Disnakertrans Sulteng Akui Pengawasan Kawasan Industri Belum Optimal
Disnakertrans Sulawesi Tengah mengklaim rutin melakukan monitoring kawasan indstri, termasuk IMIP, di Morowali. Meski begitu, mereka mengakui pengawasan belum berjalan optimal karena kendala personel dan anggaran.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Kasus ledakan tungku smelter yang merenggut nyawa belasan orang di Morowali, Sulawesi Tengah, masih terus didalami dan diinvestigasi. Di sisi lain, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulawesi Tengah mengakui masih belum maksimalnya pengawasan kawasan industri dan pertambangan nikel yang berjalan selama ini, termasuk di Morowali.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulawesi Tengah Arnold Firdaus menuturkan, pihaknya cukup rutin melakukan pengawasan dan pemantauan di lokasi industri, termasuk Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Tercatat, tim ditugaskan untuk pengecekan berkala pada awal Desember lalu.
”Berdasarkan pemantauan dan pengawasan selama ini, sistem K3 di IMIP lumayan bagus. Sejauh ini tidak ada masalah dan berjalan sesuai aturan. Hanya saja, memang harus diakui juga kalau pengawasan kami belum sempurna,” kata Arnold, dihubungi Selasa (26/12/2023) petang.
Menurut Arnold, pemantauan dan pengawasan di wilayah Morowali dilakukan oleh UPT Wilayah II. Di unit kerja yang beranggotakan lima orang ini mengawasi tujuh kabupaten.
Di sisi lain, kawasan industri dan fasilitas pemurnian nikel di beberapa kabupaten tersebut tidak hanya IMIP. ”Untuk IMIP saja itu tidak cukup satu hari untuk pantau semua. Jadi, memang ada keterbatasan dari kami juga, baik operasional maupun anggaran,” ujarnya.
Setelah beberapa kali kejadian kecelakaan kerja yang berujung fatal, pihaknya terus berupaya agar kejadian tak berulang. Pembenahan terus diupayakan di tengah keterbatasan yang dihadapi.
Pemantauan berkala, tambah Arnold, meliputi semua hal dalam manajemen K3, mulai dari standar operasional, kelengkapan APD, rambu evakuasi, dan lainnya. Termasuk juga sistem lalu lintas dan lingkungan sekitar perusahaan.
Saat ini pihaknya fokus pada pemantauan bersama tim Kementerian Tenaga Kerja yang telah tiba di lokasi kejadian. Hal itu untuk mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja yang merenggut banyak nyawa ini.
”Ke depannya agar kawasan industri besar, seperti IMIP, diawasi secara terpadu bersama pemerintah pusat. Karena, kami di daerah memiliki banyak keterbatasan untuk memantau kawasan, apalagi yang masuk dalam kategori Proyek Strategis Nasional,” ujarnya.
Hingga Selasa sore, tercatat sebanyak 18 orang meninggal dunia akibat kejadian ini. Sebanyak 8 orang adalah tenaga kerja asing (TKA), dan 10 orang adalah pekerja lokal.
Pada Minggu (24/12/2023), satu tungku di pabrik pengolahan nikel di Morowali, Sulawesi Tengah, meledak. Saat itu, 13 orang tewas dan 38 korban lainnya luka-luka. Korban tewas terdiri dari 9 pekerja Indonesia dan 4 pekerja asal China.
Peristiwa ledakan tungku ini terjadi di PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS). Perusahaan ini adalah salah satu tenan atau penyewa yang beroperasi di Kawasan Industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Sementara itu, Media Relations Head PT IMIP Dedy Kurniawan menyampaikan, hingga Selasa sore masih ada sekitar 29 orang yang menjalani perawatan. Sebanyak 23 orang dirawat di RSUD Morowali dan 6 orang di klinik IMIP.
Menurut Dedy, pihaknya berupaya maksimal memberikan pelayanan maksimal terhadap semua korban. Semua korban meninggal dunia mendapatkan santunan, pengantaran jenazah ke kediaman, hingga pemakaman.
Saat ini, ia menambahkan, sedang dilakukan investigasi pada sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lokasi kejadian yang berada di Kawasan Industri IMIP. Perusahaan memercayakan proses pendalaman penyebab kejadian kecelakaan kerja di PT ITSS kepada pihak berwenang, dan menjamin terselenggaranya kerja sama dengan para pihak terhadap rekomendasi penanganan dampak yang muncul sesuai dengan tata hukum yang berlaku.
”Perusahaan siap melakukan segala bentuk perbaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya.
Sebelumnya, Guru Besar Kesehatan dan Keselamatan Kerja dari Universitas Hasanuddin, Yahya Thamrin, menyarankan agar kejadian di Morowali yang menimbulkan banyak korban jiwa harus diinvestigasi menyeluruh dan independen. Kasus ini tidak boleh dianggap remeh dan benar-benar ditelusuri secara serius.
”Setiap perusahaan wajib menjamin tempat kerja itu aman dan sehat. Terlebih lagi, perusahaan multinasional itu harus menerapkan manajemen sistem yang mutakhir. Jika terjadi kecelakaan, atau ledakan seperti sekarang, paradigma baru itu menganggapnya kegagalan sistem,” kata Yahya dihubungi dari Kendari, Senin (25/12/2023).
Secara umum, ia melanjutkan, kecelakaan terjadi karena dua faktor, yaitu tindakan tidak aman (unsafe action) dan kondisi tidak aman di lapangan (unsafe condition). Tindakan tidak aman disebabkan kecerobohan, tidak mengikuti standar, dan kegiatan yang tidak aman lainnya.
Sementara itu, kondisi yang tidak aman adalah sistem kerja yang tidak menjalankan tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat.
Setiap perusahaan wajib menjamin tempat kerja itu aman dan sehat. Terlebih lagi, perusahaan multinasional itu harus menerapkan manajemen sistem yang mutakhir.
Saat operasional, semua unsur ini harus dijamin dan diatur dalam sistem keselamatan kerja. Hal itu untuk memastikan tidak adanya faktor yang bisa menyebabkan kecelakaan yang membahayakan, terlebih lagi hingga menghilangkan nyawa pekerja. Semua hal ini, kata Yahya, juga telah diatur dalam aturan khususnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
”Kalau disebut ledakan ini karena tungku yang sedang perbaikan, maka prosedurnya seperti apa? Di lokasi itu artinya harus dibatasi, yang masuk adalah mereka yang teknisi dan tahu untuk perbaikan. Juga harus ada barrier yang memastikan jarak sampai betul-betul dipastikan aman,” ujarnya.
Dalam siaran pers yang disebarluaskan, Minggu (24/12/2023) tengah malam, di Jakarta, Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemenaker Haiyani Rumondang mengatakan, industri smelter merupakan industri dengan risiko bahaya tinggi sehingga wajib menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang tinggi. Pemerintah terus mendorong penerapan sistem manajemen K3 guna mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
”Kecelakaan dapat terjadi karena ada keadaan dan perbuatan kerja yang tidak aman. Tim pengawas ketenagakerjaan kementerian dan Provinsi Sulawesi Tengah mengawasi serta memberikan pembinaan penerapan norma ketenagakerjaan, khususnya menyangkut K3,” ujar Haiyani.
Menurut Haiyani, bagi perusahaan yang tidak mematuhi persyaratan K3, akan dikenai sanksi penjara atau denda yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Kasus kecelakaan kerja akan merugikan pekerja dan reputasi perusahaan (Kompas, Senin, 25/12/2023).