Kajian Risiko Bencana Menjadi Acuan Pembangunan di NTT
Kajian risiko bencana harus dibuat lebih awal sebelum memasuki musim hujan atau musim kemarau ekstrem. Kajian ini sebagai kerangka acuan dalam pembangunan. NTT rawan bencana.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KORNELIS KEWA AMA
Bincang-bincang kajian risiko bencana NTT berlangsung di Kupang, Senin (20/11/2023). Setiap kabupaten/kota wajib memiliki kajian risiko bencana ini sebagai pedoman pembangunan di daerah itu.
KUPANG, KOMPAS — Kajian risiko bencana di kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur menjadi pedoman umum pembangunan daerah. Terdapat 12 jenis bencana di NTT. Untuk itulah dibutuhkan kerja kolaborasi lintas sektor sebagai upaya menangani bencana dengan cepat dan tepat.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT Ambrosius Kodo pada kegiatan sosialisasi perda gubenur tentang kajian risiko bencana dan kick off penyusunan rencana penanggulangan bencana, di Kupang, Senin (20/11/2023). Dia menambahkan, sebuah bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga harus melibatkan semua pihak.
”Ini menyangkut kemanusiaan. Tetapi, lebih dari itu, perlu ada kajian risiko bencana atau KRB di setiap kabupaten/kota di NTT. Hasil kajian menjadi pedoman pembangunan di semua bidang. Jika sudah punya, coba ditinjau kembali sesuai situasi dan kondisi terkini,” katanya.
Setiap program pemerintah, baik jangka pendek, menengah, maupun panjang, tetap berpedoman pada kajian risiko bencana ini. Demikian pula investasi jenis apa pun. Jika tidak memakai pedoman KRB dikhawatirkan akan berdampak buruk pada pembangunan dan investasi.
Kepala BPBD NTT Ambrosius Kodo saat berbicara pada talkshow kajian risiko bencana NTT di Kupang, Senin (20/11/2023).
Terdapat 12 jenis bencana di NTT, yaitu banjir, banjir bandang, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem dan abrasi, letusan gunung api, gempa bumi, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, tsunami, likuefaksi, longsor, dan pandemi Covid-19. Dalam kurun waktu Januari-Oktober 2023 telah terjadi 117 bencana di NTT.
”Khusus Pulau Flores memiliki 25 gunung berapi. Di satu sisi, gunung berapi ini memiliki potensi panas bumi yang luar biasa, tetapi di lain pihak bisa merugikan masyarakat dan lingkungan sekitar jika terjadi letusan gunung api. Gunung Ile Lewotolok di Pulau Lembata, misalnya, mengeluarkan erupsi hampir setiap hari sejak dua tahun terakhir,” katanya.
Dengan banyaknya jenis bencana di NTT, revisi KRB mutlak dilakukan. Ambrosius mencontohkan, setelah badai seroja pada 2021, bermunculan bencana baru, yakni luapan air sungai dan banjir saat musim hujan. Sebagian besar sungai di Timor hanya mengalirkan air pada musim hujan. Kabupaten Kupang, misalnya, sebagian besar jalur sungai menjadi dangkal, bahkan tak kelihatan, karena tertutup longsoran seusai badai seroja.
Setelah bencana seroja, pemerintah tidak melakukan kegiatan susur sungai dan pemantauan kondisi hutan secara keseluruhan di setiap kabupaten/kota. Memasuki musim hujan 2022/2023 terjadi luapan Sungai Noelmina dan sejumlah sungai lain di Kabupaten Kupang. Akibatnya, rumah warga, lahan pertanian, fasilitas umum, dan kantor desa ikut terendam. Kasus serupa juga terjadi di kabupaten/kota lain. Untuk itulah semua kondisi terbaru itu harus masuk dalam KRB setiap kabupaten/kota.
Tanaman perkebunan berupa pisang dan kelapa di Desa Tunbaun, Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, NTT, rusak akibat badai Seroja. Warga sedang merapikan pohon-pohon yang tumbang akibat badai. Senin (5/4/2021).
Dokumen kajian risiko bencana harus terus direvisi setiap tahun. Setelah itu disebarluaskan secara daring kepada semua elemen masyarakat untuk dapat dipelajari. Daerah rawan bencana segera mungkin dilakukan mitigasi. Masyarakat di desa atau kelurahan itu dilatih menghindari bencana melalui jalur evakuasi.
Provinsi NTT berada di pertemuan lempeng Eurasia dan Australia sehingga sering terjadi gempa bumi. Pulau Sumba tercatat memiliki potensi gempa bumi dengan magnitudo sampai 8,5 dan Pulau Flores memiliki potensi gempa bumi sampai M 7,5 disertai tsunami. Gempa bumi secara beruntun selama awal November 2023 di Timor mengingatkan semua pihak tetap waspada dan melakukan gladi resik menghadapi bencana.
Petugas PLN Lembata sedang mengurai kabel listrik pascabencana badai Seroja di Lembata.
Kolaborasi
Staf Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah NTT John Paul mengatakan, NTT hidup berdampingan dengan bencana. Hampir semua bencana ada di daerah ini. KRB sangat mutlak dilakukan setiap kabupaten/kota dan segera mungkin diterapkan di lapangan.
”Standar pelayanan minimal kepada masyarakat harus dilakukan pemerintah. Apalagi, ada kaitan dengan bencana. Saya mohon maaf, selama ini ada beberapa perangkat daerah yang belum menerapkan standar pelayanan minimal itu. Misalnya, Dinas PUPR harus menyediakan rumah layak huni bagi warga seusai rumah mereka diterjang bencana. Penyediaan air bersih bagi warga yang alami kekeringan,” kata Paul.
Paul menambahkan, masalah lain yang kita hadapi adalah kesulitan mengakses data kerusakan akibat bencana. Kalaupun ada data, tidak sesuai fakta di lapangan. ”Ketika direalisasikan data itu, terjadi persoalan di lapangan. Masyarakat terdampak mengklaim belum mendapat bantuan dan lain-lain dari pemerintah,” katanya.
”Mari kita saling koordinasi dan kolaborasi jika terjadi sebuah bencana. Kerja kolaborasi sangat membantu menyelesaikan persoalan masyarakat secara cepat, tepat sasaran, efektif, dan efisien. Bencana tidak kita inginkan, tetapi bagaimanapun bencana itu akan kita hadapi, cepat atau lambat,” kata Paul.
Menteri Sosial Tri Rismaharini meresmikan rumah bagi korban badai Seroja di Kelurahan Baubau, Kabupaten Kupang, NTT, Selasa (13/12/2022). Rumah itu dibangun oleh Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas yang mengelola donasi para pembaca Kompas.