Pesan Harmoni dari Pohon Natal
Pohon natal jadi ornamen wajib yang menghiasi kota di akhir tahun. Banyak pohon natal yang unik dibuat, mulai dari sampah hingga eceng gondok.
Pohon natal disebut sebagai simbol harapan dan kehidupan baru. Di Semarang, Jawa Tengah, pohon natal dibuat dari eceng gondok, tanaman pengganggu lingkungan. Sebuah simbolisasi harapan untuk mengubah hal buruk menjadi kebaikan, menjadi berkat untuk sesama.
Di Saloka, sebuah taman rekreasi di pinggiran Semarang, pohon natal dibuat dari bahan eceng gondok kering. Pohon natal ini pun memecahkan Rekor Muri sebagai pohon natal terbesar dari eceng gondok.
Ukuran tingginya mencapai 13 meter dan lebar diameter bawah 8 meter. Pohon natal ini membutuhkan 400 kilogram eceng gondok kering yang didapat dari 20 UMKM sekitar taman itu.
Baca juga:Jalan Tol Solo-Yogyakarta Dioperasikan Fungsional Sepanjang 13 Km
Pohon natal itu dibuat dengan konsep lokal. Saloka dibuat dengan memadukan unsur alam, atraksi, dan budaya di tepi Rawa Pening, Jateng. Salah satu masalah di Rawa Pening selama ini adalah munculnya eceng gondok yang invasif dan cenderung merusak rawa dengan pendangkalan.
”Kami berpikir mau membuat pohon natal dengan tetap berpegang pada kearifan lokal. Membuat pohon natal sekaligus memberikan manfaat ekonomi pada UMKM, dengan memfasilitasi mereka agar menyetor eceng gondok kering terproses kepada kami. Akhirnya ada 20 perajin yang setor eceng gondok yang udah diproses, dengan jumlah 400 kilogram, lalu kami rangkai dan jadikan pohon natal,” kata Teddy Darmanto, pemilik Saloka Theme Park, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (22/12/2023).
Bagi Teddy, pohon natal bukan sekadar pohon, melainkan lebih dari itu. Ia harus bermanfaat untuk banyak orang. ”Bagi saya, Natal bukan sekadar pesta, tapi kelahiran dan kehadiran Yesus yang harus jadi manfaat,” katanya.
Baca juga:Makna Ornamen Natal, Kegembiraan Menyambut Kelahiran Sang Juru Selamat
Sepuluh tahun lalu, menurut Teddy, eceng gondok Rawa Pening sudah coba dimanfaatkan dengan mengubahnya menjadi kerajinan dan furnitur. Namun, saat ini tren itu menurun. Akibatnya, kecepatan penjualan produk eceng gondok tidak sebanding dengan kecepatan tumbuh eceng gondok di Rawa Pening. Alhasil, eceng gondok masih akan selalu jadi masalah di sana.
”Tetapi, produknya kurang begitu bisa populer, karena mungkin image-nya eceng gondok mungkin dianggap mudah lapuk dan lainnya. Padahal, saya punya sofa set yang saya beli 10 tahun lalu, kondisinya masih bagus. Jadi sebetulnya hanya komunikasi dan promosi yang kurang sehingga kayaknya waktu awal-awal ramai dan sekarang hilang,” kata Teddy.
Baca juga:Sejarah dan Tema Natal yang Penuh Kemuliaan
Itu sebabnya, dengan memanfaatkan lagi eceng gondok, Teddy berharap tren eceng gondok kembali naik, yang kemudian kembali menggairahkan UMKM di sana. Memberikan harapan baru pada masyarakat setempat.
”Kami juga mengusung konsep liburan Kampung Natal di Saloka mulai 16 Desember 2023-7 Januari 2024. Intinya kami mengajak pengunjung menikmati Natal di sini dengan nuansa alam dan kesederhanaan daerah pinggiran. Bukan Natal mewah seperti di mal-mal Ibu Kota. Natal itu bukan hanya di kota, melainkan juga di sini, di pinggiran kota,” kata Teddy.
Saloka sendiri pada liburan biasanya akan dipadati pengunjung dari dalam dan luar kota (termasuk Jakarta). Pengunjung bisa berjumlah 3.000-6.000 orang per hari.
