Tanggap Darurat Kemanusiaan untuk Pengungsi Rohingya di Deli Serdang
UNHCR menyebut kondisi pengungsi Rohingya di pantai Karnang Gading, Deli Serdang, memprihatinkan. Tempat penampungan hanya bisa diakses dari laut. Konflik dengan masyarakat lokal juga mulai terjadi.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS —Sudah lima hari 157 pengungsi etnis Rohingya mendirikan tenda darurat di pinggir pantai hutan mangrove di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Keadaan mereka memprihatinkan karena bantuan hanya bisa dikirim melalui transportasi laut. Di sisi lain, penolakan masyarakat terhadap pengungsi mulai muncul.
Untuk membicarakan penanganan pengungsi, pemerintah bersama pemangku kepentingan lainnya mengadakan rapat di kantor Gubernur Sumatera Utara, Medan, Jumat (5/1/2023). Mereka memutuskan untuk melakukan tindakan tanggap darurat kemanusiaan selama 14 hari pertama.
”Sampai 14 Januari pengungsi tetap ditempatkan di sana. Keputusan lebih lanjut akan diambil setelah penanganan tindak tanggap darurat selama 14 hari,” kata Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Sumut Basarin Yunus Tanjung kepada wartawan seusai memimpin rapat.
Rapat itu dihadiri perwakilan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumut, serta Komisi Tinggi Urusan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR).
Basarin menyebutkan, hasil pendataan terakhir, ada 157 orang pengungsi Rohingya memasuki wilayah Indonesia di Desa Karang Gading. Pengungsi Rohingya mendirikan tenda dari terpal biru di pinggir pantai itu. Para pengungsi terdiri dari 81 dewasa dan 76 anak-anak. Sebanyak 23 di antaranya merupakan bayi di bawah lima tahun (balita).
Basarin mengatakan, saat ini para pemangku berfokus memberikan tindakan kedaruratan kemanusiaan, seperti memasok kebutuhan makan, minum, dan air bersih. Saat ini kebutuhan dasar pengungsi dipasok oleh Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), Badan Amil Zakat Nasional, dan Pemkab Deli Serdang.
Basarin menyebut, mereka mendapat informasi munculnya penolakan dari masyarakat di dekat pantai itu. Mereka tinggal di pantai yang berdekatan dengan salah satu kampung di Desa Kwala Besar, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.
”Sejak awal sudah diantisipasi agar jangan sampai ada gesekan antara pengungsi dan masyarakat setempat. Di sana sudah ada pengamanan dari aparat kepolisian, TNI, dan pemerintahan kecamatan setempat,” kata Basarin.
Kepala Rumah Detensi Imigrasi Medan Kemenkumham Sarsaralos Sivakkar menyebut, yang dilakukan pemerintah saat ini hanya memberikan kebutuhan dasar, yakni makan dan minum. Adapun fasilitas permanen, seperti dapur umum dan sumber air bersih, tidak difasilitasi pemerintah.
Informasi itu, kata dia, sangat penting agar tidak beredar informasi yang salah di masyarakat. ”Jangan dipelintir lagi ini. Pengungsi diberikan fasilitas sementara, bukan untuk setahun atau dua tahun,” kata Sarsaralos.
Untuk menangani gelombang kedatangan pengungsi Rohingya yang baru, kata Sarsaralos, saat ini sedang dibicarakan di tingkat pemerintah pusat. Langkah itu penting karena dalam beberapa bulan ini gelombang kedatangan pengungsi Rohingya yang datang ke Indonesia semakin besar.
Protection Associate UNHCR Oktina Hafanti mengatakan, kondisi para pengungsi di tempat penampungan darurat di Karang Gading sangat memprihatinkan. Pengiriman bantuan kebutuhan dasar juga sulit dilakukan karena akses transportasi yang sulit. Untuk menjangkau tempat penampungan itu, harus menggunakan kapal laut lebih dari satu jam perjalanan dari Medan Belawan.
”Kondisinya masih sangat memprihatinkan sehingga kami memohon kepada pemerintah untuk digeser tempatnya guna mempermudah memasok bantuan. Air bersih tidak ada, pasokan makanan harus dari desa di sekitarnya. Sumur bor juga belum ada,” kata Oktina.
Kondisinya masih sangat memprihatinkan sehingga kami memohon kepada pemerintah untuk digeser tempatnya untuk mempermudah memasok bantuan. Air bersih tidak ada, pasokan makanan harus dari desa di sekitarnya. Sumur bor juga belum ada.
Oktina menyebut, sekitar 83 orang pengungsi sudah mempunyai kartu pengungsi dari UNHCR. Mereka juga sedang mendata pengungsi lainnya agar mendapat kartu pengungsi. Oktina menyebut, penanganan pengungsi asing tidak bisa hanya dilakukan oleh UNHCR, tetapi juga dengan bantuan pemerintah pusat dan daerah.
Sebelumnya, Panglima Kodam I/Bukit Barisan Mayor Jenderal Mochammad Hasan menyebut, pengungsi Rohingya menggunakan cara baru untuk masuk ke wilayah Indonesia setelah mendapat penolakan di wilayah Aceh. Mereka juga memilih tinggal di pantai yang sulit diakses masyarakat. Pengamanan pantai timur Sumut diperketat untuk menekan gelombang kedatangan pengungsi Rohingya.
Kepala Kepolisian Resor Pelabuhan Belawan Ajun Komisaris Besar Janton Silaban menyebut, ada dugaan nakhoda kapal pengangkut pengungsi sengaja menenggelamkan kapal setelah sampai di Deli Serdang. Hal itu agar mereka tidak ditolak masuk ke wilayah Indonesia.