Tiga Pekan Nasib Pengungsi Rohingya di Deli Serdang Tak Menentu
Tiga pekan pengungsi Rohingya di tepi pantai hutan mangrove Deli Serdang. Belum ada kejelasan penanganan.
Sejumlah bayi tak berhenti menangis di kamp pengungsian darurat etnis Rohingya di tepi pantai hutan mangrove Karang Gading, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Rabu (17/1/2024). Ibunya terus-menerus mengipas kulit anaknya yang melepuh dan berbintik-bintik merah. Sudah tiga pekan pengungsi asing itu tiba di Deli Serdang tanpa kejelasan penanganan selanjutnya.
”Kami kekurangan air bersih untuk mandi. Anak-anak mulai terkena penyakit kulit. Kalau hujan turun, hampir semua tenda kami tergenang air,” kata Muhammad Jubair (23), salah satu pengungsi Rohingya.
Sudah tiga pekan 157 pengungsi asing dari Rohingya masuk ke wilayah Indonesia di tepi pantai hutan mangrove Desa Karang Gading. Mereka merupakan bagian dari gelombang kedatangan pengungsi Rohingya ke Aceh dan Sumut yang cukup besar dalam beberapa bulan ini.
Di Deli Serdang, pengungsi Rohingya itu masuk ke wilayah hutan mangrove yang berdekatan dengan permukiman warga di Desa Kwala Besar, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Setelah mendarat, mereka langsung merusak kapal kayu yang mengangkut mereka selama 23 hari dari Bangladesh diduga agar tidak ditolak oleh pemerintah maupun warga.
Kami kekurangan air bersih untuk mandi. Anak-anak mulai terkena penyakit kulit. Kalau hujan turun, hampir semua tenda kami tergenang air.
Kini, sudah tiga pekan para pengungsi hidup di tepi pantai itu. Mereka awalnya mendirikan tenda darurat dari terpal. Kini Pemerintah Kabupaten Deli Serdang sudah mendirikan satu tenda pengungsian. Ada juga satu tenda dari Palang Merah Indonesia. Mereka hidup darurat di hutan mangrove yang hanya bisa diakses melalui jalur laut tersebut.
Di tengah cuaca gerah dan panas, waktu menunjukkan pukul 14.30. Sebuah perahu nelayan kecil yang membawa ratusan nasi bungkus merapat ke kamp pengungsian. Nasi bungkus itu langsung dibagikan kepada para pengungsi. Di bawah tenda darurat, mereka menghabiskan makanan dari atas bungkus kertas.
Meskipun sudah tiga pekan, tidak ada fasilitas mandi cuci kakus di tempat itu. Petugas Palang Merah Indonesia tampak sibuk memompa air payau ke dalam bak penampungan dari terpal. Air itu akan diolah menjadi air tawar dengan cara diendapkan dan pencampuran bahan kimia. Namun, kualitas air hanya untuk mandi saja dan jumlahnya tidak memadai.
Saat sore tiba, puluhan warga lokal dari Desa Kwala Besar mendatangi kamp pengungsian. Anak-anak membawa bola dan bermain bersama anak pengungsi. Sementara orang dewasa mencoba mengobrol dengan bahasa tubuh meski tidak saling mengerti. Ada pula warga yang mengeluh kepada petugas karena takut pada kedatangan pengungsi asing itu.
Jubair menuturkan, mereka melaut dari Bangladesh ke Indonesia berharap bisa ditampung di Indonesia dan bisa ditempatkan ke negara ketiga. Mereka berharap bisa mendapat kamp pengungsian yang lebih layak. ”Kami ingin anak-anak kami bisa mendapat pendidikan dan mempunyai masa depan yang cerah,” kata Jubair.
Baca juga: Tanggap Darurat Kemanusiaan untuk Pengungsi Rohingya di Deli Serdang
Kekhawatiran masyarakat
Kekhawatiran masyarakat lokal mulai muncul. Tempat pengungsian itu sangat dekat dengan Desa Kwala Besar. Mereka hanya terpisah muara sungai yang berjarak sekitar 200 meter. Kwala Besar juga adalah desa yang hanya bisa dijangkau dengan perahu. ”Bagaimana kalau malam-malam mereka menyeberang ke desa kami. Kami khawatir karena mendengar di media sosial pengungsi Rohingya di Aceh melakukan tindakan kriminal,” kata Umi (55), warga Kwala Besar.
