Berganti Wali Kota, Prodamas Mesti Diteruskan di Kota Kediri
Program pemberdayaan masyarakat berbasis RT atau Prodamas menjadi program pembangunan yang krusial di Kota Kediri.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·5 menit baca
KEDIRI, KOMPAS — Program pemberdayaan masyarakat berbasis RT atau Prodamas/Prodamas Plus menjadi salah satu program pembangunan yang krusial untuk dilanjutkan oleh Penjabat Wali Kota Kediri, Jawa Timur. Melalui program ini, pemerataan pembangunan di bidang infrastruktur, sosial budaya, ekonomi, hingga pendidikan dan kesehatan bisa terwujud pada lingkungan masyarakat terkecil, yakni RT.
Keberlanjutan program yang dinilai berdampak baik bagi masyarakat dari satu pemimpin ke pemimpin berikutnya menjadi hal penting dan diangkat sebagai tema utama bertajuk ”Konsistensi di Masa Transisi” dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa 2023 Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) pada 15 Desember 2023 di Kota Bogor, Jawa Barat.
Di Kota Kediri, pada pelasakanaan Prodamas (2014-2019), setiap RT di Kota Kediri mendapatkan dana Rp 50 juta per tahun. Pada 2020-2024, setiap RT dapat Rp 100 juta dalam program Prodamas Plus dari APBD Kota Kediri.
Berbeda dengan Prodamas yang menekankan pada tiga bidang, Prodamas Plus ditambahkan bidang pendidikan, kesehatan, dan kepemudaan. Di Kota Kediri terdapat 1.478 RT dan 330 RW yang tersebar di 46 kelurahan (3 kecamatan).
Mantan Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar mengatakan, dalam Prodamas Plus tersebut Pemerintah Kota Kediri mengangkat sejumlah hal, salah satunya jaminan kesehatan menyeluruh bagi warga. Pemkot Kediri ingin semua warga terlindungi oleh sistem jaminan kesehatan sehingga tak ada lagi kendala soal pelayanan kesehatan.
”Jujur saja kita mengangkat universal health coverage itu harus diutamakan. Di dalamnya banyak juga masyarakat yang sudah meninggal, yang tadinya ditanggung perusahaan terus sekarang tidak ditanggung. Itu harus disinkronkan,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (8/12/2023).
Sebulan terakhir Abdullah Abu Bakar tidak lagi memimpin Kota Kediri lantaran masa kerjanya habis pada November 2023. Wali Kota periode 2014-2023 tersebut digantikan oleh Penjabat Wali Kota Zanariah yang sebelumnya merupakan Direktur Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri.
Di akhir masa kepemimpinannya, kata Abu Bakar, banyak warga yang menanyakan bagaimana kelanjutan dari program-programnya. Abu Bakar sendiri sudah berbicara dengan Penjabat Wali Kota Kediri tentang program-programnya itu. Begitu pula Zanariah telah menanyakan program yang perlu digarisbawahi dan didahulukan.
Menurut Abu Bakar, rencana pembangunan jangka menengah daerah sudah disusun dan itu menjadi patokan proses pembangunan di Kota Kediri. Abu Bakar pun berharap penjabat wali kota bisa melanjutkan pembangunan sesuai apa yang direncanakan itu sehingga keberlanjutan kebijakan pembangunan bisa terjaga.
”Karena itu sudah dirancang dan disinkronkan dengan pusat dan provinsi sehingga tidak perlu merekonsiliasi lagi. Saya kira begitu,” ujarnya.
Abu Bakar mengatakan, sebetulnya tidak mengapa jika penjabat wali kota menambah atau mengubah sedikit program yang ada. Dia sendiri meyakini program-programnya bakal diteruskan. Masa jabatan Abu Bakar berakhir pada November 2023 tetapi kebijakannya berlaku sampai 2024.
Bikin sentra-sentra bisnis. Kemarin sudah kita rancang, cocoknya seperti apa. Semua sudah kita diskusikan dengan teman-teman yang ada di Pemkot Kediri.
