Uskup Emeritus Antonius Pain Ratu SVD berpulang pada Sabtu (6/1/2024). Ia jatuh di kamar mandi dan dirawat semalam di rumah sakit, tetapi tidak tertolong.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
ATAMBUA, KOMPAS — Uskup Emeritus Antonius Pain Ratu SVD berpulang dalam usia 95 tahun pada Sabtu (6/1/2024). Uskup emeritus tertua pertama di Indonesia ini sangat menentang tindak kekerasan dan mengajarkan toleransi antarumat beragama. Ia juga menulis sejumlah buku dan mendirikan Tarekat Suster Puteri Maranata.
Uskup Anton meninggal setelah mengalami gangguan paru-paru dan pernapasan seusai jatuh di kamar mandi pada Selasa (2/1/2024). Menurut Vikaris Jenderal Keuskupan Atambua, P Vinsensius Wun SVD, Sabtu, Uskup Anton masih merayakan ulang tahun ke-95 di kediamannya, di Kapela Bitauni, sekitar 30 kilometer dari Atambua, Belu, Nusa Tenggara Timur, Selasa.
Seusai perayaan ulang tahun bersama sejumlah umat, para pastor dan suster, putra kelahiran Lamawolo, Adonara, Flores Timur, ini meminta bertemu umat di Paroki Kristus Raja Haumeni, Timor Tengah Utara.
”Bapak Uskup mau pamit dengan umat di sana. Paroki itu pertama kali ia layani setelah ditahbiskan sebagai pastor oleh Uskup Gabriel Manek SVD, 17 Agustus 1958. Setelah berpamitan dengan umat Paroki Haumeni, Uskup kembali ke kediamannya. Ia masuk kamar mandi dan jatuh di lantai. Beliau mengalami benturan di bagian paha. Ia dirujuk ke Atambua selama dua hari, kemudian minta balik ke kediamannya di Bitauni,” kata Vinsensius.
Namun, kondisi kesehatan Uskup Anton memburuk sehingga pada Kamis (4/1/2024) beliau dirawat di RS Katolik di Halilulik milik biarawati dari konggregasi SSpS. Uskup Anton hanya dirawat satu malam di rumah sakit itu. ”Kondisi kesehatan memburuk sehingga pagi tadi diantar ke Rumah Sakit Umum Daerah Gabriel Manek di Atambua. Ia masuk ke bagian instalasi gawat darurat. Saat sedang dirawat, Bapak Uskup mengembuskan napas terakhir pukul 10.15 Wita hari ini,” kata Vinsensius.
Sebagai penghormatan, jenazah Antonius Pain Ratu SVD pada Sabtu sore akan diarak dari rumah sakit menuju aula St Dominikus di Emaus, sekitar 10 kilometer dari Atambua. Lalu pada pukul 19.00 Wita akan digelar misa requiem oleh Pater Provinsial SVD Timor, P Didimus Nai SVD.
Selanjutnya pada Minggu (7/1/2024) jenazah diarak ke Katedral Sta Maria Immaculata Atambua dan disemayamkan selama dua malam di tempat itu. Persemayaman itu dilakukan guna memberi kesempatan kepada umat untuk melayat dan memberi penghormatan terakhir. Sesuai permintaan keluarga, jenazah akan dimakamkan pada Selasa (9/1/2024) di Atambua.
Mgr Antonius Pain Ratu SVD lahir di Lamawolo, Adonara, Flores Timur, 2 Januari 1929. Beliau mengenyam pendidik sekolah rakyat di Leworere, Adonara, tahun 1939 dan pendidikan lanjutan di Vervolgd School di Larantuka pada 1940-1942.
Ia masuk seminari Todabelu di Mataloko, Ngada, pada 1942-1950. Lalu dilanjutkan belajar di Seminari Tinggi St Paulus Ledalero tahun 1950-1958. Kemudian ia ditahbiskan menjadi Imam Katolik di Ende, 17 Agustus 1958, oleh Uskup Gabriel Manek SVD.
Setelah ditahbiskan, Antonius Pain Ratu ditempatkan di Paroki Gereja Kristus Raja Haumeni di Timor Tengah Utara, 1958-1973. Kemudian ia mengikuti pendidikan antropologi budaya di Roma dan institute pastoral Asia di Filipina.
Selama hidup, beliau menjabat sebagai Uskup Tituler Zaba (1982-1984) dan Uskup Auksilier Atambua (1982-1984). Ia juga membantu uskup diosesan dalam memenuhi kebutuhan pastoral dan administrasi keuskupan.
Tahun 2006, Uskup Anton berperan menyerukan penghentian kekerasan dan perusakan masyarakat Atambua terkait eksekusi mati Fabianus Tibo, Marianus Riwu, dan Dominggus Dasilva. Ia terlibat aktif memperjuangkan hak-hak hidup masyarakat eks Timor Timur yang masuk Atambua pada 1999. Ia juga melarang adanya tindak kekerasan dan intimidasi terhadap hak-hak hidup manusia saat itu.
Uskup Anton menjadi motivator membangun toleransi dan persatuan antarumat beragama di Atambua dan Kefamenanu, daerah perbatasan langsung dengan Timor Leste. Ia turut menjadi imam dan uskup panutan para biarawan dan pastor katolik di wilayah Keuskupan Atambua selama memimpin wilayah itu.
Sekretaris Umum Pastoral Keuskupan Atambua Yosef Hello menyebutkan, Uskup Anton memiliki ”jam terbang tinggi”. Ia selalu ingin bekerja dalam tim bersama para pastor dan awam Katolik. Memiliki visi pelayanan, umat Atambua berkembang menjadi mandiri dan terlibat melakukan perubahan-perubahan bernilai bagi semua orang.
Semasa hidup, Uskup Anton memiliki hobi berenang di laut dan joging di pantai untuk menjaga kebugaran tubuh sejak kecil sampai menjadi uskup emeritus.
Uskup Antonius Pain Ratu menjabat sebagai Uskup Atambua sejak 1984 dengan moto tahbisan uskup maranata, datanglah. Jabatan uskup ini diemban hingga 2 Juni 2007. Setelah itu, ia mengajukan surat pengunduran diri dan diterima gereja Katolik Roma dengan alasan usia. Setelah menjadi uskup emeritus, Uskup Anton memilih tinggal di pastoral di Bitauni.
Ia digantikan oleh Uskup Dominikus Saku Pr, 2 Juni 2007, setelah pengunduran dirinya diterima gereja Katolik Roma.
Selama beristirahat dari jabatan Uskup Atambua, Uskup Anton menghabiskan waktu untuk membaca dan menulis. Setidaknya tiga buku ditulis dan dibagikan kepada para pastor dan biarawan-biarawati, yakni Menuju Pastoral Gereja Umat,Gerak Langkah Sang Gembala, dan Spiritualitas Sang Pendiri Tarekat Suster Puteri Maranata.
”Uskup Anton sebagai pendiri Tarekat Suster Puteri Maranata Keuskupan Atambua 2005. Tarekat ini masih berdiri dengan ratusan anggota sampai hari ini,” kata Yosef.
Fransiska Nino (54), umat Paroki Kristus Raja Haumeni, Timor Tengah Utara, merasa kehilangan tokoh panutan. Uskup Anton, menurut dia, selalu membela yang kecil dan tertindas. Uskup Anton juga dikenal sangat dekat dengan umat di saat umat mengalami kesulitan.