Pencarian Korban Banjir Bandang Humbang Hasundutan Berfokus dengan Alat Berat
Pencarian 10 korban hilang akibat banjir bandang di Humbang Hasundutan berfokus dengan alat berat. Tim SAR gabungan masih kesulitan memindahkan batu-batu besar. Warga memanjatkan ritual dan doa untuk korban yang hilang.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
DOLOK SANGGUL, KOMPAS — Pencarian 10 korban hilang akibat banjir bandang di Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, berfokus dengan alat berat ekskavator dan pemecah batu, Selasa (5/12/2023). Tim SAR gabungan masih kesulitan memindahkan batu-batu besar berdiameter hingga 3 meter yang menimbun rumah.
Sebelum alat berat dioperasikan, masyarakat Desa Simangulampe berdatangan ke lokasi bencana banjir bandang sejak pagi. Mereka berdoa sebelum operasi pencarian korban dimulai.
Pencarian dimulai dengan penyelaman di perairan Danau Toba di sekitar lokasi banjir bandang. Penyelaman hanya bisa dilakukan sebelum alat berat dioperasikan agar tidak terganggu getaran dari alat berat.
”Hasil pencarian dari penyelaman masih nihil,” kata Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Medan Budiono.
Hingga Selasa sore, tim SAR gabungan baru menemukan dua korban meninggal, yakni Lian Lubis (19), pegawai Hotel Senior; dan Tiamin Sinambela (78), warga Simangulampe. Sementara 10 korban lainnya belum ditemukan. Mereka diduga tertimbun batu atau terbawa arus hingga ke perairan Danau Toba.
Johanes Sihombing (23), salah satu keluarga korban, hanya bisa memperkirakan di mana posisi rumahnya yang sudah tertimbun longsoran. Atap rumahnya pun tak lagi terlihat. ”Ayah saya, Desmah Sihombing (50), salah satu korban hilang. Dia masih sempat menyelamatkan kami anak-anaknya,” kata Johanes.
Johanes terisak di atas tumpukan batu-batu besar yang menimbun sedikitnya 35 rumah di bawah bukit terjal itu. Dia tidak menemukan apa-apa di antara celah batu besar itu.
Dia dan korban bencana lainnya berdoa di bawah bukit yang longsor di tepi Danau Toba. Mereka juga melakukan ritual adat, memanjatkan doa, agar korban hilang segera ditemukan.
Meskipun 15 alat berat sudah dikerahkan, tidak banyak batu yang bisa dipindahkan. Batu-batu berukuran besar dipecahkan terlebih dahulu lalu dipindahkan dengan ekskavator. Memecahkan satu batu pun membutuhkan waktu beberapa menit. Petugas tampak berfokus memecahkan dan memindahkan batu berukuran sedang. Batu berdiameter 3 meter masih sangat sulit dipindahkan.
Hampir semua rumah masih tertimbun dan belum bisa diperiksa apakah ada korban tertimpa di bawahnya. Hanya batu-batu yang berada di pinggir jalan yang bisa dipindahkan. Sebagian batu yang berada di tepi Danau Toba ditenggelamkan ke air. Anjing pelacak juga dikerahkan untuk mengendus keberadaan korban di celah reruntuhan.
Selain rumah yang tertimbun batu, beberapa rumah lainnya juga terendam lumpur hingga ketinggian lebih dari 1 meter. Rumah-rumah itu masih dibiarkan dan tidak dibersihkan. Warga berharap ratusan aparat yang ikut dalam penanggulangan bencana itu membantu masyarakat membersihkan rumahnya.
Pencarian juga tetap dilakukan di wilayah perairan Danau Toba. Beberapa kapal SAR berkeliling menyisir tepi danau untuk mencari korban hilang. P encarian di perairan tetap diintensifkan karena satu dari korban meninggal ditemukan 500 meter dari lokasi banjir bandang. Satu korban lainnya ditemukan tertimpa di bawah batu di dekat danau.
Bupati Humbang Hasundutan Dosmar Banjarnahor menyatakan tengah berfokus melakukan tindakan tanggap darurat. Sebanyak 234 warga masih mengungsi di posko pengungsian yang didirikan di Kantor Camat Baktiraja.
Terkait penyebab banjir bandang, Dosmar akan menyelidiki lebih dalam tentang adanya dugaan kuat penebangan pohon secara ilegal di hutan yang berada di hulu, yakni di Desa Sitolubahal. Ia sudah mengecek penebangan pohon di hutan lindung di sana yang menurut informasi dibekingi aparat kepolisian berinisial DS.
”Oknum DS ini sudah lama bermain ilegallogging,” kata Dosmar.