasuk DAS-nya,” terangnya.
Baca juga: Pembukaan Lahan Masif Ditengarai Picu Banjir di Kolaka
Sementara itu, Ketua DPRD Kolaka Syaifullah Halik mengatakan, wilayah hulu yang terbuka memang terjadi selama beberapa dekade terakhir. Perkebunan cengkeh, pala, merica, hingga kelapa sawit memenuhi daerah hulu hingga area daerah aliran sungai (DAS).
Kondisi itu menyebabkan air tidak bisa ditampung saat hujan turun dengan debit dan volume tinggi. Air mengalir deras hingga ke bagian hilir yang menyebabkan dampak besar seperti yang terjadi saat ini.
”Di Konaweha baru kali ini terjadi yang sebesar ini. Kalau tidak ada langkah penanganan, identifikasi, dan program pemerintah, ini sangat bisa terulang di waktu mendatang,” katanya.
Situasi ini, tambah Syaifullah, tidak hanya terjadi di Konaweha. Sejumlah aliran sungai lain di Kolaka juga serupa sehingga banjir cepat terjadi. Banjir juga merendam sejumlah kecamatan lain di wilayah ini.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kolaka, banjir terjadi di lima kecamatan di wilayah ini. Total rumah terdampak banjir mencapai 1.011 unit. Dampak paling parah hingga rumah hanyut terjadi di Kecamatan Samaturu.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sultra Andi Rahman menjelaskan, banjir yang merendam sejumlah desa di Kolaka ini diduga kuat imbas pembukaan lahan skala besar yang telah berlangsung puluhan tahun. Wilayah hutan, daerah resapan, mulai dari hulu hingga pesisir, telah terbuka untuk sektor pertambangan, perkebunan kelapa sawit, dan sebagian untuk perkebunan warga.
”Ini bukti nyata krisis ekologi yang terjadi. Dampaknya, daerah yang tidak pernah terdampak banjir parah kali ini mengalaminya. Pemerintah tidak boleh menutup mata atas kondisi yang terjadi,” ucapnya.
Lebih jauh, ia menambahkan, wilayah Kolaka adalah daerah yang menjadi kawasan industri sejak tahun 1960-an. Selama puluhan tahun kawasan ini dibuka untuk pertambangan nikel, perkebunan, dan lainnya. Jika tidak ada komitmen kuat, bencana ekologi akan terus berdampak luas ke masyarakat.
”Ini bukti nyata kerusakan ekologi di Kolaka, sebagai bentuk pembangunan tanpa wawasan lingkungan. Kalau tidak ada aksi nyata, bencana akan terus berulang. Sayangnya, melihat pemimpin ke depan lewat debat cawapres tadi malam, belum ada yang punya inisiatif kuat akan hal ini. Dan masyarakat yang akan menanggung bebannya,” jelasnya.