Mengejar Mimpi ke Morowali
Ledakan smelter yang menewaskan 19 pekerja tak menghalangi ratusan orang lain melabuhkan mimpi bekerja di Morowali.
Tahun 2024 mestinya menjadi tahun penuh makna bagi Irfan Bukhari (26). Pemuda asal Polewali Mandar, Sulawesi Barat, ini berencana meminang kekasih hatinya dan melangsungkan pernikahan.
Saat pulang beberapa bulan lalu, dia mengatakan kepada keluarganya bahwa itu adalah cuti terakhirnya tahun ini. Dia berencana mengumpulkan cutinya untuk keperluan menikah.
Siapa sangka, ledakan tungku smelter di PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) yang berada di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Minggu (24/12/2023), benar-benar menjadi hari terakhirnya. Irfan menjadi salah satu dari 19 korban tewas dalam insiden tersebut.
Baca juga : Ledakan Smelter Tewaskan 19 Orang, Polisi Periksa 17 Saksi
Kaharuddin Qasyim (31), paman korban, bercerita, sudah setahun Irfan bekerja di perusahaan ini. Selama setahun itu, setiap bulan dia mengirim uang pada orangtuanya. Dia juga ikut membiayai sekolah adik bungsunya. Ayahnya adalah petani dan ibunya berjualan kue. Selama ini Irfan memang punya mimpi menjadi penopang dan membahagiakan keluarga.
”Belakangan bapaknya sakit-sakitan. Irfan sudah meminta bapak dan ibunya agar berhenti saja bekerja. Dia yang akan menopang keluarga. Soal pernikahannya, kedua keluarga juga sudah berbicara. Irfan mengatakan akan menabung juga untuk menambah biaya nikah,” kata Kaharuddin, Kamis (28/12/2023).
Bekerja dan menopang keluarga juga dilakoni Martinus (26), salah satu korban yang hingga kini masih dirawat intensif di ruang ICU RSUD Norowali. Menurut Hendra (25), adiknya, sejak bekerja di PT ITSS, Martinus rutin mengirim sebagian gajinya untuk membantu kedua orangtuanya. Uang ini di antaranya untuk menambah biaya kuliah adiknya.
”Seharusnya akhir tahun ini kami berkumpul semua bersama orangtua. Kakak juga bilang sudah mengambil cuti. Ternyata ceritanya jadi lain. Sampai sekarang ibu saya belum datang karena syok.” katanya.
Di Sampoddo, Kota Palopo, Bani (60) adalah seorang ibu tunggal yang setiap bulan menerima kiriman uang dari Anshar (27), anaknya yang bekerja di PT IMIP. Ditinggal suaminya, dia bersyukur dipinjami bekas warung oleh kerabatnya. Di situ dia tinggal sekaligus berjualan kopi, teh, dan panganan.
”Kami miskin, tapi alhamdulillah saya masih bisa berjualan. Saya juga bersyukur anak saya jadi karyawan perusahaan. Dari tiga bersaudara, hanya dia yang bekerja di perusahaan. Kakaknya berdagang kecil-kecilan, satu lagi jadi nelayan. Saya hanya berdoa dia selalu baik-baik saja di Morowali,” katanya.
Tanah harapan
Bagi sebagian orang, menyebut Morowali berarti menyebut tambang, industri nikel, dan peluang hidup. Selama beberapa tahun terakhir usaha tambang dan industri nikel tumbuh pesat di daerah ini.
Tak heran, bagi para pencari kerja, Morowali adalah tujuan, serupa tanah harapan. Tak hanya pencari kerja, orang-orang yang merintis usaha kecil hingga besar juga menjadikan daerah ini sebagai tujuan. Mereka berharap berkah dan peluang di tengah maraknya industri di daerah ini.
Kamis (28/12/2023), suasana di sekitar kawasan industri PT IMIP, di Bahodopi, Morowali, begitu riuh. Lalu lalang pekerja keluar masuk kawasan industri. Ribuan kendaraan bermotor roda dua milik pekerja, diparkir dan tersebar di beberapa titik. Truk besar hilir mudik menjemput dan mengambil material. Pada saat pertukaran sif kerja atau saat karyawan datang dan pulang, kemacetan panjang akan terjadi di jalan sekitar kawasan industri.
Di sepanjang jalan dari Bungku ke Bahodopi, warung makan, toko yang menjual berbagai keperluan, bengkel, rumah indekos, penginapan, dan tempat usaha lain berjejer memadati kiri kanan jalan. Umumnya ruas jalan tak seberapa lebar. Saat truk besar melintas, sebagian kendaraan lain harus menepi.
