Imigran asal Bangladesh Kedapatan Kantongi KTP Palsu
Delapan imigran gelap asal Bangladesh diduga membeli KTP di Medan seharga Rp 300.000. Nomor induk kependudukannya menggunakan milik warga Medan, tetapi foto dan data diri diganti. Bahan kartunya berbeda dengan KTP asli.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Delapan imigran gelap asal Bangladesh kedapatan mengantongi kartu tanda penduduk atau KTP palsu. Imigran yang ditangkap di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, itu tidak memiliki paspor dan diduga membuat KTP di Medan, Sumatera Utara. Pemerintah Kota Medan menelusuri kemungkinan adanya keterlibatan aparaturnya dalam pembuatan KTP palsu tersebut.
”KTP mereka itu palsu. KTP itu menggunakan NIK (nomor induk kependudukan) warga Kota Medan, tetapi begitu dibuka data diri, foto, dan namanya berbeda,” kata Wali Kota Medan Bobby A Nasution, di Medan, Senin (18/12/2023).
Kedelapan imigran gelap itu ditangkap dari rumah warga di Kabupaten Belu, Minggu (10/12/2023). Mereka tidak bisa menunjukkan paspor asli, hanya bisa menunjukkan dalam bentuk foto digital. Warga Bangladesh itu diduga masuk secara ilegal ke Indonesia melalui Medan.
Sejak mendapat informasi tentang dugaan pembuatan KTP palsu di Medan, Pemerintah Kota Medan memeriksa identitas di KTP tersebut. Di pusat data kependudukan dan catatan sipil, NIK tersebut adalah milik warga Medan. Namun, data diri, alamat, dan foto di KTP itu berbeda dengan pemilik NIK asli.
”KTP palsu itu juga menggunakan bahan kartu yang sekilas hampir sama dengan bahan yang digunakan untuk KTP asli. KTP palsu itu menggunakan bahan kartu yang banyak digunakan untuk e-toll dan kartu identitas pegawai,” ujar Bobby.
Akan tetapi, jika dilihat lebih detail, bahan KTP palsu itu berbeda dengan blangko KTP elektronik. Bobby menduga, ada sindikat pemalsu KTP yang menggunakan NIK Medan, lalu mencetak sendiri dengan data diri, alamat, dan foto yang berbeda. Mereka menggunakan alamat Kabupaten Belu, Sikka, dan Kota Kupang.
Bobby juga mendalami apakah ada keterlibatan aparat Pemerintah Kota Medan. ”Sejauh ini belum ada keterlibatan aparat pemerintah, tetapi kami cek terus apakah ada keterlibatan dari aparat,” ucapnya.
Bukan pengungsi Rohingya
Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur Komisaris Besar Ariasandy mengatakan, delapan imigran gelap asal Bangladesh ditangkap dari rumah warga di Desa Takirin, Kecamatan Tafiseto Timur, Belu. Kedelapan orang itu adalah imigran gelap dari Bangladesh, bukan pengungsi Rohingya seperti yang beredar di media sosial.
Sejauh ini, belum ada keterlibatan aparat pemerintah, tetapi kami cek terus apakah ada keterlibatan dari aparat.
Imigran gelap tersebut diduga masuk ke Indonesia melalui jalur ilegal melalui perairan pantai timur Sumut. Mereka lalu membeli KTP palsu di Medan.
”Mereka membayar Rp 300.000 untuk mendapat KTP palsu,” kata Ariasandy sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Dari Medan, mereka berangkat ke Nusa Tenggara Timur menggunakan penerbangan. Diduga, mereka menggunakan KTP palsu itu untuk mengakses layanan penerbangan domestik itu. Mereka dijemput warga Desa Takirin, Kornelis Paibesi, dari Bandara Internasional El Tari, Kupang. Dari Kupang, mereka menuju rumah Kornelis di Desa Takarin.
Delapan orang itu datang dalam tiga tahap, yakni pada 15 November, 24 November, dan 5 Desember 2023. Mereka kini ditahan di Rumah Detensi Imigrasi Atambua, di Belu.
Delapan imigran gelap itu meliputi Mohammad Raju Ahmed, M Arafat Hossin, M Shariful Islam, M Nadim, Abdul Halim, M Shilu Mondol, Iman Ali, dan Mainnudin. Hasil pemeriksaan sementara, para imigran gelap itu datang ke Indonesia dengan motif mencari pekerjaan.