Ironi Kecelakaan Transportasi Laut di Labuan Bajo
Sejumlah kecelakaan laut di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, sangat mengganggu destinasi pariwisata superprioritas.
Kecelakaan kapal motor di perairan Taman Nasional Komodo dan sekitarnya terus terjadi setiap tahun. Kecelakaan kapal pariwisata itu justru terjadi di destinasi wisata superprioritas. Banyak pelaku usaha wisata dari luar merekonstruksi perahu bekas milik nelayan lokal menjadi kapal bertingkat. Selain itu, banyak nakhoda kapal kurang paham kondisi perairan setempat.
Pengadaan kapal motor untuk touring dilakukan oleh pelaku usaha pariwisata. Pemerintah tidak terlibat menentukan atau menetapkan kriteria kapal yang digunakan untuk mengantar wisatawan bepergian ke sejumlah pulau di dalam kawasan Taman Nasional Komodo dan sekitarnya.
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Mangggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Evodius Konsomar di Labuan Bajo, Senin (8/1/2024), mengatakan, kasus kecelakaan terakhir yakni pada Kamis (4/1/2024). Kapal motor Alfathran yang membawa lima wisatawan asing, enam penumpang, enam ABK, dan satu pemandu wisata dari Labuan Bajo ke Pulau Komodo kandas pukul 13.00 Wita. Semua wisatawan dan ABK selamat setelah dievakuasi tim gabungan dari TNI AL dan Polres Manggarai Barat.
”Ini kecelakaan pembukaan di awal tahun. Ke depan, kemungkinan terjadi lagi jika pihak berwenang tidak menangani sistem pelayaran secara komprehensif,” katanya.
Baca juga: TN Komodo Masuk 10 Besar Destinasi Pariwisata Favorit Dunia
Ini kecelakaan pembukaan di awal tahun. Ke depan, kemungkinan terjadi lagi jika pihak berwenang tidak menangani sistem pelayaran secara komprehensif.
Kasus kecelakaan ini berlangsung sejak 2015 setelah setelah komodo ditetapkan menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia pada 2013 oleh Swiss Open World Corporation.
Sejak saat itu jumlah kunjungan wisatawan terus meningkat. Hotel, homestay, dan rumah penduduk disulap menjadi tempat penginapan bagi wisatawan. Kunjungan ke Labuan Bajo terus mengalami lonjakan setelah pemerintah menetapkan Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata superprioritas, 2018. Sejumlah infrastruktur megah pun dibangun guna mendukung pengembangan pariwisata.
”Namun, masalah krusial yang dihadapi pengunjung yakni kecelakaan lalu lintas laut yang selalu berulang. Setiap tahun rata-rata tujuh kecelakaan. Kasus ini pun menjadi viral ke seluruh dunia sehinggamengganggu rencana wisatawan yang hendak bepergian dengan kapal laut dari Labuan Bajo ke sejumlah pulau di di wilayah itu,” kata Evodius.
Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo, dan Pemerintah Provinsi NTT, dan pihak terkait menargetkan jumlah wisatawan ke Labuan Bajo 2024 lebih dari 1 juta orang. Target 1 juta itu perlu didukung dengan sejumlah persiapan, termasuk kenyamanan dan keamanan wisatawan selama berlayar.
Baca juga: Banyak Nakhoda Kapal Belum Paham Jalur Aman di Perairan Labuan Bajo
Pemerintah tidak hanya mengandalkan nama ”superprioritas”, tetapi juga perlu menyediakan fasilitas pendukung. Sepanjang 2023, jumlah wisatawan ke Labuan Bajo sebanyak 423.847 orang.
Pemandu wisata Labuan Bajo, Stefan Rafael (56), mengatakan, ia pernah memiliki sebuah kapal motor mengantar wisatawan. Namun, masalah sampah berkeliaran di perairan Labuan Bajo. Ia memilih fokus menangani sampah. ”Sesekali juga menjadi pemandu wisata jika mendesak,” katanya.
