Tersambar Petir, Kebakaran di Gunung Panderman Belum Berhasil Dipadamkan
Kebakaran lahan melanda lereng timur laut Gunung Panderman di Batu. Dipicu oleh sambaran petir, kebakaran yang berlangsung 24 jam itu belum berhasil dipadamkan.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BATU, KOMPAS — Kebakaran hutan yang melanda lereng atas Gunung Panderman di Kota Batu, Jawa Timur, hingga Rabu (22/11/2023) sore, belum berhasil dipadamkan. Kebakaran berlangsung sejak Selasa (21/11/2023) pukul 15.30 dan ada indikasi akibat sambaran petir yang mengenai pohon.
Berdasarkan pengamatan dari daerah Oro-oro Ombo, terlihat asap pekat masih mengepul keluar dari sela-sela rimbun pepohonan di lereng sisi tengah. Di sisi yang lain, asap mengepul tebal dari lereng tengah memanjang hingga ke puncak.
Sebanyak 50-an personel gabungan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Batu, Perhutani, Babinsa dan Babinkamtibmas, lembaga masyarakat desa hutan, serta sukarelawan diterjunkan untuk memadamkan api secara manual dan membuat sekat bakar.
Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Batu Doddy Fatturachman mengatakan, medan yang sulit menjadi kendala pemadaman kebakaran. Lokasi hutan yang terbakar berada di tebing dengan kemiringan curam.
Panderman serangkai dengan Pegunungan Butak dan Kawi dengan tinggi 2.045 meter di atas permukaan laut. ”Untuk menuju ke lokasi yang terbakar mesti jalan kaki dua-tiga jam dari posko. Ini juga menjadi kendala,” ujarnya.
Faktor angin juga ikut berpengaruh membuat api mudah merambat ke lokasi lain. Sementara hujan yang diharapkan bisa membantu mengendalikan api, sepanjang Rabu pagi-sore, belum turun di kawasan Panderman. Padahal, di daerah lain, seperti Kota Malang, hujan deras turun.
Mengenai luas lahan yang terbakar, data sementara diperkirakan mencapai 3,5 hektar, berada di Petak 227 Resor Pemangkuan Hutan Oro-oro Ombo. Vegetasi yang terbakar, antara lain, berupa cemara dan ilalang.
Doddy pun memastikan kebakaran disebabkan oleh petir. Hal ini sudah dikonfirmasi ke pihak Perhutani yang membawahi wilayah itu. ”Positif kena petir. Pihak Perhutani sudah naik ke atas dan ada pohon bekas tersambar petir,” ucapnya.
Terkait sambaran petir yang menjadi penyebab kebakaran dibenarkan oleh warga yang bermukim di lereng Panderman. Menurut mereka, sebelum mendung dan terjadi petir, hutan di lereng Panderman baik-baik saja. Tidak ada kepulan asap.
Namun, sekitar pukul 15.00, langit di kawasan itu berubah gelap oleh mendung tebal. Warga pun mendengar bunyi petir dua kali, tetapi hujan tidak turun. ”Hujan baru turun sekitar pukul 20.00. Itu pun hanya sebentar, tidak bisa memadamkan api,” ujar Doni Purnomo (34) dan Agus Yulianto (42), kedunya warga Dusun Toyomerto, Desa Pesanggrahan, Kecamatan Batu.
Begitu terbakar, Doni sempat berupaya ikut memadamkan. Namun, medan yang jauh dan sulit ditembus, apalagi malam, membuat dia dan warga lain kembali turun. Titik yang terbakar berada di daerah Curah Banteng dan Parang Putih yang selama ini jarang dilalui orang.
”Yang terbakar itu pohon-pohon lama yang sudah berumur. Kalau di sisi bawah (tidak terbakar) yang hijau-hijau itu tanaman masyarakat. Ada Eucalyptus dan lainnya,” ucap Agus.
Ini merupakan kebakaran pertama di Panderman selama musim kemarau tahun ini. Itu pun kebakaran bukan disebabkan oleh aktivitas manusia. Beberapa tahun terakhir Panderman relatif aman dari kebakaran lahan. Berdasarkan catatan Kompas, kebakaran terakhir terjadi pada Oktober 2018 dan Juli 2019.
Yang terbakar itu pohon-pohon lama yang sudah berumur. Kalau di sisi bawah yang hijau-hijau itu tanaman masyarakat.
Sejauh ini kondisi lingkungan di sekitar Panderman memang masih cukup kering. Meski di kawasan Batu utara, seperti lereng Arjuno sudah sering turun hujan, di Batu selatan hujan baru turun tiga kali. Itu pun, menurut Agus dan Doni, hujan yang turun diselingi jeda panas beberapa hari.