Merapi Luncurkan Awan Panas, Boyolali dan Klaten Diguyur Hujan Abu
Hujan abu terjadi di Boyolali dan Klaten, Jateng, akibat erupsi Gunung Merapi. Status Merapi masih Siaga (Level III).
Oleh
KRISTI DWI UTAMI, NINO CITRA ANUGRAHANTO, HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS – Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta meluncurkan empat kali awan panas guguran pada Minggu (21/1/2024) pagi hingga sore. Akibat awan panas guguran yang terjadi pada Minggu siang, terjadi hujan abu di Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten, Jateng.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), awan panas guguran pertama terjadi pada pukul 08.25 WIB. Awan panas tersebut memiliki amplitudo maksimal 62 milimeter (mm), durasi 191,28 detik, dan jarak luncur maksimal 2.000 meter ke barat daya atau menuju Kali Bebeng.
Setelah itu, pada Minggu pukul 13.55 WIB, terjadi awan panas guguran dengan amplitudo maksimal 42 mm, durasi 214,40 detik, dan jarak luncur maksimal 2.000 meter ke arah barat daya atau menuju Kali Bebeng.
Awan panas guguran berikutnya terjadi pada pukul 14:12 WIB dengan amplitudo maksimal 70 mm, durasi 239,64 detik, dan jarak luncur maksimal 2.400 meter ke arah barat daya. Saat dua kali awan panas guguran itu terjadi, visual Gunung Merapi tampak berkabut dan arah angin menuju ke timur.
Setelah itu, pada Minggu pukul 17.19, Merapi kembali meluncurkan awan panas guguran. Awan panas guguran itu memiliki amplitudo maksimal 70 mm, durasi 150 detik, dan jarak luncur maksimal 1.500 meter ke barat daya.
Kepala Bidang Penanganan Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng, Muhamad Chomsul, mengatakan, awan panas guguran di Gunung Merapi pada Minggu siang menyebabkan terjadinya hujan abu di sejumlah wilayah di Jateng, yakni di Klaten dan Boyolali. Hujan abu dilaporkan mulai terjadi sekitar pukul 13.55 WIB.
"Berdasarkan hasil pantauan BPBD Klaten, tidak terjadi kepanikan warga maupun pengunjung di tempat wisata yang terdampak hujan abu. Hujan abu juga tidak terlalu berdampak karena setelah hujan abu ada hujan sehingga abu vulkaniknya tersapu," ucap Chomsul.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Klaten Nurcahyo mengungkapkan, dampak berupa abu vulkanik hanya terjadi pada dua dusun di Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, yakni Dusun Pajegan dan Dusun Girpasang. Daerah tersebut masuk ke dalam area Kawasan Rawan Bencana (KRB) III.
"Tetapi, dampak abu vulkanik ini tidak terlalu besar. Abu vulkanik juga langsung tersapu air hujan yang menyusul beberapa waktu kemudian," kata Nurcahyo.
Nurcahyo mengungkapkan, terjadinya erupsi sempat terlihat dari dua desa lainnya yang masuk dalam kategori KRB III, yakni Desa Balerante dan Desa Sidorejo di Kecamatan Kemalang. Namun, situasi masih aman dan terkendali di dua desa itu. Abu vulkanik pun tak menyebar sampai ke daerah tersebut.
Selanjutnya, Nurcahyo menyampaikan, pihaknya tengah melaksanakan koordinasi dan pemantauan mengenai kondisi terkini aktivitas gunung tersebut. Ia meminta agar warga tidak panik dan terus mengikuti informasi seputar gunung itu dari lembaga berwenang seperti BPPTKG.
"Untuk dampak langsung di Klaten, khususnya di KRB III, belum terlalu signifikan. Namun demikian, tetap ada kesiapsiagaan dan kewaspadaan pada seluruh sukarelawan tingkat desa, kecamatan, dan para pemangku kepentingan," kata Nurcahyo.
Abu vulkanik juga langsung tersapu air hujan yang menyusul beberapa waktu kemudian
Sejumlah kecamatan
Sementara itu, di Boyolali, hujan abu melanda Kecamatan Cepogo, Musuk, Tamansari, Boyolali, Mojosongo, Teras, dan Sambi. Menurut Kepala BPBD Boyolali Suratno, hujan abu vulkanik yang turun tergolong dalam intensitas sedang.
"Hujan abu tipis-tipis tapi tetap terdeteksi dan apabila menggunakan kendaraan saat hujan abu memang menjadi seperti tampak tebal. Tetapi kemudian turun hujan, sehingga aktivitas masyarakat tidak terganggu signifikan," kata Suratno.
Suratno mengimbau masyarakat untuk tetap waspada namun tidak perlu panik dan tidak menyikapi fenomena itu secara berlebihan. Menurutnya, situasi Boyolali pada Minggu sore cukup aman dan terkendali.
"Apabila ada perubahan informasi yang perlu disampaikan terkait dengan aktivitas Merapi, akan segera kami ikuti dan kami ambil langkah-langkah sebagaimana mestinya," imbuhnya.
Sementara itu, Chomsul mengimbau masyarakat untuk menjauhi daerah rawan bahaya, sesuai dengan rekomendasi BPPTKG. Daerah rawan itu disebut Chomsul berada pada sektor selatan-barat daya, meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 kilometer (km) serta Sungai Bedog, Krasak, dan Bebeng sejauh maksimal 7 km.
"Pada sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol 5 km. Lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak," tutur Chomsul.
Status Siaga
Hingga saat ini, status Gunung Merapi masih Siaga (Level III). Status ini telah ditetapkan BPPTKG sejak 5 November 2020. BPPTKG juga belum mengubah radius bahaya erupsi Gunung Merapi.
Sebelumnya, pada Kamis (18/1/2024) dan Jumat (19/1), Merapi menyemburkan rentetan awan panas guguran sebanyak 11 kali. Rinciannya, dua kali awan panas guguran pada Kamis malam dan sembilan kali awan panas guguran sepanjang Jumat dini hari hingga pagi.
Sebelumnya, Kepala BPPTKG Agus Budi Santoso menyebut, rentetan awan panas guguran itu merupakan peningkatan intensitas erupsi Merapi yang kesembilan kalinya sejak status Siaga pada 5 November 2020. Selama tiga tahun lebih ini, bisa dibilang Merapi mengalami erupsi setiap hari.
Meski begitu, Agus justru mensyukuri hal itu. Pasalnya, itu berarti Merapi melepaskan energinya secara bertahap atau sedikit demi sedikit. Ini berbeda dengan letusan eksplosif pada tahun 2010 saat Merapi mengeluarkan energi besar dalam satu waktu sekaligus sehingga menimbulkan bencana dahsyat.
”Kami belum bisa memprediksi kapan fase erupsi Merapi ini berakhir karena suplai magma (dari dalam perut gunung) masih terus berlangsung,” kata Agus.