Sektor Perikanan Aceh Menanti Investasi
Aceh membutuhkan sumber ekonomi jangka panjang setelah dana otonomi khusus. Sektor perikanan tangkap salah satu yang bisa digarap serius.
Pada 7 Desember 2023, Provinsi Aceh genap berusia 67 tahun. Dengan ditopang dana otonomi khusus sejak 2006 hingga 2027, pembangunan Aceh tetap melaju. Namun, pada kenyataannya angka kemiskinan Aceh masih lebih tinggi daripada rata-rata kemiskinan nasional.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Aceh yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, 30 November 2023, menyebutkan, angka kemiskinan Aceh pada Maret 2023 sebesar 14,45 persen atau 806.750 orang dari 5,482 juta jiwa. Angka itu lebih tinggi daripada rata-rata kemiskinan nasional sebesar 9,36 persen.
Situasi ini mendesak segera diatasi karena sebenarnya Aceh memiliki banyak potensi yang belum banyak disentuh. Sebelum dana otonomi khusus berakhir, Aceh harus mempersiapkan sumber-sumber lain untuk menopang fiskal daerah.
Salah satu sektor yang memiliki peluang besar di Aceh ialah perikanan. Dalam buku laporan kinerja Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh disebutkan, produksi perikanan tangkap setiap tahun sejak 2017 hingga 2022 terus meningkat. Pada 2018 produksi perikanan Aceh 288.034 ton dan menjadi 309.073 ton pada 2022.
Baca juga: Hilirisasi Perikanan Perlu Libatkan Nelayan
Produktivitas itu tercatat lebih tinggi dalam data statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan. Data kementerian menyebutkan, pada 2022, produksi perikanan tangkap Aceh 324.618 ton. Aceh pun menjadi provinsi dengan tangkapan kedua terbanyak di Sumatera dan nomor delapan di Indonesia.
Sebagian ikan dari Aceh diekspor ke luar negeri, yakni Jepang, Amerika Serikat, China, Eropa, dan Arab Saudi. Catatan dari DKP Aceh tahun 2022 menyebutkan, nilai ekspor ikan mencapai 15,92 juta dollar AS dengan total ekspor 3.417 ton. Adapun untuk pasar domestik, perikanan Aceh merambah Jakarta, Surabaya, dan Sumatera Utara.
Potensi besar Aceh didukung oleh keberadaan dua sisi pantai di provinsi ini, yakni pantai timur dan barat dengan garis pantai sepanjang 2.666 kilometer (km). Perairan Aceh menyimpan potensi perikanan tangkap 272.000 ton per tahun. Potensi ini seharusnya dapat diolah lebih baik dan ditingkatkan untuk mendongkrak kesejahteraan warga.
Banyak kendala
Warga yang berjibaku di sektor perikanan pun masih merasakan sejumlah kendala. Sebagaimana dirasakan oleh Heri Fahmi (45), pengusaha kapal perikanan di dermaga Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Lampulo, Kota Banda Aceh.
Pada Minggu (3/12/2023), ia sibuk mencatat berat timbangan setiap keranjang ikan yang diturunkan dari kapal. Dalam sekali bongkar kapal ukuran 60 gross tonnage (GT), ia mendapatkan sekitar 20 ton ikan campuran. Sebagian ikan dijual di pasar Banda Aceh, sisanya dikirim ke Sumatera Utara. ”Perikanan Aceh sangat menjanjikan. Jenis ikannya beragam dan tangkapan melimpah,” kata Heri.
Heri yang memiliki empat unit kapal mendapatkan 20 ton dalam sekali bongkar. Ia kerap terkendala oleh kelangkaan solar, ketersediaan es tak mencukupi, hingga dermaga yang dangkal. ”Sarana masih terbatas. Kita sangat butuh investasi agar sektor perikanan cepat berkembang,” katanya.
Baca juga: Wajah Aceh dalam Gelimang Dana Otonomi Khusus
Kualitas ekspor
Dalam satu dekade, sektor perikanan Aceh mengalami kemajuan. Dulu, tidak ada pabrik pengolahan, tetapi kini di kawasan PPS Lampulo terdapat tujuh unit pabrik. Setiap pabrik mampu menampung 30 ton ikan.
Salah satu pabrik pengolahan ikan di PPS Lampulo adalah PT Yakin Pasifik Tuna. Perusahaan ini dibangun pada 2018. Pabrik ini mengekspor ikan ke Jepang, Amerika Serikat, dan Arab Saudi.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Aceh yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, 30 November 2023, menyebutkan, angka kemiskinan Aceh pada Maret 2023 sebesar 14,45 persen atau 806.750 orang dari 5,482 juta jiwa. Angka itu lebih tinggi daripada rata-rata kemiskinan nasional sebesar 9,36 persen.
