Kerusakan Hulu yang Menenggelamkan Bumi Kerinci
Selain tingginya curah hujan, kerusakan kawasan hulu turut andil dalam banjir besar di wilayah Kerinci dan Sungai Penuh.
Sebagian wilayah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, Jambi, kembali dilanda banjir besar, bahkan lebih parah dibandingkan bencana serupa dua dekade silam. Kerusakan di hulu akibat masifnya pembukaan hutan dan tambang berandil besar terhadap bencana selain faktor tingginya curah hujan.
Wahidin (62) memandang sekeliling dari serambi lantai dua rumahnya. Rumah-rumah tetangga yang umumnya bertingkat dan jalan permukiman masih tergenang banjir. Suasana sekitar sepi karena mayoritas ditinggal penghuni mengungsi ke tempat sanak-saudara.
Rumah Wahidin pun tak luput dari banjir. Di lantai dasar rumahnya, air menggenang setinggi 60 cm. Sementara itu, jalan perumahan yang lebih tinggi genangan airnya sekitar 30 cm. Banjir menggenang sejak dua pekan lalu.
”Banjir baru susut setengah. Saat puncaknya, 13 Januari, ketinggian air di dalam rumah 1,2 meter,” kata Wahidin di Desa Koto Dian, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci, Jambi, Kamis (18/1/2024). Rumah itu berjarak sekitar 550 meter dari bibir Danau Kerinci.
Baca juga: Dua Pekan Lebih, Banjir Masih Menggenangi Permukiman di Kerinci, Jambi
Wahidin dan sepuluh anggota keluarganya—istri, anak-anak, dan cucu—bertahan di lantai dua rumah karena tidak tahu hendak mengungsi ke mana. Bahkan, para cucu juga mengungsi ke sana karena kondisi rumah mereka lebih parah.
Petani penggarap sawah dan ladang itu tak menyangka banjir akan sebesar ini. Sebab, tahun-tahun sebelumnya, kata Wahidin, banjir tidak sampai permukiman, hanya menggenangi persawahan di tepian danau. Walakin, 5 Januari pagi, air mulai masuk ke rumah-rumah.
”Air masuk ke rumah seperti arus sungai. Saya dan anak-anak berusaha menghambat pintu dengan terpal. Karena deras, akhirnya tembus juga. Barang-barang seperti kasur, lemari, pakaian, mesin cuci, dan dua sepeda motor tak sempat diselamatkan,” ujarnya.
Sawah garapan Wahidin seluas 3 hektar juga rusak. Tanaman padi siap panen tak sebatang pun terselamatkan. Biasanya sawah itu menghasilkan gabah kering sekitar 3 ton: 2 ton untuk dijual dan 1 ton untuk pangan keluarga selama 5-6 bulan. Total kerugiannya sekitar Rp 24 juta jika harga gabah kering Rp 8.000 per kg.
Keluarga yang sekarang tak berpenghasilan ini bergantung hidup dari bantuan sanak-saudara dan dapur umum.
Air masuk ke rumah seperti arus sungai. Saya dan anak-anak berusaha menghambat pintu dengan terpal.
Banjir juga dialami warga daerah tetangga, Kota Sungai Penuh. Ismulni (52), warga Desa Simpang Tiga Rawang, Kecamatan Hamparan Rawang, bersama suami dan tiga anaknya terpaksa mengungsi sejak awal tahun. Rumahnya terendam banjir sekitar 1 meter akibat meluapnya Sungai Batang Merao yang bermuara ke Danau Kerinci.
”Rumah sampai sekarang ditinggal, air masih menggenang. Sebagian barang-barang tak sempat diselamatkan,” kata Ismulni. Perempuan ini bersama 500-an warga lainnya masih mengungsi di posko yang dikelola Karang Taruna Dayang Indah Desa Simpang Tiga Rawang di bekas kantor DPRD Kota Sungai Penuh.
Dampak banjir
Banjir mulai menggenangi sebagian Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci sejak 31 Desember 2023. Air meluap dari Batang Merao, Danau Kerinci, Batang Merangin, serta anak-anak sungai lainnya. Analisis data Citra Sentinel yang diolah tim Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menunjukkan semula luasan banjir 2.469 hektar.
Hingga dua pekan setelahnya, banjir bukan makin surut, melainkan kian meluas. Luasan banjir yang terekam oleh citra mencapai 5.286 hektar. Genangan banjir merambat dan memenuhi area yang lebih rendah, mulai dari permukiman, jalan, hingga persawahan. Banjir baru mulai susut signifikan berkisar 2-3 hari terakhir.
