Tokoh Agama Berperan Redam Kerawanan Kampanye di Kalsel
Peran aktif para ulama dan tokoh lintas agama di Kalimantan Selatan sangat diperlukan untuk mengedukasi masyarakat agar tidak berkampanye menggunakan isu-isu yang dapat memicu disintegrasi bangsa.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Indeks kerawanan pemilihan umum di Kalimantan Selatan berdasarkan dimensi kampanye di media sosial masuk kategori sangat rawan. Peran aktif para ulama dan tokoh lintas agama sangat diperlukan untuk mengedukasi masyarakat agar tidak menggunakan isu-isu yang dapat memicu disintegrasi bangsa.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalsel Aries Mardiono mengungkapkan, berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dan Pemilihan Serentak 2024 yang dikeluarkan Bawaslu, Kalsel termasuk provinsi dengan kategori rawan sedang.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Namun, jika dikelompokkan berdasarkan dimensi kampanye di media sosial, Kalsel masuk kategori daerah sangat rawan. Kalsel menempati urutan kelima setelah DKI Jakarta, Maluku Utara, Kepulauan Bangka Belitung, dan Jawa Barat.
Aries menyebutkan, kondisi tersebut mengacu pada pelaksanaan Pemilu 2019 dan juga pemilihan kepala daerah provinsi dan kabupaten/kota di Kalsel pada 2020. Saat itu terdapat kampanye di media sosial yang bermuatan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), ujaran kebencian, dan juga hoaks.
”Karena itu, kami berharap peran aktif para ulama dan tokoh agama untuk memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat agar dalam berkampanye dan berkontestasi tidak menggunakan isu-isu yang mengakibatkan disintegrasi bangsa,” katanya dalam Dialog Kebangsaan bertema ”Peran Tokoh Agama dalam Menyukseskan Pemilu 2024” di Banjarmasin, Sabtu (11/11/2023).
Menurut Aries, kontribusi positif para ulama dan tokoh agama di Kalsel sangat diperlukan untuk mencegah pelanggaran pemilu dan potensi konflik dalam rangka tetap menjaga persatuan.
Para tokoh agama berperan mencegah kampanye berbau SARA, radikalisme, politik uang, transaksional, ujaran kebencian, hoaks, kampanye hitam, golongan putih, dan praktik-praktik kecurangan pemilu lain yang bisa merusak tatanan kehidupan toleransi agama dan demokrasi.
”Para ulama dan pemuka agama di Kalsel menjadi tokoh sentral. Keterlibatan para tokoh itu dalam pengawasan partisipatif dan sosialisasi sangat penting untuk menjaga kualitas demokrasi serta memperkuat integrasi bangsa,” ujarnya.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Kalsel Andi Tenri Sompa mengatakan, pemilu adalah sarana konflik yang dilegalkan dan disahkan oleh undang-undang dan negara. Pemilu merupakan ajang kontestasi politik, ajang sirkulasi kepentingan, dan ajang sirkulasi pergantian kekuasaan.
”Adanya hasrat untuk berkuasa dalam ajang sirkulasi pergantian kepemimpinan itu membuat situasi pemilu kerap tidak mudah bagi bangsa Indonesia. Namun, kita tetap berharap pemilu menjadi alat pemersatu bangsa,” katanya.
Menurut Andi Tenri, tidak ada yang mengharapkan pemilu menjadi tempat sirkulasi pergantian kepemimpinan yang menyebabkan perpecahan. ”Mudah-mudahan dengan peran aktif para tokoh agama, Kalsel bisa menjadi suri teladan pelaksanaan pemilu yang damai dan bersatu padu meskipun ada perbedaan,” ucapnya.
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor dalam sambutan tertulis yang disampaikan Kepala Bagian Bina Mental dan Spiritual Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kalsel Fahrurazi berpendapat, banyak dinamika yang terjadi di ranah politik menjelang Pemilu 2024. Ada pro dan kontra yang menciptakan banyak opini di masyarakat. Di media sosial sering ditemukan perdebatan yang tidak ada habisnya.
”Namun, bagaimanapun, kita membutuhkan pesta demokrasi yang berlangsung damai di tengah keberagaman. Untuk mengawal pesta demokrasi itu, pemerintah membutuhkan peran kelompok yang dapat lebih dekat merangkul masyarakat,” katanya.
Memberi kesejukan
Menurut Sahbirin, pemerintah membutuhkan tokoh-tokoh lintas agama sebagai pemersatu bangsa. Para tokoh agama bisa menyampaikan pesan-pesan perdamaian, menggerakkan umat untuk bersikap dan berbuat sejalan dengan ajaran agama, dan memberikan kesejukan di tengah panasnya perbedaan.
”Dalam konteks panggung pemilu, tokoh agama dapat menjadi fasilitator yang membantu mengawal kondusivitas, etika moral, persatuan, dan kesatuan. Tokoh agama juga dapat menyuarakan kewajiban untuk memilih berdasarkan hati nurani, jujur, dan adil demi mencari pemimpin terbaik untuk negeri,” ujarnya.
Saya berharap FKUB dapat merangkul dan menyatukan para tokoh agama dalam satu tujuan, yaitu menyampaikan pesan kebaikan dan harmoni dalam konteks kesuksesan Pemilu 2024.
Sahbirin mendorong Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) untuk menjalin komunikasi dan sinergi dengan para tokoh lintas agama demi menyukseskan penyelenggaraan Pemilu 2024.
”Saya berharap FKUB dapat merangkul dan menyatukan para tokoh agama dalam satu tujuan, yaitu menyampaikan pesan kebaikan dan harmoni dalam konteks kesuksesan Pemilu 2024,” ujarnya.
Ketua FKUB Kalsel Ilham Masykuri Hamdie mengatakan, pihaknya menyelenggarakan dialog kebangsaan kali ini sebagai wujud perhatian FKUB terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. ”Di kalangan umat Islam ada slogan, mencintai negara itu adalah bagian dari iman. Maka, kita harus mencintai negara ini,” ujarnya.
Menurut Ilham, pemilu merupakan ikhtiar bangsa Indonesia untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis. Karena itu, pemilu diharapkan menjadi perwujudan kehidupan demokrasi yang esensial, bukan sekadar demokrasi prosedural, dalam rangka menghasilkan pemimpin yang berwatak dan bermartabat.
”Ujung-ujungnya, pemilu harus dapat mewujudkan pemimpin yang membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya untuk sebagian, apalagi hanya untuk kelompok dan oligarki tertentu,” katanya.
Ahli Utama Kantor Staf Presiden Siti Ruhaini Dzuhayatin berpendapat, dinamika pemilu seharusnya tidak menyentuh sendi-sendi kebangsaan sehingga tidak sampai terjadi keretakan. Maka, tugas para pemuka agama adalah tetap menjaga supremasi sipil untuk menguatkan kebangsaan. ”Para tokoh agama harus tetap berada pada supremasi masyarakat sipil untuk menguatkan kebangsaan,” ujarnya.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Mohammad Effendy, menyebut, pemilu adalah momentum bagi para tokoh agama untuk ikut melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan, termasuk kebijakan publik selama ini. ”Tokoh agama harus memfungsikan dirinya sebagai pengawal spiritual dalam penyelenggaraan pemerintahan,” katanya.