Keluarga Inti Ikuti Pemilu 2024, Tiga PNS di Surakarta Ajukan Cuti
Tiga orang PNS, di Surakarta, mengajukan cuti di luar tanggungan negara. Dengan status cuti, mereka diperbolehkan mendampingi keluarganya yang jadi kontestan dalam Pemilu 2024.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Sebanyak tiga orang pegawai negeri sipil (PNS) di Kota Surakarta, Jawa Tengah, mengajukan cuti di luar tanggungan negara (CTLN). Itu karena terdapat anggota keluarganya yang turut serta sebagai kontestan pada Pemilu 2024. Netralitas pegawai aktif diawasi ketat jajaran pemerintah.
”Yang sudah diproses (pengajuan cutinya) di tempat kami ada tiga orang. Tiga orang itu dari beberapa OPD (organisasi pemerintah daerah),” kata Kepala Dinas Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Surakarta Dwi Ariyatno, saat ditemui di Balai Kota Surakarta, Kamis (30/11/2023).
Dwi menyebut, rata-rata lama cuti yang diajukan selama 12 bulan atau setahun. Adapun cuti dimulai sejak 1 November 2023. Dilihat dari lama cutinya, para pegawai negeri itu akan bebas tugas sampai seluruh tahapan Pemilu 2024 selesai.
Pengajuan CTLN, menurut Dwi, sebenarnya merupakan kebijakan opsional bagi PNS ataupun aparatur sipil negara (ASN) selama masa pemilu ini. Mereka bisa memanfaatkannya, bisa juga tidak.
Syarat pengajuan cuti ialah terdapat anggota keluarga inti pegawai tersebut yang ikut dalam kontestasi politik. Adapun anggota keluarga inti yang dimaksud, antara lain, pasangan, orangtua, hingga anak.
”Kalau dia mengambil CTLN, itu posisimya dia nonaktif sebagai PNS atau ASN. Jadi, dia boleh mengikuti proses politik seperti kampanye. Karena, secara jabatan, dia tidak punya kewenangan apa pun,” kata Dwi.
Jika para pegawai itu tidak mengajukan CTLN, mereka bisa dikenai aturan netralitas jika kedapatan ikut serta kegiatan politik yang melibatkan anggota keluarganya seperti kampanye dan penggalangan dukungan. Bahkan, aturan itu juga diterapkan jika mereka sekadar berfoto bersama hingga mengomentari unggahan media sosial kontestan.
Apabila CTLN diambil, lanjut Dwi, ada sejumlah konsekuensi yang harus diterima seorang pegawai. Akibat status bebas tugas, pegawai itu tidak bisa memperoleh kompensasi apa pun dari jabatan yang selama ini dipegangnya.
”Jadi, sama sekali tidak mendapatkan gaji dan tunjangan dari status PNS-nya karena dia tidak menjalankan tugas dan dilepaskan dari statusnya sementara,” kata Dwi.
Hak-hak kepegawaian, tutur Dwi, bakal dikembalikan jika mereka sudah kembali aktif bekerja. Mereka hanya dibebastugaskan sementara selama masa cuti tersebut. Adapun status kepegawaiannya tetap tercatat dalam basis data milik pemerintah daerah.
Secara terpisah, Wakil Wali Kota Surakarta Teguh Prakosa menyampaikan, aturan itu dibuat untuk memberikan ruang bagi pegawai yang ingin berpartisipasi dalam proses politik. Mekanismenya ditentukan sedemikian rupa agar tidak mengusik prinsip netralitas PNS dan ASN. Apalagi memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi mereka.
”Jadi, sama sekali tidak mendapatkan gaji dan tunjangan dari status PNS-nya. Sebab, dia tidak menjalankan tugas dan dilepaskan dari statusnya sementara.”
Dengan adanya aturan itu, Teguh menekankan supaya para pegawainya mau jujur jika memang ingin menunjukkan partisipasi aktif semacam itu. Jangan sampai ditutup-tutupi. Ada sanksi disiplin yang mengancam jika mereka ketahuan terlibat politik praktis tanpa mengajukan cuti terlebih dahulu.
”Kami mengimbau seluruh PNS dan ASN dari Kota Surakarta harus berbicara jujur kepada BKPSDM Surakarta. Silakan menyampaikan surat cuti jika ingin membantu suami, istri, bapak, atau anak yang maju menjadi caleg. Ini supaya irisannya jelas,” kata Teguh.