Nusa Tenggara Timur sedang terancam El Nino. Ancaman gagal panen di depan mata.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Kekeringan akibat El Nino mengancam Nusa Tenggara Timur sampai April 2024. Hujan turun, tetapi tak merata dengan intensitas terbatas. Petani butuh pendampingan dalam menghadapi ancaman tersebut.
Kepala Stasiun Klimatologi Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kupang Rahmatullaj Adji, Jumat (5/1/2024), mengatakan, ancaman El Nino ini sudah diprediksi dan disampaikan pihak BMKG sejak awal musim hujan 2022/2023. Bahwa fenomena El Nino bakal muncul di NTT pada musim hujan 2023/2024 dan itu sudah terbukti saat ini.
”Sesuai pantauan satelit, sebagian besar wilayah masih tanda merah, artinya belum masuk musim hujan. Tetapi, tidak berarti tidak ada hujan sama sekali di wilayah itu. Sudah terjadi hujan, tetapi hanya sporadis, ringan, sedang, bahkan disertai angin badai tetapi hanya sebentar seperti terjadi saat ini,” kata Adji.
Suatu wilayah dikatakan memasuki musim hujan jika dalam satu dasarian pertama turun hujan 50 mm atau lebih, lalu muncul diikuti dasarian berikut.
Sebanyak 26 titik di NTT yang telah memasuki musim hujan antara lain Manggarai Barat bagian utara, Manggarai bagian utara, Manggarai Timur bagian utara, dan Ngada bagian utara. Selain itu, ada pula Manggarai Timur bagian timur, Ngada dan Nagekeo bagian barat, Sumba Barat bagian timur, Sumba Tengah bagian selatan, dan Sumba Timur bagian tengah.
Daerah yang juga sudah memasuki musim hujan ialah Kabupaten Rote Ndao, Sabu Raijua, Manggarai Barat bagian tengah, Manggarai Barat bagian timur, Manggarai bagian tengah, dan Manggarai Timur bagian tengah. Timor Tengah Utara bagian timur, Belu bagian selatan, dan Malaka bagian utara. ”Musim hujan ini tidak menyeluruh terjadi di satu kabupaten/kota,” katanya.
Adapun daerah yang belum memasuki musim hujan atau masih tanda merah perlu waspada. Masyarakat harus lebih hemat menggunakan air untuk kebutuhan rumah tangga, pengairan, dan peternakan. Jangan membiarkan air hujan yang ada menghilang begitu saja, atau mengalir ke laut. Air itu harus ditanam.
”Petani diusulkan memilih jenis tanaman yang tahan panas dan usia panen lebih cepat seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Petani lahan kering sudah paham soal itu. Tetapi, perlu diingatkan lagi bahwa kita sedang menghadapi El Nino,” kata Adji.
Agus Nitsae (58), petani Dusun Tilong, Desa Oelnasih, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, mengatakan, tanaman jagung diselingi umbi-umbian, kacang-kacangan, dan jenis tanaman lain di areal seluas 2 hektar di dusun itu sudah layu. Tanaman itu berusia dua pekan. Ia sama sekali tidak tahu soal ancaman El Nino. Kata El Nino itu pun tidak dipahami.
Anggota kelompok tani Makmur Mandiri ini mengatakan, semua petani lahan kering di dusun itu tidak memiliki ponsel Android atau sejenisnya untuk bisa mengikuti informasi dari BMKG soal iklim. Selain kurang terampil dalam pengoperasian, ponsel itu hanya dimiliki anak-anak untuk mendukung kegiatan belajar. Lagi pula paket data dan pulsa pun terbatas.
”Belum ada petugas penyuluh pertanian lapangan datang ke kelompok tani, menyampaikan informasi soal keterbatasan air hujan tahun ini. Saya dengar, mereka lebih sering ke petani hortikultura yang sudah memiliki sumur bor. Mengambil foto-foto tanaman segar di situ untuk dilaporkan,” kata Nitsae.
Koordinator Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM) NTT Vinsensius Nurak mengatakan, hampir semua petani tidak mengetahui bakal terjadi El Nino dalam musim tanam tahun ini. YMTM memiliki petani binaan sekitar 100.000 kepala keluarga (KK) petani, tersebar di daratan Timor dan Flores. Mereka adalah petani lahan kering.
Para petani mengeluhkan keterbatasan hujan tahun ini. Padahal, jagung, padi ladang, dan jenis tanaman lain sudah tumbuh. Usia tanaman bervariasi, satu pekan sampai tiga pekan. Tanaman itu pun mulai layu.
Ia berharap pengambil kebijakan, terutama instansi teknis, terlibat aktif mendampingi petani lahan kering, menyiasati ancaman kekeringan. Masih ada curah hujan, tetapi intensitas terbatas. Bagaimana petani menghadapi masalah ini agar masih memiliki stok pangan pada puncak kemarau yang akan datang.
Belum ada petugas penyuluh pertanian lapangan datang ke kelompok tani, menyampaikan informasi soal keterbatasan air hujan tahun ini.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Kupang Amin Djuaria saat dihubungi mengaku belum mendapat laporan langsung dari lapangan. Petugas penyuluh lapangan, menurut dia, terus berada di lapangan untuk memantau serta mendampingi. Jika ada masalah, tentu ada laporan.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTT Ambrosius Kodo mengatakan sedang merevisi dukungan kontingensi kebencanaan untuk memastikan kondisi di lapangan terkait dengan kondisi hidrometereologi saat ini. Apa saja bantuan sosial yang perlu diintervensi secepatnya.
”Saya ulangi lagi. Menyangkut gagal panen dan rawan pangan, pemda sudah punya stok beras. Tiap-tiap kabupaten/kota sebanyak 100 ton sehingga keseluruhan 2.200 ton. Ditambah 200 ton di pemprov, menjadi 2.400 ton. Ini dikeluarkan jika kondisi sudah masuk darurat bencana,” kata Ambrosius.