I Nyoman Gde Antara Bakal Mengajukan Penangguhan Penahanan
Kuasa hukum terdakwa kasus dugaan korupsi dana SPI Universitas Udayana bakal mengajukan penangguhan penahanan atas klien mereka. Pengacara dari Antara juga mempersoalkan perlakuan terhadap kliennya.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Tim pengacara terdakwa kasus dugaan korupsi I Nyoman Gde Antara akan mengajukan penangguhan penahanan terhadap eks Rektor Universitas Udayana ke majelis hakim. Kubu Antara itu juga menyiapkan dokumen pendukung permohonan penangguhan penahanan atas Antara, termasuk salinan surat keputusan rektor dari berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesia terkait dengan pemberlakuan sumbangan pengembangan institusi (SPI).
Perihal itu disampaikan Hotman Paris Hutapea bersama tim kuasa hukum Antara dalam jumpa pers di Legian, Kuta, Kabupaten Badung, Senin (20/11/2023). Selain akan mengajukan penangguhan penahanan terhadap klien mereka, menurut Hotman, tim kuasa hukum dari Antara juga mempersoalkan perlakuan terhadap klien mereka, misalnya pemborgolan terdakwa.
”Memohon penangguhan penahanan, atau minimal penahanan kota,” kata Hotman, yang juga didampingi Erwin Siregar bersama Agus Saputra dan sejumlah pengacara lainnya. ”Setidaknya, ditangguhkan penahanannya,” ujar Hotman lebih lanjut.
Antara ditahan dan disidang terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) mahasiswa baru seleksi mandiri Universitas Udayana tahun akademik 2018 sampai 2022, yang dinilai merugikan keuangan negara hingga Rp 335,3 miliar lebih.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum, yang dibacakan saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Kota Denpasar, Selasa (24/10/2023), Antara diduga mengendapkan dana SPI Universitas Udayana di rekening milik Universitas Udayana agar mendapatkan fasilitas dari bank. Kubu Antara sudah mengajukan eksepsi atas dakwaan itu pada Selasa (31/10/2023). Akan tetapi, eksepsi dari pihak terdakwa ditolak majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar.
Antara melalui kuasa hukumnya juga pernah mengirimkan surat ke penyidik Kejaksaan Tinggi Bali agar kliennya tidak ditahan. Akan tetapi, penyidik Kejaksaan Tinggi Bali tetap menahan Antara bersama tiga tersangka lain terkait kasus dugaan korupsi dana SPI pada Senin (9/10/2023).
Tim kuasa hukum Antara, termasuk Hotman, tetap mempersoalkan dasar kasus yang menjerat kliennya, yakni dugaan korupsi dana SPI. Menurut mereka, jaksa penuntut umum dalam dakwaannya tidak menyebut adanya kerugian negara dari penerapan SPI di Universitas Udayana ataupun adanya aliran dana dari SPI ke rekening kliennya.
Menurut Hotman, pengenaan pungutan berupa SPI, yang diterapkan di Universitas Udayana, juga diberlakukan di puluhan perguruan tinggi negeri lainnya di Indonesia. Tim kuasa hukum Antara itu juga membawa dokumen terkait penerapan SPI di 40 perguruan tinggi negeri.
Hotman menyatakan, pungutan SPI, termasuk di Universitas Udayana, dimasukkan sebagai penerimaan universitas. ”Pungutan SPI uangnya masuk ke universitas. Artinya, negara diuntungkan. Dalam dakwaan juga tidak ada aliran uang dari rekening SPI ke Rektor Unud,” kata Hotman.
Hotman menambahkan, SPI itu pungutan yang sah, tetapi kliennya justru diborgol dan dipenjarakan. Untuk itu, Hotman menyatakan, pihaknya mengimbau Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi Bali, dan segenap kalangan DPR dan DPRD Bali agar memberikan perhatian dan turut bersuara atas perkara, yang dialami rektor di perguruan tinggi negeri di Bali itu.
Terkait sikap kubu Antara melalui kuasa hukumnya itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana Putra yang dihubungi secara terpisah, Senin, menyatakan, pihaknya tidak menjawab atau mengomentari hal-hal yang disampaikan kuasa hukum terdakwa dalam jumpa pers.
Menurut Eka, pihaknya juga menerapkan perlakuan standar terhadap tahanan, termasuk pemasangan borgol dan rompi tahanan sebelum terdakwa menjalani sidang ataupun setelah sidang. ”Kami tidak menanggapi hal lain,” kata Eka melalui pesan singkatnya.