Direktur PT Yakin Pasifik Tuna, Almer Hafis Sandy, menuturkan, perusahaannya mengekspor ikan melalui Pelabuhan Belawan, Sumut. Sekali ekspor, minimal 12 ton ikan senilai Rp 2 miliar. Jumlah ikan yang bisa diekspor sekitar 30 persen dari total ikan yang ditampung karena kualitas ikan menurun saat pembongkaran.
Kapal-kapal perikanan Aceh masih menyimpan ikan secara tradisional. Ikan disimpan dalam lambung kapal yang diisi dengan es balok. Setiap kapal berlayar maksimal 15 hari. Terkadang ikan baru baru didapatkan pada hari keenam, sementara daya tahan es balok terbatas. Untuk menyelamatkan ikan dari pembusukan, kapal harus cepat dibongkar di pelabuhan.
Nilai Produksi Perikanan Tangkap Laut
Menurut Almer, perikanan tangkap Aceh butuh kapal untuk mengangkut ikan hasil tangkapan di tengah laut. Kapal ini memiliki palka dan secara khusus digunakan untuk mengangkut, memuat, menampung, mengumpulkan, menyimpan, mendinginkan, atau mengawetkan ikan.
”Semoga ada yang berani investasi untuk kapal pengangkut ikan agar kualitas ikan terjaga dan kapal tangkap bisa fokus mencari ikan tanpa harus buru-buru kembali ke pelabuhan,” ujarnya.
Di sisi lain, ukuran armada tangkap di Aceh di atas 60 GT masih sedikit. Padahal di negara lain seperti Vietnam ukuran kapal mencapai 150 GT. Ukuran kapal memengaruhi daya jelajah dan daya tampung.
Butuh investasi
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Aliman Selian menuturkan, sektor perikanan memberikan kontribusi 5,15 persen terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Aceh. Sebesar 12 persen penduduk Aceh bekerja di sektor perikanan. Adapun jumlah nelayan Aceh 96.813 orang. ”Nilai pendapatan asli daerah dari sektor ini dan tenaga kerja setiap tahun meningkat,” katanya.
Aliman mengatakan, banyak peluang yang bisa diambil oleh investor, seperti pembangunan gudang beku, pabrik pengolahan, pengadaan kapal berteknologi tinggi, galangan kapal, dan industri berbahan baku ikan.
Peneliti dari Pusat Riset Ilmu Kelautan dan Perikanan (PRKP) Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Haekal Azief Haridhi, menuturkan, perikanan tangkap Aceh perlu ditingkatkan dari hulu hingga hilir.
”Pemerintah Aceh harus memberikan kemudahan bagi investor di sektor perikanan karena sektor ini sangat menjanjikan,” kata Haekal.
Haekal mendorong pemerintah fokus mengembangkan perikanan suatu kawasan di satu periodik, kemudian baru dialihkan ke kawasan lain. Perbankan juga harus memberikan kemudahan untuk akses permodalan. ”Saya optimistis jika sektor perikanan dikelola dengan sungguh-sungguh jadi harapan masa depan,” ucapnya.
Baca juga: Internet Tersambung Turut Mengangkat Martabat Ikan Asin Leupung
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh Marthunis menuturkan, perikanan menjadi salah satu sektor unggulan yang ditawarkan kepada investor. Pemerintah Aceh mengubah beberapa kebijakan agar memberi kemudahan bagi investasi.
Misalnya, masa sekali penyewaan lahan di PPS Lampulo semula hanya lima tahun, tetapi kini dimungkinkan untuk waktu yang panjang.
”Aceh sangat membutuhkan investasi di sektor hilirisasi perikanan. Kami melihat adanya kebutuhan mendesak untuk menanam modal dalam sektor ini,” ujar Marthunis.
Baca juga: UMKM Aceh Ramai-ramai Naik Kelas
Hilirisasi perikanan, seperti pengolahan ikan menjadi produk bernilai tambah seperti fillet ikan beku, tuna kaleng, abon ikan, dan kerupuk ikan, belum tergarap sepenuhnya.
”Kami mengundang para investor untuk bergabung dalam usaha bersama ini, untuk membawa kesejahteraan yang lebih besar bagi masyarakat Aceh,” katanya.
Tahun 2027 merupakan tahun terakhir Aceh mendapatkan aliran dana otsus. Sektor perikanan berpeluang menjadi tonggak ekonomi Aceh di masa depan. Namun, pengelolaannya harus sepenuh hati.
Baca juga: Melihat Aceh dari Singkil