Dari Petai hingga Tuna Asap, Siasat WNI Berhemat di London
Petai dari Indonesia bisa menembus ketatnya pemeriksaan di Bandara Heathrow, London. Dengan membawa makanan dari Indonesia, WNI bisa menghemat hingga lebih dari separuh alokasi biaya makan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN DARI LONDON, INGGRIS
·5 menit baca
Mobil yang membawa Muhammad Mifdhal bersama tiga temannya keluar dari Bandara Heathrow, London, Inggris, pada Sabtu (25/11/2023) siang. Mereka baru saja tiba dari Indonesia setelah menempuh perjalanan udara lebih kurang 16 jam dari Jakarta.
Kedatangan Mifdhal yang sehari-hari bekerja di Kementerian Perhubungan itu untuk mengikuti acara Organisasi Maritim Internasional (IMO) selama lebih dari satu pekan. Indonesia merupakan anggota IMO, lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bermarkas di London.
Di bagasi mobil tersusun beberapa koper berisi pakaian dan barang kebutuhan mereka selama di London. Salah satu koper khusus berisi makanan dari Indonesia yang siap diolah ataupun siap untuk santap.
Ada beras 2,5 kilogram, rendang 1,5 kilogram, tuna asap 1 kilogram, kopi saset, serta puluhan bungkus mi instan. Bekal itu cukup untuk empat orang selama 10 hari di London. ”Biar bisa hemat uang makan,” ucap Mifdhal.
Ia awalnya ragu, makanan itu bisa menembus pemeriksaan pihak otoritas Bandara Heathrow, bandara terbesar di London. Di banyak negara, pihak bandara melarang masuknya makanan dari luar dengan berbagai alasan. Ada ketakutan bahwa makanan mengandung virus yang berpotensi mengancam ketahanan negara mereka.
”London ini beda, Mas. Petai juga bisa tembus ke sini,” celetuk Kuntoro (68) merespons dari belakang setir mobil. Kuntoro merupakan warga negara Indonesia (WNI) yang sejak tahun 1984 menetap di London. Ia sering kali mengantar tamu dari Indonesia yang berkunjung ke London. Kali ini ia membantu Mifdhal dan rombongan.
Setiap tahun, Kuntoro selalu pulang ke Indonesia. Sekembalinya dari sana, ia membawa banyak makanan, termasuk petai yang ia sebutkan tadi. Ia juga memberi trik jika sampai makanan yang dibawa ditahan petugas.
”Jika diberi surat peringatan, jangan mau tanda tangan surat sebab itu akan membuat nama kita masuk ke dalam database sebagai pelaku pelanggaran. Katakan bahwa Anda berjanji tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi,” katanya.
Dengan membawa makanan dari Indonesia, setidaknya mereka dapat menghemat pengeluaran belanja makan selama di London. Untuk satu kali makan, paling standar 10 poundsterling atau sekitar 13 dollar Amerika, atau sekitar Rp 200.000. Dalam satu hari, sebanyak tiga kali makan. Berdasarkan hitungan Mifdhal, pengeluaran untuk makan bisa ia hemat hingga lebih dari separuhnya.
Selain untuk makan, demi penghematan, mereka tidak menginap di hotel. Hotel-hotel yang berada di dekat markas IMO memasang tarif rata-rata 300 Poundsterling per malam atau sekitar Rp 6 juta. Mereka menyewa sebuah apartemen di kawasan Vauxhall, hampir 1 kilometer dari markas IMO.
Apartemen itu berada dekat jalur bus dan stasiun kereta bawah tanah Vauxhall. Untuk bepergian relatif mudah. Di dekat itu ada Tesco, minimarket berjejaring dengan harga yang terjangkau. Berada di lantai 10 bangunan, dari sana terlihat jelas bentangan Sungai Thames yang membelah London. Letak apartemen itu strategis.
Di dalam apartemen terdapat dua kamar, masing-masing dengan kamar mandi dan WC ditambah satu WC di luar. Ada mesin cuci sekaligus pengering yang menutup pengeluaran untuk laundry. Pemilik apartemen sudah menyediakan sabun cuci.
