Kondisi Korban Banjir di Bantaran Batang Merao, Sungai Penuh, Memprihatinkan
Korban banjir di bantaran Sungai Merao, Kota Sungai Penuh, tidur dekat kandang sapi darurat dan kesulitan air bersih.
SUNGAI PENUH, KOMPAS — Kondisi korban banjir yang bermukim di sekitar bantaran Sungai (Batang) Merao, Kota Sungai Penuh, Jambi, memprihatinkan. Sementara itu, pemerintah kota sudah mengakhiri masa tanggap darurat meskipun beberapa titik permukiman dan jalan masih tergenang banjir.
Di dua desa Kecamatan Hamparan Rawang, yaitu Tanjung Muda dan Tanjung, Sabtu (20/1/2024), ratusan rumah yang berada di bantaran Batang Merao masih digenangi air ataupun tertutup lumpur. Meskipun menyusut, ketinggian air banjir masih ada yang lebih dari 1 meter.
”Sekarang, ketinggian banjir di halaman 1,5 meter, di dalam rumah 80 cm,” kata Ritawati (63), warga Desa Tanjung Muda. Sebelumnya, ketinggian maksimal banjir di halaman rumah Ritawati mencapai 2,5 meter.
Baca juga: Banjir Berlarut Melanda Jambi dan Riau
Ritawati bersama suami, anak, dan dua cucunya mengungsi di SD 033/XI Tanjung Muda sejak banjir terjadi 31 Desember 2023. Selain mereka, ada 24 keluarga lainnya yang mengungsi di sana.
Di beberapa titik Desa Tanjung Muda dan Desa Tanjung, air Batang Merao yang keruh mengandung lumpur meluap ke jalan inspeksi dan mengalir menggenangi rumah-rumah di bawahnya. Muka air sungai lebih tinggi 2-3 meter dibandingkan dengan rumah warga.
Selain air, lumpur juga menutupi beberapa titik jalan sehingga tidak bisa dilewati kendaraan. Sabtu ini, satu mobil truk terjebak karena memaksakan melewati jalan berlumpur tersebut.
Selain mengungsi di SD sekitar desa, warga juga mengungsi ke tempat sanak saudara ataupun posko pengungsian di tempat lain. Sebagian lainnya ada yang bertahan di lantai dua rumah atau membentangkan papan di atas genangan banjir bagi warga yang rumahnya hanya satu lantai.
Baca juga: Kerusakan Hulu yang Menenggelamkan Bumi Kerinci
Kemudian, ada pula warga yang mendirikan tenda-tenda terpal atau pondok-pondok pengungsian di jalan inspeksi depan rumah mereka. Beberapa tenda atau pondok itu berderetan dan berdekatan dengan kandang-kadang sapi darurat—biasanya kandang sapi di belakang rumah. Aroma kotoran dan kencing sapi sangat kuat.
”Kalau dipikirkan, tidak bisa tidur kami karena bau tahi dan kencing sapi ini. Tapi, bagaimana lagi, terpaksa kami ’tidur’ sama sapi. Kalau mengungsi ke tempat lain, siapa yang mengurus ternak,” kata Haliman (70), warga Desa Tanjung, yang mengungsi di tenda terpal pinggir jalan inspeksi bersama istri.
Para penyintas banjir di desa-desa tersebut mengaku bertahan hidup dari bantuan sembako meskipun jumlahnya terbatas. Layanan kesehatan juga bisa diakses meskipun kondisinya darurat dan obatnya terbatas.
Akan tetapi, warga masih kesulitan mengakses air bersih dan listrik/penerangan. Menurut Haliman, terakhir kali air bersih disalurkan ke tempat penampungan umum sepekan lalu. Ia hanya mendapat dua ember yang dihemat untuk kebutuhan masak dan minum.
”Kami mandi dan mencuci di belakang rumah dengan air banjir ini. Kalau air sungai, lebih keruh lagi. Sejak banjir ini, ya, terasa gatal-gatal dan kaki kena kutu air,” ujar Haliman. Adapun untuk buang air, warga sekitar mendirikan jamban-jamban di tepian sungai meskipun tak jauh di bagian hilirnya beberapa warga mencuci pakaian.