Ia menilai, kecelakaan kapal motor wisatawan selama ini disebabkan beberapa faktor. Salah satu penyebabnya adalah konstruksi kapal yang salah. Stefan menceritakan, sejumlah pelaku usaha dari luar Labuan Bajo melihat laut cukup tenang. Mereka lalu membeli perahu kayu milik nelayan setempat kemudian dimodifikasi menjadi kapal dengan 2-3 tingkat.
”Tidak peduli kondisi badan perahu. Lebar kapal pun hanya 3 meter dan panjang 5-6 meter. Memiliki ketinggian sampai 6 meter. Kondisi ini menyebabkan badan kapal tidak seimbang. Saat berlayar dan diterjang gelombang atau angin laut, kapal pun mudah celaka,” kata Stefan.
Baca juga: Tersihir Keindahan Labuan Bajo
Di sisi lain, ungkap Stefan, nakhodaatau kapten kapal dari luar wilayah Labuan Bajo tidak pandai membaca tanda-tanda alam dan tidak mengenal kondisi perairan perairan secara tepat. Beberapa kali nakhoda kapal berlayar sesuai permintaan wisatawan, terutama wisatawan asing, yang selalu on time, tanpa mempertimbangkan cuaca saat itu.
Wilayah perairan di Taman Nasional Komodo sering dilanda hujan atau angin badai secara mendadak saat berada di laut. ”Orang lokal menyebutkan kala-kala. Nakhoda kapal harus tahu kapan kala-kala itu muncul. Jika muncul, mereka harus tahu bagaimana cara menghindar atau menghadapinya,” katanya.
Sementara itu, nakhoda lokal lebih memahami tanda-tanda alam di perairan Labuan Bajo. Salah satunya memilih waktu berlayar yang aman, yaitu pukul 06.00. Namun, banyak juga turis yang minta berangkat pukul 07.00 atau 08.00 sehingga angin tenggara sudah berembus dengan kekuatan yang sangat mengganggu.
”Orang menilai kapal telah melalui perjalanan laut yang panjang pasti laik beroperasi. Lagi pula, wilayah perairan Komodo hanya pulau-pulau kecil, saling berdekatan. Keselamatan terjamin,” kata Stefan.
Di perairan Komodo terdapat sekitar 150 pulau kecil yang indah untuk dikunjungi wisatawan. Pulau-pulau ini diapit perairan Hindia Selatan dengan pulau-pulau di bagian utara Flores, berbatasan wilayah Sumbawa, NTB. Perairan Komodo mirip sungai yang mengalir dengan bebatuan yang menghadang. Banyak orang tidak mengetahui kondisi perairan sesungguhnya.
Air laut dangkal itu mengalir deras sepert sungai besar, melewati batu-batuan yang menghadang. Nakhoda lokal menyebutnya ”batu mandi” dan sudah menghafal di mana itu berada. ”Batu mandi” tidak kelihatan saat air pasang, tetapi sangat membahayakan pelayaran. Sejumlah kapal sering karam di tempat itu.
”Nakhoda kapal harus kuasai laut di sana. Jam berapa sebaiknya berlayar, arah angin pada siang dan malam hari, serta kondisi arus laut saat itu. Jangan melawan arus karena sangat berbahaya, tetapi ikut arus lebih cepat, selain irit bahan bakar,” kata Stefan.
Baca juga: Pelabuhan Kargo dan Penumpang di Labuan Bajo Bakal Dipisah
Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Labuan Bajo Stephanus Risdiyanto mengatakan, sejak menjabat di sana, rasio kecelakaan terus menurun. Tahun 2021, rasio kecelakaan 0,48 turun menjadi 0,45 (2022) dan 0,36 (2023). Itu berarti ada perbaikan di sejumlah sektor.
”Tahun ini kita melakukan gerai pas kecil dan pelayanan keselamatan secara gratis kepada lebih dari 300 kapal, di luar pas besar dan kapal besar lain. Kita juga melakukan pelatihan basic safety training, keterampilan melaut, dan memberikan sertifikat kepada sekitar 600 orang,” kata Stephanus.
Setiap terjadi kecelakaan laut selalu tertangani dengan cepat dan tepat. Juga melibatkan semua pihak terkait. Belum ada korban jiwa dalam kecelakaan itu dalam beberapa tahun terakhir.