Ada ruang tamu yang cukup luas, lengkap dengan meja dan empat kursi serta satu set sofa. Ada pula dapur yang dilengkapi dengan kulkas, pemanas makanan, kompor listrik, serta perabot untuk masak. Di apartemen tersedia Wi-Fi tanpa batasan kuota.
Informasi mengenai apartemen itu diakses lewat aplikasi Airbnb yang dapat diunduh melalui telepon genggam. Tarif untuk satu malam sekitar Rp 6,5 juta. ”Kalau dibagi empat orang itu jadinya Rp 1,6 juta per orang. Ini jauh lebih murah dibandingkan tarif hotel,” ujar Mifdhal.
Untuk bepergian, banyak alternatif transportasi, seperti kereta, bus, dan Uber. Agar lebih menghemat, mereka membeli kartu akses Oyster seharga 7 pound, kemudian melakukan pengisian. Kartu transportasi London itu dapat digunakan untuk kereta dan bus. Selama 10 hari di London, satu orang menghabiskan 30 pound sampai 50 pound untuk biaya transportasi.
Transportasi publik di London dibuat terintegrasi sehingga benar-benar memanjakan penggunanya. Di setiap stasiun bus dan kereta, selalu ada penumpang yang naik dan turun. Sejumlah sumber menyebutkan, kereta cepat bawah tanah di London beroperasi sejak tahun 1863. Dalam satu hari, lebih dari 3 juta penumpang melakukan perjalanan bawah tanah.
Ardan Chandra, rekan Mifdhal, menuturkan, dengan bantuan transportasi publik, ia dengan mudah datang ke destinasi pariwisata ikonik, seperti Istana Buckingham, Big Ben, dan juga beberapa tempat perbelanjaan. Di luar London, ia ke Anfield, markas klub sepak bola Liverpool. Ia penggemar berat Liverpool.
Ardan juga beberapa kali bepergian dengan berjalan kaki. Pada hari kedua di London, yakni Minggu (26/11/2023), ia menyusuri beberapa sudut kota itu dengan melahap jarak hingga 10 kilometer. ”Karena suhu udaranya sejuk jadi tidak terasa,” ucapnya. Suhu udara hari itu sekitar 8 derajat celsius.
Untuk bepergian, banyak alternatif transportasi, seperti kereta, bus, dan Uber. Agar lebih menghemat, mereka membeli kartu akses Oyster seharga 7 pound, kemudian melakukan pengisian. Kartu transportasi London itu dapat digunakan untuk kereta dan bus. Selama 10 hari di London, satu orang menghabiskan 30 pound sampai 50 pound untuk biaya transportasi.
Selama berada di London, setiap hari wajib mengenakan pakaian hangat. Beberapa warga London yang ditemui menuturkan, musim dingin datang lebih awal. Menengok satu dekade silam, musim dingin biasanya mulai pada bulan Desember. Pergeseran itu merupakan dampak perubahan iklim.
Untuk mengusir dinginnya London, Jonius A Saragih, teman Mifdhal lainnya, mencoba menghangatkan tubuh dengan minuman beralkohol. Di sekitar Vauxhall terdapat beberapa bar yang menjual bir dengan harga per gelas 7 pound atau hampir Rp 140.000. Harga di bar memang mahal karena pengelola tak hanya menjual bir semata, tetapi juga suasana.
Tenggelam dalam suasana bar yang penuh kehangatan oleh alunan musik dan obrolan para pengunjung, rasanya tidak cukup kalau hanya minum satu gelas bir. Jonius punya trik menyiasatinya. ”Minum dulu bir dari luar sampai agak mabuk, terus masuk ke bar. Di bar satu gelas sudah cukup, he-he-he,” ujarnya.
Dari hasil berhemat itu, mereka bisa membeli banyak oleh-oleh untuk keluarga di Indonesia. Mifdhal dan Jonius membeli masing-masing satu koper untuk diisi oleh-oleh, sedangkan Ardan sudah menyiapkan koper kosong yang ia bawa dari Indonesia.