Saat ini jumlah pengungsi Rohingya di Aceh sekitar 1.600 orang yang tersebar di Kota Sabang, Pidie, Aceh Besar, dan Lhokseumawe.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dua kapal yang mengangkut sedikitnya 315 pengungsi etnis Rohingya mendarat di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, pada Minggu (10/12/2023). Diduga ada keterlibatan jaringan perdagangan orang di balik masifnya pengungsi Rohingya ke Aceh.
Informasi yang dihimpun Kompas, satu kapal kayu mendarat di Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, pukul 08.30 WIB. Kapal itu membawa 135 pengungsi. Setelah kapal kandas, pengungsi turun mengarungi ombak menuju ke pantai. Sebanyak 35 berusia anak-anak dan 100 orang dewasa.
Sementara satu kapal lain membawa 180 pengungsi mendarat di Pantai Desa Blang Raya, Kecamatan Muara Tiga, Pidie, pada Minggu pukul 03.30 dini hari. Sebanyak 53 anak-anak dan 127 pengungsi dewasa.
Pihak kepolisian, Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR), Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), dan pemerintah daerah sedang mendata pengungsi. Bantuan makanan ringan dan minuman juga diberikan untuk pengungsi.
Staf UNHCR Indonesia, Faisal Rahman, dihubungi dari Jakarta, Minggu, mengatakan, saat ini pihaknya sedang mendata dan memeriksa kesehatan pengungsi. Sebagai langkah awal, UNHCR memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, minuman, dan obat-obatan.
”Memastikan semua kebutuhan dasar terpenuhi. Akses kebutuhan sanitasi standar darurat akan kami penuhi tanpa membebankan kepada masyarakat dan pemerintah setempat,” kata Faisal.
Faisal mengatakan, untuk saat ini para pengungsi masih berada di pantai. UNHCR menunggu pemerintah menentukan lokasi penempatan sementara.
Dalam wawancara sebelumnya, Faisal mengatakan, kehadiran pengungsi murni karena keinginan pengungsi, bukan difasilitasi oleh pihak tertentu. Terkait adanya indikasi penyelundupan hingga dugaan perdagangan orang, menurut Faisal, itu menjadi wilayah aparat penegak hukum.
Presiden Joko Widodo, Senin (8/12/2023), di Jakarta, menuturkan adanya dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di balik datangnya pengungsi Rohingya ke Indonesia. Presiden memerintah kepolisian agar menindaklanjuti hal tersebut. Namun, terhadap pengungsi, Presiden meminta para pihak untuk menanganinya.
”Pemerintah Indonesia akan menindak tegas pelaku TPPO dan bantuan kemanusian kepada pengungsi akan diberikan dengan mengutamakan kepentingan warga lokal,” ujar Presiden,(Kompas.id, 8/12/2023).
Faisal menjelaskan, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menentukan tempat penampungan. Dia berharap warga tidak menolak pengungsi sebab Aceh bukan daerah tujuan akhir pelarian Rohingya.
Belakangan muncul persepsi publik ada unsur kesengajaan kapal-kapal pengungsi Rohingya mendarat ke Indonesia. Namun, menurut Faisal, negara di Asia, seperti Thailand, Malaysia, Bangladesh, bahkan India, juga ikut menampung mereka.
”Sebenarnya jumlah pengungsi Rohingya di Malaysia dan Thailand lebih banyak dibandingkan di Indonesia,” kata Faisal.
Saat mereka sudah tiba di darat, tugas pemerintah dan lembaga internasional untuk menangani dengan cepat dan tepat supaya tidak muncul reaksi penolakan.
Tokoh adat laut Aceh, Adli Abdullah, menuturkan, hukum adat laut menyebutkan, siapa saja yang mengalami kesulitan di laut wajib untuk ditolong, termasuk pengungsi Rohingya. Membiarkan seseorang berada dalam bahaya di lautan melanggar hukum adat laut.
”Saat mereka sudah tiba di darat, tugas pemerintah dan lembaga internasional untuk menangani dengan cepat dan tepat supaya tidak muncul reaksi penolakan,” kata Adli.
Adli menilai, munculnya riak-riak penolakan keberadaan Rohingya bukan murni lahir dari masyarakat Aceh. Adli menduga ada pihak-pihak tertentu yang mengondisikan situasi agar warga beraksi untuk menolak keberadaan Rohingya.
”Agar tidak terjadi reaksi dari warga setelah tiba di daratan, pengungsi itu segera direlokasi ke lokasi khusus,” kata Adli.
Saat ini jumlah pengungsi Rohingya di Aceh sekitar 1.600 orang yang tersebar di Kota Sabang, Pidie, Aceh Besar, dan Lhokseumawe.