Liburan, Saatnya Lidah dan Sawah Bertemu di Yogyakarta
Liburan di Yogyakarta, kuliner istimewa menanti lidah Anda. Mulai dari bakmi Jawa, sate ”klathak”, dan soto. Menikmatinya di sawah pun menjadi keistimewaan sendiri.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·4 menit baca
Yogyakarta adalah surganya kuliner dengan aneka rupa dan rasa. Salah satu daerah tujuan wisata favorit saat liburan ini tak pernah kehabisan jajanan khas untuk memuaskan lidah dan perut. Namanya daerah istimewa, tak salah jika menyantapnya dalam nuansa istimewa: di sawah.
Sebenarnya, konsep bersantap sambil ditemani pemandangan sawah banyak ditawarkan restoran atau kafe yang tersebar di berbagai penjuru Yogyakarta. Namun, tak banyak tempat seperti itu yang menyajikan menu khas daerah sebagai jualan utamanya.
Dari sedikit tempat tersebut, Warung Mas Timbul Tepi Sawah bisa menjadi pilihan. Namanya saja sudah gamblang menunjukkan sawah sebagai ”hidangan” pendamping. Menu utamanya? Bukan hanya satu, warung ini menawarkan dua kuliner khas sekaligus, yakni bakmi Jawa dan sate klathak.
Warung Mas Timbul Tepi Sawah terletak di Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, DIY. Dari Tugu Yogyakarta, jaraknya hanya 4 kilometer arah barat atau lebih kurang 15 menit mengendarai mobil.
Lokasi warung diapit persawahan di kanan-kiri dan depan-belakang. Pepohonan rindang yang mengelilingi warung menambah asri suasana. Satu nilai tambah lagi, bangunannya berbentuk limasan yang mempertebal nuansa tradisional jawa.
Sambil menunggu pesanan datang, pengunjung dapat menikmati nuansa hijau sekitar warung sambil menyeruput teh poci gula batu. Berbagai ornamen lawas, patung, dan lukisan juga menambah estetika warung.
Teknik tradisional
Bakmi yang disajikan warung ini diolah dengan teknik tradisional. Bakmi dimasak di anglo atau tungku tanah liat yang memakai arang sebagai sumber pembakarannya.
Cara ini menambah aroma smoky atau asap pada bakmi. Namun, yang paling penting, memasak dengan anglo memastikan bumbu bisa merasuk sempurna dalam masakan karena proses pematangan yang lebih lambat ketimbang kompor gas.
Hasilnya, bakmi warung ini sukses memenuhi ekspektasi lidah. Bakmi godhog-nya, yang memadukan mi kuning dan bihun, begitu gurih dengan kuah kental yang kaya bumbu. Suwiran ayam kampung dan telur bebek pun menggenapi ramainya kunyahan.
Bakmi gorengnya tak mau kalah. Rasanya gurih dengan lapisan kadar manis yang pas. Tingkat kekenyalan mi kuning dan bihunnya pun tepat. Satu lagi poin plusnya adalah telur yang melengket di helai-helai mi membuat cita rasa setiap suapan makin kaya.
Sate kambing yang menggunakan jari-jari sepeda sebagai tangkainya itu menjadi pemuncak kelahapan.
Di luar ”formasi” standar itu, pengunjung bisa menambah lauk pendamping sesuai selera. Warung ini menyediakan pilihan brutu, kepala, ati ampela, sayap, paha, dan telur ceplok atau dadar.
Setelah bakmi tandas, giliran sate klathak menanti. Sate kambing yang menggunakan jari-jari sepeda sebagai tangkainya itu menjadi pemuncak kelahapan.
Di warung ini, setiap porsi sate klathak terdiri dari tiga tusuk. Setiap tusuk berisi lima potong daging sehingga dijamin kenyang. Sate klathak juga disajikan dengan kuah kare dan sambal kecap di piring terpisah.
Tekstur dagingnya empuk sekaligus juicy. Tidak ada bau perengus seperti olahan daging kambing lainnya. Kuncinya adalah penggunaan daging kambing berusia tiga bulan. Selain itu, tusukan besi membuat bagian dalam daging ikut matang merata saat sate dibakar.
Potongan bambu
Puas menikmati bakmi dan sate, babak selanjutnya adalah menyambangi kuliner yang juga banyak tersebar di Yogyakarta, yakni soto. Namun, soto yang satu ini unik karena memakai wadah dari potongan bambu.
Namanya Soto Bumbong Manding. Lokasinya di pinggir Jalan Tentara Pelajar, tepatnya di daerah Sabdodadi, Kabupaten Bantul, DIY. Jaraknya sekitar 16 kilometer arah selatan Tugu Yogyakarta atau sekitar 45 menit berkendara mobil.
Meski agak jauh dari pusat Kota Yogyakarta, tempat makan ini hanya sepelemparan batu dari sentra kerajinan kulit Manding yang ternama di Bantul. Lokasinya juga di tengah-tengah jalur antara Kota Yogyakarta dan Pantai Parangtritis sehingga bisa menjadi pilihan kuliner setelah berwisata pantai dan belanja oleh-oleh.
Seperti di warung Mas Timbul Tepi Sawah, Soto Bumbong Manding juga dikelilingi hamparan sawah. Posisi paling tepat untuk menikmati suasana itu adalah di lantai dua atau gazebo di bagian paling belakang warung.
Soto Bumbong Manding menawarkan dua menu utama, yakni soto daging dan soto ayam. Dua-duanya disajikan di potongan bambu petung yang bentuknya seperti tabung besar.
Kedua jenis soto itu bergenre kuah bening yang kaya rempah nan gurih. Potongan daging sapi dan ayam dipadukan dengan irisan kubis/kol, tauge, seledri, bihun, bawang goreng, dan tomat.
Ciri khas soto di Yogyakarta, nasi sudah otomatis dicampur bersama soto. Namun, bagi ”tim nasi dipisah”, tidak usah khawatir. Semua bisa diatur saat memesan.
Urusan lain yang juga tak perlu dikhawatirkan adalah soal racikan kuah soto. Warung sudah menyiapkan ”amunisi” pelengkap di setiap meja berupa garam, jeruk nipis, sambal, dan kecap manis. Kecapnya pun bukan sembarangan, melainkan kecap lokal andalan warung-warung soto legendaris di Yogyakarta, yakni Ayam Jago.
Warung ini juga menyajikan lauk pelengkap yang patut dicoba, yakni tempe mendoan dan tempe garit. Selain lezat, tempenya juga renyah dan hangat karena baru digoreng saat dipesan. Kalau suka, boleh pula menjajal berbagai jenis sate, seperti usus, ati ampela, telur, dan keong sawah atau tutut. Sedaaap!