Baca juga: Ratusan Hektar Sawah di Kerinci Gagal Panen akibat Banjir
Ritawati yang mengungsi di SD 033/XI Tanjung Muda juga lebih sering menggunakan air banjir untuk mandi dan mencuci. Sebab, air bersih di tempat penampungan umum terbatas dan antreannya panjang. ”Sakit gatal-gatal di lengan saya kembali lagi sejak banjir. Tapi, kemarin, ada dokter ke sini. Saya diberi salep dan obat,” ujarnya.
Selain permukiman, beberapa titik jalan di Kota Sungai Penuh masih terputus akibat banjir. Jalan Pancasila dekat Jembatan Kerinduan, misalnya, masih digenangi air maksimal setinggi 70 cm. Jalan nasional yang menghubungkan Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Bangko itu tidak bisa dilewati kendaraan.
Sakit gatal-gatal di lengan saya kembali lagi sejak banjir. Tapi, kemarin ada dokter ke sini. Saya diberi salep dan obat.
Tanggap darurat berakhir
Berdasarkan data mutakhir BPBD Kota Sungai Penuh per 14 Januari, yang dipajang di kantor instansi itu, jumlah wilayah terdampak banjir ada 28 desa dan 1 kelurahan. Sebanyak 7 desa tidak lagi terdampak banjir. Adapun jumlah warga terdampak 5.673 keluarga atau 17.155 jiwa. Jumlah pengungsi sebanyak 7.175 jiwa.
Data lainnya per 17 Januari menyebutkan, jumlah rumah terdampak banjir di Desa Tanjung Muda dan Desa Tanjung sebanyak 322 unit dan 275 unit. Adapun keluarga yang terdampak di kedua desa itu masing-masing 425 keluarga atau 1.285 jiwa dan 360 keluarga atau 1.038 jiwa.
Meskipun sejumlah titik permukiman dan jalan masih tergenang banjir, Pemerintah Kota (Pemkot) Sungai Penuh mengakhiri masa tanggap darurat bencana sejak 14 Januari lalu. Selama 15 Januari-15 April, penanganan bencana banjir dan longsor di kota ini memasuki masa transisi atau pemulihan.
Secara terpisah, Kepala Dinas Kominfo Kota Sungai Penuh Josrizal Helman mengatakan, situasi banjir di kota ini sudah jauh lebih baik. Tinggal sejumlah daerah saja, seperti beberapa desa di Kecamatan Hamparan Rawang dan Kecamatan Tanah Kampung yang masih tergenang karena posisinya rendah.
”Secara umum, aktivitas hampir normal, kecuali beberapa desa yang letaknya di cekungan, rendah, masih ada yang rumahnya terendam setinggi 1 meter. Sungai Penuh beberapa hari ini tidak ada hujan, tetapi kawasan itu masih tergenang,” kata Josrizal.
Terkait masa tanggap darurat diakhiri, Josrizal menjelaskan, tanggap darurat diberlakukan ketika bencana bersifat luas dan aksesnya sulit. Menurut dia, sekarang akses transportasi dapat dikatakan sudah bisa diakses. Jadi, masa tanggap darurat tidak bisa serta-merta diperpanjang, ada analisis dari BPBD dalam penetapannya.
”Kami kemarin menetapkan masa tanggap darurat 2 x 7 hari. Sekarang memasuki masa transisi. Selama masa transisi ini, pemkot menggunakan semua sumber daya yang ada di luar dana tanggap darurat bencana. Setiap SKPD sekarang harus turun ke lapangan sesuai tupoksinya dengan dana yang ada di tempat mereka,” ujarnya.
Josrizal mengaku, pemkot berupaya semaksimal mungkin menangani banjir. Di Desa Tanjung dan Tanjung Muda, misalnya, petugas memasang tanggul darurat sebagai pengganti tanggul yang jebol agar air tidak meluap ke rumah-rumah warga. Namun, ia mengakui hasilnya belum maksimal.
Terkait kebutuhan pokok penyintas banjir, Josrizal mengatakan, pemkot sangat perhatian memberikan bantuan. ”Dari kegiatan yang saya ikuti, Wali Kota sudah empat kali kemarin menyerahkan bantuan bahan pokok ke masyarakat. Kontribusi pemerintah rasanya cukup,” ujarnya.