Baca juga: Liburan Akhir Tahun dan Kuliner Wajib di Kota Malang
Tak hanya di Semarang, dari Jayapura pohon natal justru memicu masyarakat untuk mengumpulkan sampah. Pemerintah Kota melalui Dinas Lingkungan Hidup Kota Jayapura mengadakan lomba kreasi pohon natal yang diikuti 117 peserta yang membentuk kelompok dari berbagai kalangan.
”Ini menjadi momen perayaaan menyambut Natal sekaligus mengingatkan masyarakat tentang kepedulian dalam menjaga lingkungan,” kata Dolfina Jece Mano, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Jayapura, di Jayapura, Senin (18/12/2023).
Ketua panitia lomba kreasi pohon natal, Samanggas Ronsumbre, mengatakan, kegiatan ini menyambut Natal sekaligus menjadi ikhtiar pemerintah mengajak masyarakat peduli lingkungan. Momentum Natal menjadi kesempatan yang tepat untuk menyebarkan pesan-pesan tentang kebaikan, di antaranya untuk menjaga lingkungan.
Kegiatan ini pun menjadi refleksi bagi masyarakat di tengah produksi sampah di Jayapura terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dari tahun ke tahun.
Catatan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Jayapura, pada 2021 volume sampah harian di Kota Jayapura mencapai 253 ton per hari. Volume sampah meningkat jadi 270 ton per hari pada 2023.
Dari angka yang mendekati 300 ton per hari tersebut, hanya 82 persen sampah yang tertangani. Sementara sisanya berserakan di jalan, selokan, serta mencemari sungai dan laut.
”Mungkin kontribusinya kecil dalam pengurangan sampah, tetapi jika dilakukan berkelanjutan dan semakin massal, pasti ini akan semakin membantu mengurangi sampah yang menuju tempat pembuangan akhir,” tutur Samanggas, yang juga merupakan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Bank Sampah Jayapura.
Adapun dari hasil lomba ini, hasil kreasi dari para peserta tersebut dipamerkan di Taman Imbi Jayapura pada awal Desember 2023.
Pohon natal yang dikreasikan tersebut dipasarkan langsung ke sejumlah instansi dan sektor swasta Kota Jayapura. Selain dipajang sekitar gedung, pohon natal ini juga ditempatkan di median jalan serta taman kota.
Dari Purwokerto, pohon natal dibuat dari janur. Gereja Katolik Paroki Katedral Kristus Raja Purwokerto membuat pohon natal berbahan janur setinggi 5 meter dengan diameter 4 meter untuk menyambut Hari Raya Natal 2023.
Penggunaan janur mengandung banyak makna, mulai dari lambang Yesus Kristus Sang Terang yang turun ke dunia hingga pesan kepada umat untuk tetap bersatu di tahun politik.
”Janur ini berasal dari bahasa Arab: jannah artinya 'surga' dan nur artinya 'cahaya'. Dengan pohon natal dari janur ini, kami mengajak umat untuk mengingat kembali bahwa peristiwa natal adalah peristiwa Sang Terang dari Surga, Sang Cahaya Dunia, yaitu Yesus Kristus turun atau hadir ke tengah dunia untuk menerangi hati semua manusia yang percaya kepada-Nya dan semua ciptaan,” kata Pastor Paroki Katedral Kristus Raja Martinus Ngarlan Pr di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (21/12/2023).
Terkait tahun politik, tambah Ngarlan, janur yang ditata menghadap ke bawah mengingatkan umat agar dapat memilih pemimpin yang mau turun ke bawah, peduli pada rakyatnya terlebih yang kecil, sakit, menderita, dan difabel.
”Kami mengharapkan umat dapat memilih dengan cerdas. Menciptakan suasana damai. Pilihlah pemimpin yang turun ke bawah. Pemimpin yang tahu persoalan dan tahu kebutuhan rakyatnya yang di bawah,” katanya.
Ada eceng gondok, sampah, dan janur. Semua jadi simbolisasi harapan untuk mengubah hal buruk menjadi kebaikan, menjadi berkat untuk sesama. Harmoni.