Bentrokan di Bitung Hanya Antarormas, Tak Bahayakan Toleransi di Sulut
Bentrok dua organisasi masyarakat di Bitung yang dilatari dukungan terhadap Palestina dan Israel dinilai tak akan mengganggu toleransi beragama secara luas di Sulawesi Utara. Namun, pemerintah harus cari penyebabnya.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Bentrokan antara dua organisasi masyarakat di Bitung yang dilatari dukungan terhadap Palestina dan Israel dinilai tidak mengganggu toleransi beragama secara luas di Sulawesi Utara. Akan tetapi, pemerintah diminta mendalami pula musabab bentrokan tersebut sebagai pembelajaran.
Dihubungi dari Manado, Senin (27/11/2023), dosen Sosiologi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado, M Kamil Jafar Nassa, menyebut bentrokan yang melibatkan anggota ormas Makatana Minahasa dan Barisan Solidaritas Muslim pada Sabtu (25/11/2023) itu bukanlah permusuhan antaragama.
”Telah lama toleransi di Sulut ini terjaga melalui pendekatan lokal yang disebut tou (manusia berakhlak) serta makna dari (semboyan) Torang Samu Basudara. Banyak warga yang telah menikah antaragama, bahkan dalam satu rumah memiliki dua ritual keagamaan yang berbeda,” kata Kamil.
Hal itu dibuktikan pula oleh berbagai indikator empiris. Pada 2022, misalnya, Kementerian Agama (Kemenag) menempatkan indeks kerukunan umat beragama (KUB) Sulut di peringkat tiga nasional dengan skor 78,35. Nusa Tenggara Timur duduk di peringkat pertama dengan indeks KUB 81,07, disusul Papua dengan skor 80,20.
Karenanya, Gubernur Sulut Olly Dondokambey dan wakilnya, Steven Kandouw, diberi penghargaan Harmony Award pada Oktober 2022. Penghargaan ini disusul penetapan Manado di 10 besar Indeks Kota Toleran (IKT) 2022 oleh Setara Institute. Dengan skor 5.767, Manado menempati posisi kedelapan kota paling toleran.
Hal ini juga telah tecermin sejak lebih dari dua dekade lalu, tepatnya pada 1999 ketika konflik berbasis agama mengguncang salah satu kota terdekat Manado, yakni Ambon, Maluku. Meski saat itu perbandingan jumlah penduduk Kristen dan Islam di Ambon dan Manado mirip, yaitu tiga berbanding satu, konflik tak meluber ke Manado.
Almarhum Samsu Rizal Panggabean, pengajar Studi Perdamaian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, menulis dalam buku Konflik dan Perdamaian Etnis di Indonesia (2018) bahwa masyarakat, tokoh agama, dan pemda di Manado dan Sulut selalu berfokus pada kerukunan dan persaudaraan dalam menghadapi ancaman konflik.
Warga Manado dan Sulut ia sebut terbiasa merayakan perbedaan, salah satunya dengan mendirikan berbagai monumen seperti Bukit Kasih di Desa Kanonang, Kawangkoan, Minahasa. Di sana, rumah ibadah berbagai agama didirikan berdampingan di atas bukit.
”Bukit kasih yang dibangun pemerintah provinsi pada 2002 merupakan simbol yang mencerminkan toleransi dan diharapkan memperkuat dan melanggengkan toleransi,” tulis Rizal.
Dengan begitu, bentrokan antara dua ormas di Bitung, yang menewaskan satu orang dan menyebabkan dua lainnya luka-luka, tak mencerminkan situasi toleransi keseluruhan di Sulut. Akan tetapi, lanjut Kamil, bentrokan tersebut dapat berdampak positif bagi warga Sulut, yaitu memperkuat integrasi dalam masyarakat yang plural.
Insiden tersebut pun dapat dijadikan momentum bagi warga Sulut untuk berbenah. ”Harus segera dilakukan resolusi konflik hingga ke akar rumput. Aktor-aktor yang terlibat dalam konflik tersebut harus dicari tahu. Agama tidak boleh dijadikan alat untuk konflik antarkelompok tersebut karena bisa berdampak besar untuk kesatuan NKRI,” kata Kamil.
Dalam hal ini, Kemenag dan instansi terkait lainnya perlu mempromosikan kembali moderasi beragama melalui berbagai kegiatan yang melibatkan perwakilan seluruh agama. ”Kita masih berharap angka indeks toleransi kehidupan di Sulut tidak berubah,” kata Kamil.
Segera setelah bentrokan reda, Kepolisian Daerah Sulut menangkap tujuh pelaku penganiayaan, yaitu RP, HP, GK, FL, BI, MP, dan RA pada Minggu (26/11/2023) malam. Jumlah tersangka bertambah dua pada Senin malam, yaitu OK dan ID. Mereka diduga melakukan penganiayaan terhadap korban meninggal bernama Anto serta merusak ambulans BSM di daerah Sari Kelapa, Bitung Timur.
”Untuk dua tersangka baru ini, kami lakukan penangkapan. Pertama (OK) di Tomohon, kedua (ID) di Minahasa Utara. Totalnya ada sembilan tersangka yang sudah ditangkap,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulut Komisaris Besar Gani Siahaan.
Kedua tersangka dikenai Pasal 170 dan Pasal 351 Ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), masing-masing tentang penganiayaan dan perusakan. Adapun tujuh tersangka lainnya dikenai Pasal 170 serta Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
Kendati begitu, pihak kepolisian menyatakan belum semua pelaku tertangkap. Karenanya, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulut Komisaris Besar Iis Kristian mengimbau agar pelaku yang belum tertangkap segera menyerahkan diri.
”Kami akan melakukan pengejaran terus sehingga semua pelaku terungkap. Lebih baik menyerahkan diri supaya kondisi Bitung aman sehingga kita bisa beraktivitas sebagaimana biasanya,” katanya.
Pascabentrokan tersebut, Pemkot Bitung dan Forum Kerukunan Umat Beragama Bitung telah menyerukan deklarasi perdamaian antardua kelompok. Wali Kota Bitung Maurits Mantiri mengatakan, situasi kota sudah aman dan kondusif. Kegiatan usaha, termasuk yang mikro, kecil, dan menengah, telah berlangsung normal kembali.