Kelahiran Gajah di TNWK Bukti Keberhasilan Pengembangbiakan di Alam Liar
Keberhasilan pengembangbiakan gajah jinak di alam liar terlihat dari kelahiran bayi gajah sumatera di Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur. Meski demikian, virus EEHV masih mengancam gajah-gajah muda.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Lahirnya satu individu gajah sumatera di Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, Lampung, Selasa (28/11/2023), menjadi bukti selanjutnya keberhasilan pengembangbiakan gajah jinak di alam liar. Namun, kewaspadaan semua pihak tetap dibutuhkan karena masih ada virus berbahaya yang mengancam gajah-gajah muda.
Bayi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) betina itu lahir dengan bobot 78 kilogram di Camp Elephant Response Unit (ERU) Margahayu Wilayah III Kuala Penet, sekitar pukul 10.00. Induknya adalah Amel yang kawin dengan jantan Rendi.
Koordinator Camp ERU Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Nazaruddin menuturkan, anak gajah itu dalam kondisi sehat. Gajah sudah berdiri, berjalan, dan menyusu, pada induknya. Dengan kelahiran ini, tercatat ada 28 gajah di Camp ERU.
Sebelumnya, pada Sabtu (11/11/2023), satu individu gajah sumatera jantan juga lahir di Camp ERU Wilayah II Bungur. Kini, satu gajah lain diprediksi lahir di Camp ERU tahun 2024. Sementara satu gajah lainnya bakal lahir tahun 2025.
Sejak beroperasi tahun 2015, sudah tujuh gajah lahir di tiga unit Camp ERU. Kelahiran pertama di tempat penyelamatan gajah itu terjadi tahun 2017.
Kelahiran bayi gajah ini, kata Nazaruddin, merupakan keberhasilan pengembangbiakan gajah jinak di alam liar. Dari hasil pengamatan tim dokter dan pawang gajah, masa berahi gajah betina terjadi 3-4 kali setahun.
Namun, tim masih kesulitan mendeteksi tanda-tanda berahi pada gajah betina melalui pemeriksaan ultrasonografi. Petugas hanya dapat memperhatikan perubahan perilaku gajah yang lebih agresif saat masa kawin.
”Yang kami lakukan selama ini adalah mendekatkan gajah betina dan gajah jantan sesering mungkin di alam untuk memperbesar terjadinya perkawinan alami,” kata Nazaruddin.
Sebelumnya, Sukatmoko dari bagian Humas TNWK mengatakan, terus mengupayakan pengembangbiakan gajah jinak, baik di Camp ERU maupun Pusat Lektur Gajah (PLG) TNWK. Saat ini, gajah jinak di PLG TNWK sebanyak 34 individu.
Sepanjang tahun 2023, satu individu gajah lahir di PLG TNWK. Gajah jantan itu lahir dari induk bernama Suli pada 8 April 2023. Saat ini, anak gajah berusia tujuh bulan itu tumbuh sehat bersama induknya.
Penyakit EEHV
Bersyukur atas sejumlah kelahiran yang memperbesar harapan pelepasliaran, Nazaruddin mengatakan masih mewaspadai penyebaran penyakit elephant endotheliotropic herpesvirus (EEHV). Penyakit ini masih rentan mengancam populasi gajah.
Berdasarkan catatan Kompas, dalam kurun waktu 2012-2015, ada tiga anak gajah mati akibat EEHV di Sumatera Utara. Di TNWK, gajah jinak bernama Taufan juga mati di PLG pada Minggu (30/10/2022).
EEHV pertama kali diidentifikasi peneliti Smithsonian’s National Zoo Amerika Serikat. Meski ditemukan pada gajah dewasa, EEHV lebih rentan pada gajah berusia di bawah 12 tahun.
Gejalanya berupa keletihan. Hanya dalam beberapa jam, gajah bisa mati setelah ada gejala. Lewat otopsi, organ dalamnya biasanya mengalami pendarahan.
Apabila dibiarkan, kondisi itu menambah kerentanan bagi gajah sumatera. Kini, gajah sumatera berstatus kritis menurut Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam dan Sumber Daya Alam atau dua tahap sebelum punah. Populasi gajah sumatera turun dari 2.500 pada 2007 menjadi kurang dari 700 pada 2019.