Di antara keramaian itu, ada Alfian (26) yang berasal dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Sudah lebih sebulan dia menumpang di kamar indekos milik kerabatnya yang telah bekerja di PT IMIP.
”Saya memasukkan lamaran dan menunggu jadwal interview. Saya juga tidak tahu sampai kapan akan menunggu, akan diterima atau tidak. Saya masih bersabar. Semoga nanti ada jawaban,” katanya.
Baca juga : Kemenaker Selidiki Ledakan Smelter di Morowali
Seusai menyelesaikan kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Makassar, dia risau karena belum juga bekerja. Sebagai anak lelaki pertama di keluarganya, dia ingin sekali meringankan beban orangtuanya. Dia juga punya mimpi bisa menikah dan menghidupi keluarga dengan hasil keringat sendiri.
”Bapak petani, ibu tidak bekerja. Ada adik saya yang masih sekolah. Saya sudah dibiayai kuliah dengan segala susah payah orangtua. Saatnya saya yang membantu mereka, setidaknya membantu biaya sekolah adik saya,” katanya.
Peristiwa ledakan tungku smelter yang terjadi di PT ITSS, salah satu tenant di bawah PT IMIP, tak jadi soal bagi pencari kerja. Mereka tetap berharap bisa bekerja di PT IMIP atau salah satu industri nikel lainnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulteng Arnold Firdaus menyampaikan, daerah Morowali hingga Morowali Utara memang menjadi magnet tenaga kerja. Di kawasan IMIP saja, sejauh ini ada sekitar 72.000 tenaga kerja dengan target total di 2023 sebanyak 80.000 pekerja. Dari jumlah tersebut, sebanyak 87 persen adalah pekerja lokal, dan selebihnya pekerja asing.
”Untuk pekerja lokalnya itu memang sebagian besar dari luar daerah, baik dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, hingga Jawa. Untuk pekerja dari Sulteng sendiri mungkin berkisar 20 persen,” tutur Arnold yang dihubungi dari Kendari, Kamis (28/12/2023).
Jumlah pekerja itu belum termasuk ribuan pekerja di perusahaan lainnya. Di Morowali Utara, juga ada PT Gunbuster Nickel Industry yang memiliki tenaga Kerja hingga kisaran 15.000 orang dan akan terus bertambah seiring pembangunan yang digenjot perusahaan.
Masifnya perusahaan dan tenaga kerja ini, ia melanjutkan, seiring pamor nikel yang semakin mentereng. Perusahaan dari sejumlah negara, terutama China, berinvestasi untuk membuka pemurnian dan pengolahan nikel skala besar.
Kalau jalanan macet setiap hari, udara tidak segar, maka akan berpengaruh ke kinerja para pekerja.
Secara umum, kehadiran industri ini memberi dampak ke daerah. Untuk tingkat pengangguran terbuka di Sulteng, misalnya, di Agustus 2023 sebanyak 47.080 orang atau di angka 2,95 persen. Jumlah ini turun 2.000 orang dibandingkan data Agustus 2022 yang mencapai 49.150 orang.
”Untuk pengangguran Sulteng selalu turun tiga tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi juga tinggi, jadi tentu memiliki dampak yang cukup besar bagi daerah,” katanya.
Mengantisipasi dampak
Akan tetapi, ia menambahkan, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dan dikaji ulang ke depannya. Terkait dana bagi hasil ke daerah, misalnya, terhitung sangat kecil jika dibandingkan pajak dan royalti dari perusahaan yang mencapai triliunan rupiah.
Selain itu, terkait tata ruang dan lingkungan hidup juga penting untuk dipikirkan. Sebab, pembangunan kawasan industri berkelindan dengan ruang hidup masyarakat, dan kesehatan secara luas.
”Kalau jalanan macet setiap hari, udara tidak segar, maka akan berpengaruh ke kinerja para pekerja. Ini faktor eksternal juga yang bisa menjadi faktor terjadinya kecelakaan kerja di perusahaan. Ini yang harus dipikirkan ulang bersama, apakah pemerintah pusat yang mengambil alih, atau seperti apa. Karena kami di daerah serba terbatas, termasuk dana bagi hasil tadi yang tidak seberapa,” ungkapnya.
Di Morowali juga kawasan pengembangan industri lain, antisipasi berbagai dampak, khususnya dampak buruk perlu dilakukan menyeluruh. Tanah harapan itu perlu dijaga agar tak berubah menjadi tanah petaka.