Napak Tilas Jalur Kereta Nonaktif Indramayu untuk Optimalisasi Aset KAI
PT KAI bersama sejumlah komunitas pencinta kereta menggelar Napak Tilas Jalur KA Nonaktif di Indramayu, Jawa Barat. Selain mengenalkan sejarah perkeretaapian, kegiatan itu juga untuk mengoptimalisasi aset milik negara.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 3 Cirebon bersama sejumlah komunitas pencinta kereta menggelar napak tilas jalur KA nonaktif di Indramayu, Jawa Barat. Selain mengenalkan sejarah perkeretaapian, kegiatan itu juga untuk mengoptimalisasi aset milik negara.
Dalam napak tilas yang berlangsung pada Rabu (15/11/2023), rombongan mengunjungi bekas Stasiun Lohbener, bekas Stasiun Indramayu, serta lokasi rel menuju Stasiun Karangampel dan Indramayu Kota sepanjang sekitar 18 kilometer. Jalur tersebut mulai dibangun pada 1912.
Akan tetapi, jalur kereta itu ditutup sepenuhnya pada 21 Juli 1973. Kondisi sejumlah aset tersebut pun kini terbengkalai. Bekas Stasiun Lohbener, misalnya, hanya tersisa beberapa bagian bangunan berupa bata merah dengan coretan. Sebuah bangkai angkot juga parkir di dalamnya.
Bekas Stasiun Indramayu bahkan beralih fungsi menjadi rumah warga. Bahkan, Stasiun Karangampel yang berhenti beroperasi 1932 kini tak tersisa dan hanya berupa lapangan bola. Adapun rel kereta api menuju Indramayu dan Karangampel telah tertutup jalan raya dan sawah.
Vice President PT KAI Daop 3 Cirebon Dicky Eka Priandana mengakui, sejumlah aset itu tidak lagi utuh. Sebab, jalur itu puluhan tahun tidak beroperasi. ”Sejarahnya, (jalur) ini mengangkut hasil bumi. Lalu, ada masa krisis sehingga bisnis perkebunan tidak berjalan baik,” ujarnya.
Hasil bumi itu, antara lain, ialah tebu, mangga, padi, hingga garam. Selain angkutan barang, kereta juga sempat membuka gerbong untuk penumpang. Melalui kegiatan napak tilas, pihaknya pun ingin mengenalkan kepada masyarakat tentang sejarah perkeretaapian, terutama jalur kereta itu.
”Kami juga ingin tahu lagi sekaligus menginisiasi (pengoptimalan) pengelolaan aset yang ada di PT KAI secara keseluruhan dan Daop 3 Cirebon,” ucap Dicky. Pihaknya pun telah mengukur serta mengurus sertifikat lahan yang merupakan aset PT KAI di jalur nonaktif itu.
Aset di jalur Jatibarang hingga Stasiun Indramayu, misalnya, memiliki luas 197.453 meter persegi. Adapun aset yang berada di jalur Stasiun Indramayu hingga Karangampel tercatat 337.950 meter persegi. Ini belum termasuk aset jalur rel yang sepanjang 18 km.
Pihaknya tidak menutup kemungkinan adanya reaktivasi jalur KA tersebut untuk angkutan barang dan orang hingga pariwisata. ”Untuk hari ini, boleh jadi (fungsinya) berubah yang dulu untuk perkebunan ke depan bisa menjadi suatu alternatif transportasi massal,” ujar Dicky.
Akan tetapi, menurut dia, kewenangan reaktivasi jalur berada di Kementerian Perhubungan dengan usulan pemerintah daerah. Pihaknya pun siap membantu pemerintah jika jalur itu diaktifkan kembali. Namun, dibutuhkan perencanaan matang, termasuk potensi penumpangnya.
Koordinator Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) Wilayah Cirebon Arif Firmansyah menilai, reaktivasi jalur sulit dilakukan karena sebagian besar aset KAI tidak utuh dan beralih fungsi. Di sisi lainnya, jalur nonaktif itu juga belum tentu prospektif secara bisnis.
”Tapi, yang terpenting, aset ini harus dijaga karena bersejarah. Ini bisa menjadi edukasi bagi warga bahwa dulu ada jalur kereta dari Jatibarang ke Indramayu Kota dan Karangampel. Artinya, konektivitas di Indramayu dari dulu sudah tersedia,” ucap Arif.