Meski khawatir pada kedatangan pengungsi asing, warga tetap memberikan bantuan kemanusiaan. Warga memberikan pakaian, makanan, hingga rokok. Mereka juga memberikan imbalan uang dari plastik bekas botol air mineral pengungsi asing itu.
Uang itu digunakan pengungsi untuk membeli jajanan anak-anak atau rokok di warung yang didirikan warga di dekat tenda pengungsian. Beberapa pengungsi tampak menggunakan mata uang Bangladesh, taka. ”Saya terima saja meskipun saya tidak tahu nilainya. Saya kasihan karena mereka memelas meminta rokok,” kata pedagang itu.
Koordinator Lapangan Penanganan Pengungsi Rohingya Karang Gading, Hermansyah Putra, mengatakan, pihaknya berharap pemerintah segera memindahkan 157 pengungsi dari Karang Gading. Selain karena tempat yang tidak layak, Hermansyah yang merupakan koordinator dari pemerintah desa itu menyebut pantai di hutan mangrove tersebut sangat sulit dijangkau.
”Untuk mengantar makanan saja harus naik perahu. Makanya, mereka sering terlambat makan,” kata Hermansyah.
Hermansyah menyebut, pemindahan juga untuk mengantisipasi agar tidak muncul konflik dengan masyarakat. Kekhawatiran masyarakat semakin menguat setelah mendapat informasi konflik pengungsi asing dengan masyarakat di Aceh. Sejumlah nelayan juga mencoba memperbaiki kapal pengungsi asing itu agar mereka bisa segera pindah dari pantai tersebut.
Kepala Rumah Detensi Imigrasi Medan Kementerian Hukum dan HAM Sarsaralos Sivakkar menyebut, pemerintah melakukan penanganan darurat dengan prinsip kemanusiaan. Namun, dalam waktu dekat, para pengungsi akan dipindahkan dari tempat itu. ”Akan tetapi, sampai saat ini belum diputuskan ke mana para pengungsi itu akan dipindahkan. Karena itu, mereka masih menempati Desa Karang Gading,” katanya.
Sarsaralos menambahkan, pihaknya melakukan komunikasi intensif dengan Pemerintah Provinsi Sumut, Pemkab Deli Serdang, Komisi Tinggi Urusan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR), dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (OIM) untuk mengambil langkah selanjutnya tentang penanganan pengungsi.
Baca juga: Mahfud Pastikan Pengungsi Etnis Rohingya Hanya Ditampung Sementara, Bukan Jadi Penghuni Tetap
Sebelumnya, sudah ada rapat koordinasi dan diputuskan dilakukan tanggap darurat kemanusiaan selama 14 hari. Saat ini kebutuhan dasar pengungsi dipasok oleh IOM, UNHCR, Badan Amil Zakat Nasional, dan Pemkab Deli Serdang.
Juru Bicara UNHCR Indonesia Mitra Salima Suryono mengatakan, UNHCR masih terus menyalurkan bantuan darurat kepada para pengungsi di Karang Gading. ”Pada prinsipnya, UNHCR berharap pemerintah dapat segera menentukan lokasi penampungan bagi para pengungsi sehingga penyaluran bantuan dan penyediaan kebutuhan dasar bisa maksimal. Kami siap untuk melanjutkan perlindungan dan bantuan untuk pengungsi di mana pun mereka berada,” katanya dalam jawaban tertulis.
Terkait kondisi krisis di kamp pengungsian, Mitra menyebut, UNHCR dan para mitra kemanusiaan siap untuk terus menyalurkan bantuan darurat seperti makanan dan air bersih, memperbaiki fasilitas, serta memindahkan pengungsi.
Di Karang Gading, waktu sudah memasuki Ashar. Para pengungsi Rohingya berjalan beberapa meter ke lepas pantai. Mereka berwudhu dengan khusyuk di hutan mangrove terpencil itu. Mereka lalu shalat di belakang tenda di dekat tanaman bakau….
Baca juga: Mahasiswa Aceh Usir Pengungsi Rohingya dari Tempat Penampungan