Kediri kini memiliki Bandara Internasional Dhoho (Kabupaten Kediri) yang diperkirakan mulai beroperasi pada Januari 2024. Juga ada Jalan Tol Kediri-Kertosono (Trans-Jawa) yang akan mempermudah mobilitas masyarakat di sisi selatan Jawa Timur.
Semua itu, menurut Abu Bakar, membuat posisi Kediri cocok sebagai kota jasa, pendidikan, perdagangan, hingga kesehatan. Kediri juga harus didesain sebagai kota pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran (MICE).
”Bikin sentra-sentra bisnis. Kemarin sudah kita rancang, cocoknya seperti apa. Semua sudah kita diskusikan dengan teman-teman yang ada di Pemkot Kediri,” katanya.
Akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri, Taufik Al Amin, berpendapat, sebagai pemimpin yang melanjutkan, tentu penjabat wali kota harus melihat apa yang sudah diprogramkan oleh wali kota sebelumnya. Dalam melanjutkan kepemimpinan, Penjabat Wali Kota Kediri juga mesti melihat prosedur teknis agar pelaksanaannya di lapangan tidak menyalahi aturan.
Melihat prosedur teknis, menurut Taufik—yang menjabat sebagai Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IAIN Kediri—memiliki posisi penting bagi seorang pemimpin. Sebab, terkadang wali kota lama memiliki model dan manajemen yang berbeda dalam mengelola sebuah pemerintahan.
”Dengan demikian, Penjabat Wali Kota akan mengelola pembangunan agar lebih efektif dan lebih efisien. Kebijakan wali kota lama harus dijalankan. Hanya saja percepatan dan strateginya bisa dikoreksi dan dikembangkan oleh penjabat yang baru,” ujarnya.
Disinggung apakah ada kesinambungan antara Wali Kota dan Penjabat Wali Kota Kediri? Taufik melihat beberapa sudah mulai dilakukan. Hasilnya belum tampak karena waktu kepemimpinan penjabat masih satu bulan.
Legasi Abu Bakar dalam memimpin Kediri, kata Taufik, adalah partisipatif dengan Prodamas. Meskipun, ada juga pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan oleh penjabat wali kota, seperti masalah keberlanjutan renovasi Alun-alun Kediri.
Adapun soal netralitas, menurut Taufik, Penjabat Wali Kota Kediri seorang aparatur sipil negara, bukan dari unsur politik, sehingga tingkat netralitasnya lebih tinggi dalam menghadapi pemilu dan pemilu kepala daerah.
”Kalau wali kotanya dari partai, kan, ada imbas tertentu. Kalau ASN tidak ada alasan lagi untuk tak netral karena penjabatnya ditunjuk dari Kementerian Dalam Negeri,” katanya.
Bagaimana meneruskan pembangunan dengan baik, tidak ada yang terbengkalai.
Warga Kota Kediri sendiri mengaku kurang memperhatikan apa yang terjadi selama masa transisi pemimpin di wilayahnya. Namun, mereka berharap Penjabat Wali Kota yang ada sekarang bisa melanjutkan tugas wali kota sebelumnya.
Ahmad (40), warga Kelurahan Kalimombo, Kecamatan Kota, berharap pemimpin yang baru tetap membangun Kediri dengan baik. Bagaimana penjabat bisa memimpin dan menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di Kediri sehingga perekonomian masyarakat di kota yang dibelah oleh Sungai Brantas itu bisa terus meningkat.
”Bagaimana meneruskan pembangunan dengan baik, tidak ada yang terbengkalai,” ujar Ahmad yang menilai sejauh ini ASN Kota Kediri di bawah kepemimpinan Penjabat Wali Kota netral-netral saja.
Terkait masa transisi dan keberlanjutan program dari pemimpin terdahulu, Penjabat Wali Kota Kediri Zanariah belum bersedia diwawancara. Kompas sudah berupaya menemuinya di kantor Pemkot Kediri, Senin (11/12/2023) pukul 09.30-14.00, dan mendapat penjelasan dari Bagian Humas Pemkot Kediri bahwa yang bersangkutan tidak mau diwawancara dengan alasan dari Kemendagri tidak membolehkan.