Pedagang Pasar Mardika Ambon Telantar
Ketidakjelasan mekanisme penempatan dan biaya sewa membelit pedagang Pasar Mardika. Ada dugaan kolusi dalam pengelolaan.
AMBON, KOMPAS — Pedagang Pasar Mardika di Ambon, Maluku, telantar karena belum bisa menempati kios baru di dalam pasar. Persoalan pendataan dan tingginya harga membuat pedagang belum dapat menempati kios baru.
Selain masalah di gedung baru, muncul dugaan kolusi dalam pengelolaan ruko yang berada di sekitar Pasar Mardika.
Dari pantauan di lapangan, Selasa (26/12/2023), pembatas berupa seng yang sebelumnya menutupi gedung baru Pasar Mardika sudah dibongkar. Sebelumnya, bangunan ini masih ditutup sehingga progres dan bentuk bangunan tidak terlihat dari jalanan di sekitar pasar.
Fatimah Maraban (40) menjelaskan, ia menjadi salah satu pedagang yang akan pindah ke pasar baru ini. Fatimah yang masih berdagang tepat di luar Pasar Mardika berharap dirinya dan puluhan pedagang lain bisa segera menempati gedung baru tersebut.
Proses relokasi dari sisi jalan ke dalam gedung terhambat akibatnya adanya permasalahan biaya sewa dan sengkarut pendaftaran kios. Adanya perbedaan data penyewa membuat pemerintah melakukan pendataan ulang.
”Belum ada jadwal pasti mengenai penempatan pedagang karena sempat ada penundaan registrasi dan verifikasi data ulang. Dalam waktu dekat akan pendataan ulang lagi. Harapannya bisa segera ditempati karena beberapa pedagang juga sudah membayar sewa untuk masuk ke dalam,” ucapnya.
Baca juga : Bangun Komunikasi dengan Pedagang Pasar Mardika Ambon
Adapun pengelola Pasar Mardika menetapkan biaya sewa Rp 600.000 per bulan untuk sewa kios buah dan sayur serta Rp 1,2 juta per bulan untuk kios sembako. Menurut rencana, puluhan pedagang yang masih berjualan di sisi jalan akan dipindahkan ke gedung baru ini.
Halimah Kailulu (42), pedagang buah, mengatakan, biaya tersebut masih terlalu besar untuk dirinya yang memiliki penghasilan tidak tentu.
Ia berharap pemerintah dan pengelola bisa memberikan harga yang sesuai nilai keekonomian pedagang. Hal ini agar proses relokasi berlangsung lancar serta kesemrawutan yang terjadi di pasar bisa diselesaikan
Permasalahan biaya sewa dan pendaftaran kios ini diminta untuk segera diselesaikan agar pedagang segera pindah dari jalan. Pedagang sempat melakukan demonstrasi terkait hal ini ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Maluku, Kamis (21/12/2023).
”Tanggal 27-28 Desember 2023 diberikan waktu untuk pendataan ulang ke Disperindag Provinsi Maluku. Sampai sekarang belum jelas kapan bisa menempati kios di dalam gedung baru. Semoga permasalahan yang sedang terjadi bisa segera selesai,” ujarnya.
Kolusi ruko
Selain di gedung baru, permasalahan juga timbul dalam pengelolaan ruko di kawasan Pasar Mardika. DPRD Maluku pun membentuk panitia khusus (pansus) untuk menangani hal tersebut. Ketua Pansus Pasar Mardika DPRD Maluku Richard Rahakbauw menjelaskan, pihaknya menemukan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan salah satu pengelola ruko Pasar Mardika, yakni PT Bintang Perkasa Timur (BPT).
Dari temuan pansus, PT BPT yang mengelola 140 ruko milik Pemerintah Provinsi Maluku hanya menyetorkan uang sewa Rp 5 miliar. Padahal, PT BPT sudah menarik uang sewa Rp 18 miliar dari para pemegang sertifikat hak guna bangunan (SHGB) ruko di Pasar Mardika. Hal ini dinilai merugikan daerah dan masyarakat. Temuan ini pun akan dikirim kepada aparat penegak hukum.