Satgas Tanggap Darurat Bencana Banjir dan Longsor Kabupaten Kerinci mencatat, hingga 17 Januari, banjir dan longsor melanda 16 kecamatan dan 95 desa di kabupaten ini. Sebanyak 6.668 keluarga atau 19.634 jiwa terdampak, sebagian warga mengungsi ke rumah keluarga.
Baca juga: Ratusan Hektar Sawah di Kerinci Gagal Panen akibat Banjir
Bencana longsor di Kerinci juga menelan dua korban jiwa. Selain itu, 31 rumah rusak berat, 62 rumah rusak sedang, dan 73 rumah rusak ringan, serta 4.318 rumah tergenang. Banjir dan longsor turut merusak 19 jembatan, 5 fasilitas kesehatan, 49 fasilitas pendidikan, serta 84 titik jalan, dan membuat puso 876,5 hektar sawah.
”Daerah terdampak banjir terutama yang berada di seputaran Danau Kerinci akibat debit air danau naik karena diguyur hujan terus siang dan malam,” kata Darifus, Ketua Pelaksana Harian Satgas Tanggap Darurat Bencana Banjir dan Longsor Kabupaten Kerinci.
Sementara itu, BPBD Kota Sungai Penuh mencatat, hingga 14 Januari, jumlah wilayah terdampak banjir tinggal 28 desa dan 1 kelurahan. Tujuh desa tidak lagi terdampak banjir. Adapun jumlah warga terdampak 5.673 keluarga atau 17.155 jiwa. Jumlah pengungsi sebanyak 7.175 jiwa. Lahan pertanian terendam banjir seluas 1.139 hektar.
Banjir terparah
Menurut Wahidin, banjir kali ini yang terparah sejak dua dekade terakhir. Kondisinya bahkan lebih parah dibandingkan banjir besar tahun 2000. Di masa lampau rumahnya hanya tergenang sekitar 50 cm dari lantai. ”Tahun-tahun sebelumnya, Danau Kerinci meluap juga, tetapi cuma sampai sawah, tak sampai merendam rumah,” katanya.
Laporan Kompas (28/11/2000) menyebutkan, banjir setinggi 1-1,5 meter merendam sebagian Kabupaten Kerinci, termasuk Sungai Penuh yang masih menjadi bagian kabupaten ini, pada 27 November. Bencana ini menimbulkan dua korban jiwa dan satu korban hilang.
Tim Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) Penanggulangan Bencana Alam (PBA) setempat mencatat, sebanyak 11.000 rumah terendam, 90 rumah hanyut, dan 41 rumah rusak. Sebanyak 8.000 jiwa penduduk terpaksa mengungsi. Sebanyak 3.500 hektar sawah hampir panen rusak terendam dan sekitar 1.000 hektar puso.
Baca juga: Banjir Berlarut Melanda Jambi dan Riau
Lasmita (44), warga Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, juga mengatakan, banjir kali ini yang terparah. Rumahnya yang berjarak sekitar 100 meter dari danau terendam sekitar 1 meter.
”Kami sudah sejak 2008 tinggal di sini belum pernah banjir sampai masuk ke rumah,” ujarnya. Sejak banjir, Lasmita bersama suami dan anaknya mengungsi ke rumah orangtua.
Penyebab
Penasihat Senior KKI Warsi, Rudi Syaf, menyebut banjir di Kerinci terjadi akibat pembukaan hutan dan vegetasi yang terus meluas, termasuk di sekitar Danau Kerinci. Diperparah lagi oleh aktivitas tambang pasir dan emas di sekitar sungai-sungai di hulu. Akibatnya, saat hujan turun dalam intensitas lebih tinggi, kawasan hulu tak mampu menahan air.
Alirannya langsung mengarah ke Danau Kerinci dan mengisi dataran rendah di sekitarnya. Kondisi lebih parah dirasakan karena semakin banyaknya hunian tumbuh di sekitar danau. Tak seperti masa lalu yang bangunannya berpanggung, di masa kini masyarakat membangun rumah dua lantai sekaligus. Saat terjadi banjir, mereka pun menjadi korban. Itu sebabnya, dampak banjir dirasakan oleh lebih banyak warga.
”Di masa lalu orang membangun kebun di sana, tetapi kini jadi permukiman dan semakin padat,” ujarnya.
