Hujan Berpotensi Picu Banjir Lahar dan Awan Panas Guguran Gunung Merapi
Hujan berpotensi memicu banjir lahar dan awan panas guguran dari puncak Gunung Merapi di perbatasan Jateng-DIY. Masyarakat diminta menjauhi daerah bahaya.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Hujan yang mulai sering turun dengan intensitas meninggi memunculkan potensi bahaya banjir lahar hujan di sejumlah sungai yang berhulu ke Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Selain itu, hujan juga dapat memicu terjadinya awan panas guguran di Merapi.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso, Selasa (5/12/2023), di Yogyakarta, mengatakan, selama beberapa waktu terakhir, Gunung Merapi mengalami peningkatan aktivitas. Hal itu terpantau dari intensitas erupsi yang sudah beberapa hari terjadi di gunung api tersebut.
Pada Senin (4/12/2023) sekitar pukul 17.00 WIB, terjadi empat kali awan panas guguran (APG) di Merapi. Rinciannya, tiga kali APG mengarah ke hulu Kali Boyong dengan jarak luncur maksimum 3.000 meter dan satu APG mengarah ke hulu Kali Krasak dengan jarak luncur maksimum 1.600 meter. Kedua kali atau sungai itu berada di sektor barat daya puncak Merapi
”Satu jam sebelum awan panas guguran itu terjadi, kami sudah mengeluarkan peringatan,” ujar Agus.
Peringatan itu dikeluarkan menyusul hujan yang terjadi di wilayah puncak Merapi. Hujan, kata Agus, dapat mengganggu kestabilan kubah lava di puncak gunung sehingga berpotensi memunculkan APG.
Dia menambahkan, peningkatan aktivitas Merapi kemungkinan masih akan terus terjadi ke depan. Indikasinya adalah ada peningkatan kegempaan, deformasi, dan pemekaran puncak gunung. ”Ini menunjukkan suplai magma berjalan terus,” ucapnya.
Hujan juga memunculkan potensi bahaya lain berupa banjir lahar hujan. Semua sungai yang berhulu di Merapi menyimpan potensi bahaya ini. Namun, kata Agus, terdapat lima sungai yang paling rawan karena tumpukan material erupsi dapat mengarah ke hulunya.
Kelima sungai itu adalah Kali Krasak, Kali Putih, Kali Boyong, Kali Gendol, dan Kali Kuning. Lima sungai tersebut berada di sektor barat daya dan selatan puncak Merapi. Diperkirakan terdapat total 5 juta meter kubik material erupsi yang berada di sekitar hulu sungai-sungai itu.
Namun, yang paling tinggi potensinya berada di sektor barat daya. Ini karena di sektor itu terdapat endapan awan panas yang baru hasil erupsi sejak tahun 2021. ”Masyarakat agar mematuhi radius bahaya yang telah ditetapkan,” ujar Agus.
Status Merapi berada di level III atau Siaga sejak 5 November 2020. Potensi bahaya berupa guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya meliputi Kali Boyong sejauh 5 kilometer; Kali Bedog, Krasak, dan Bebeng sejauh maksimal 7 km; Kali Gendol sejauh 5 km; dan Kali Woro sejauh 3 km.
Satu jam sebelum awan panas guguran itu terjadi, kami sudah mengeluarkan peringatan.
Secara terpisah, Kepala Stasiun Meteorologi Yogyakarta Warjono mengatakan, hujan mulai turun secara merata di wilayah DIY, termasuk di Gunung Merapi. ”Awal Desember intensitas hujan sudah mulai meninggi di sekitar wilayah Merapi. Namun, puncaknya diperkirakan pada Januari-Februari,” katanya.
Masyarakat yang berada di alur sungai yang berhulu ke Merapi pun diminta meningkatkan kewaspadaan. Hujan berintensitas tinggi di puncak Merapi dapat menyebabkan banjir lahar di badan-badan sungai tersebut. ”Harus diwaspadai pula kemungkinan (material) meluber ke luar badan sungai kalau intensitas hujan sangat tinggi,” kata Warjono.