”PT BPT membayar Rp 240 juta pada tahun 2022 dan Rp 4,7 miliar di tahun 2023, namun yang ditarik dari penyewa hingga Rp 18 miliar. Dari temuan ini, hasil rekomendasinya adalah pengusutan dugaan kolusi dan penyelewengan yang selanjutnya bisa diselidiki oleh kepolisian, kejaksaan, dan KPK,” katanya.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua Pansus Mardika DPRD Maluku Jantje Wenno menuturkan, PT BPT tidak kooperatif dalam pengusutan yang dilakukan timnya. Hal ini terbukti dari seringnya perusahaan tersebut mangkir dari pemanggilan yang dilakukan pansus. Ia berharap aparat penegak hukum bisa menyelidiki dugaan penyelewengan yang dilakukan PT BPT dan Pemerintah Provinsi Maluku.
Baca juga : Inflasi Naik akibat El Nino, Pemprov Maluku Bangun Fasilitas Pascapanen
Pansus mencurigai adanya perjanjian antara kedua belah pihak tersebut dalam pengelolaan ruko. Ia menambahkan, sudah ada sekitar 10 penyewa yang telah membayar uang sewa kepada PT BPT terkait pengelolaan ruko di Pasar Mardika. Adapun dari 10 penyewa tersebut, ada Bank Mandiri yang membayar Rp 14,6 miliar untuk jangka waktu sewa 10 tahun dan Bank Central Asia Rp 3 miliar untuk jangka waktu 15 tahun.
PT BPT membayar Rp 240 juta pada tahun 2022 dan Rp 4,7 miliar di tahun 2023, namun yang ditarik dari penyewa hingga Rp 18 miliar.
Selain itu, ada beberapa penyewa, seperti pedagang setempat, dengan setoran Rp 100 juta-Rp 400 juta ke pihak PT BPT. Namun, dana yang disetorkan ke kas daerah hanya Rp 5 miliar. Padahal, total dana yang seharusnya diserahkan PT BPT kepada Pemerintah Provinsi Maluku sekitar Rp 18 miliar.
Temuan ini dinilai merugikan pemerintah mengingat PT BPT hanya bertindak sebagai pengelola serta tidak mengeluarkan anggaran untuk investasi pembangunan di Pasar Mardika. Tidak hanya bagi pemerintah, dugaan penyelewengan ini juga merugikan para penyewa yang juga pedagang. Berdasarkan hal tersebut, pansus mencurigai perjanjian kerja sama yang dibuat mengandung unsur korupsi dan kolusi.
Pihaknya juga mempertanyakan biaya sewa yang dipatok PT BPT yang tidak memperhatikan kondisi ekonomi para pedagang. PT BPT juga tidak kooperatif saat pansus meminta bukti berupa dokumen setoran kepada tim pansus. ”Kami harapkan bisa diselidiki oleh penegak hukum karena kontraknya seperti menguntungkan satu pihak saja. Pemilik ruko dan pedagang yang jadi tertekan karena masalah ini,” ujarnya.
Permasalahan ini diharapkan segera selesai karena kawasan Pasar Mardika tengah dimodernisasi, mulai dari pembenahan area berjualan hingga pembangunan gedung baru.
Dalam kunjungan ke gedung baru Pasar Mardika, akhir Agustus 2023 lalu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara meminta pemerintah daerah untuk mempersiapkan penggunaan gedung Pasar Mardika dengan baik. Bangunan baru ini diharapkan dapat mendongkrak perekonomian warga di Kota Ambon, sekaligus membenahi tata kelola pasar menjadi lebih bersih dan modern.
”Semoga bisa dimanfaatkan dengan baik sehingga masyarakat bisa berbelanja dengan nyaman di pasar yang bersih,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT BPT tidak dapat dihubungi.