Rudi mendorong ada kebijakan yang tegas mengenai tata ruang. Wilayah yang selayaknya menjadi daerah resapan dan tampungan air agar jangan dibangun permukiman.
Begitu pula praktik pertanian hortikultura yang semakin masif dikembangkan di dataran tinggi Kerinci, turut memicu erosi dan longsor. ”Petani tanam cabai dan sayuran, lalu tanaman yang ditutupi hamparan plastik. Akibatnya, air hujan mengalir deras begitu saja,” tuturnya.
Tambang liar
Rudi pun melihat semakin banyak tambang pasir dan tambang emas liar dibuka di sekitar anak-anak sungai. Praktik itu kian memicu terjadinya longsor dan banjir.
Pembukaan hutan dan lahan, dari analisis citra, terpantau luas di daerah sempadan sungai. ”Hampir semua wilayah anak-anak sungai di Provinsi Jambi, termasuk Kerinci, mengalami persoalan akibat aktivitas tambang emas dan pasir dengan menggunakan alat berat,” kata Rudi.
Ironisnya, jika ditumpangtindihkan dengan peta perizinan tahun 2023 tercatat 46.256 hektar lahan terindikasi sebagai tambang emas ilegal. Terdata, hanya 1.884 hektar yang berada dalam wilayah pertambangan rakyat (WPR).
”Keberadaan tambang di anak-anak sungai menyebabkan terjadinya sedimentasi atau aliran sungai menjadi dangkal. Ketika intensitas hujan tinggi, sungai tidak menampung,” katanya.
Peneliti Kehutanan dari Universitas Jambi, Bambang Irawan, mengatakan faktor banjir terparah yang dialami Kerinci dan Sungai Penuh tak semata disebabkan curah hujan yang meningkat. Ada banyak faktor lain yang turut memicu, seperti perubahan tutupan lahan yang semakin masif.
”Karena semakin banyak lahan terbuka, jatuhnya air hujan tak mampu disimpan dalam tanah, tetapi langsung mengalir ke wilayah rendah di sekitar. Jadilah banjir,” katanya. Jika Kerinci memiliki lebih banyak vegetasi, banjir dapat dihindari.
Karena itu, lanjutnya, perlu segera dilakukan pembenahan di daerah hulu. ”Restorasi kembali hutannya dan perbaiki jaringan irigasinya serta alur sungainya,” tambahnya.
Ia pun menyayangkan banyaknya tambang emas liar. Aktivitas itu membuat aliran sungai menjadi kian dangkal. Saat air dari hulu datang akan langsung menerobos ke hilir.
Bambang mendorong agar pertanian yang dikembangkan di Kerinci berbasis agroforestry. Hal itu supaya kawasan pertanian dapat tetap berfungsi sebagai daerah resapan air. Pemerintah juga didorong tegas dalam mengatur tata ruang.
Upaya pemerintah
Penjabat Bupati Kerinci Asraf, Rabu (17/1/2023), mengatakan, pihaknya tengah fokus memenuhi kebutuhan dasar warga yang terdampak banjir selama masa tanggap darurat bencana. Masa tanggap darurat sudah diperpanjang dua kali, terakhir diperpanjang selama 15-28 Januari.
Ia enggan berkomentar terkait perambahan hutan dan tambang sebagai pemicu banjir selain faktor hujan. Menurut Asraf, biar para ahli yang menyampaikannya dalam focus group discussion (FGD) yang akan digelar setelah masa tanggap darurat bencana berakhir.
FGD tersebut, kata Asraf, selain mendatangkan pihak Balai Wilayah Sungai Sumatera VI Jambi, juga akan mengundang para ahli, tokoh-tokoh Kerinci dan Sungai Penuh, dan lainnya. Tujuannya mencari penyebab banjir dan longsor dan solusi ke depannya.
”Pembahasan secara komprehensif bersama para ahli supaya kita tidak berandai-andai, supaya nanti permasalahannya dapat betul-betul diselesaikan secara menyeluruh,” ujarnya.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Sungai Penuh Defi Saputra mengatakan, pemkot tidak bisa sendiri mencari solusi bencana banjir ini. Semua pihak harus terlibat dari pemda, pemprov, hingga pemerintah pusat. ”Harus dicari jalan keluar agar Batang Merao tidak meluap lagi,” ujarnya.
Gerakan bersama untuk mencegah banjir sepertinya perlu dilakukan segera agar bencana tak lagi mengintai warga.