Kelompok John dan Nus terlibat pertikaian di Jakarta. Di Tanah Kei, John dan Nus terikat hubungan darah. Keduanya adalah om dan kemenakan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Badannya kekar dengan tinggi sekitar 170 sentimeter, kulit agak terang, rambutnya sedikit pirang, aksesori yang menempel dominan corak kuning, dan suaranya mencolok di tengah antrean menuju pesawat. Kompas berada di belakang pria yang disapa Nus Kei itu.
Nus, salah satu tokoh Maluku di Jakarta. Banyak orang menyebutnya preman. Nama Nus mencuat ketika rumahnya di Jakarta dan Tangerang diserang kelompok preman pimpinan John Kei tahun 2020. Padahal, John dan Nus terikat hubungan keluarga. John adalah kemenakan Nus.
Kedua orang itu berasal dari etnik Kei. Mereka menyebut dirinya orang Kei. Kelompok etnis ini mendiami wilayah Kepulauan Kei. Mereka tersebar di Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual. Hingga 2022, jumlah penduduk di Kepulauan Kei lebih kurang 219.000 jiwa.
Di antrean masuk pesawat pada Jumat (15/9/2023) siang itu, Nus disapa banyak orang. ”Paman pulang kampung, kah?” tanya salah satu penumpang. Mereka pun terlibat obrolan ringan. Nus yang baru tiba dari Jakarta, transit sebentar di Kota Ambon, kemudian lanjut ke Langgur di Pulau Kei Kecil.
Sekitar satu jam setelah pesawat lepas landas dari Ambon, tampak pulau-pulau kecil yang dikelilingi pasir putih. Itulah Kepulauan Kei. Di sana ada hamparan pasir putih yang terkenal, namanya Pantai Ngurbloat. Panjangnya mencapai 2 kilometer. Butiran pasirnya sehalus tepung. Bahkan ada yang menyebutnya pasir terhalus di dunia.
Setiap bulan Oktober, banyak wisatawan berlibur ke Kei. Mereka menyaksikan saat air laut surut terjauh dari garis pantai akibat kuatnya gaya tarik bulan. Masyarakat Kei bersukacita mengambil hasil laut dengan mudah. Momen itu dikenal dengan sebutan ”Meti Kei”. Meti artinya ’air laut surut’.
Saat pesawat hendak mencapai landasan, dari udara tampak tumbuhan khas Kepulauan Kei yang tumbuh liar di atas tanah tandus. Tumbuhan itu sejenis ubi kayu. Namanya enbal. Umbi enbal mengandung racun sianida dengan konsentrasi sangat tinggi. Racunnya mematikan.
Di sinilah kehebatan orang Kei. Mereka tahu cara mengolah ubi sianida menjadi makanan enak. Caranya, umbi diparut lalu diperas airnya. Air yang mengandung sianida itu dibuang. Jadilah enbal, makanan khas masyarakat Kei.
Pesawat pun mendarat mulus. Nus yang memiliki nama lengkap Agrapinus Rumatora itu langsung dijemput anak buahnya dan sebagian kader Partai Golkar. Ternyata Nus juga terlibat politik praktis. Ia kini menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Kabupaten Maluku Tenggara.
Di Langgur, Kompas mendengar banyak cerita tentang Nus dan John. Kedua orang itu kerap dihubungkan dengan dunia premanisme di Ibu Kota. Banyak yang menyesalkan konflik di antara kedua tokoh itu. Keduanya terikat relasi keluarga di kampung, tetapi di tanah rantau mereka baku hadap. Bahkan, saling membunuh.
”Sesama orang Kei tidak boleh baku serang. Mereka itu baku saudara. Keluarga besar baku kenal baik,” ujar Kobra, warga Langgur. Kobra sehari-hari bekerja sebagai sopir.
Kobra pun mengajak keliling ke sejumlah sudut Langgur, termasuk melewati rumah John Kei. Suasana rumah sepi. Tidak ada pengawalan dari anak buahnya sebagaimana rumah-rumah preman berpengaruh.
Kobra menuturkan, sudah lama John tidak pulang ke Kei. Terakhir John ditangkap aparat keamanan di Kei lantaran terlibat kasus kejahatan. John kemudian dipenjara. Setelah keluar penjara, John kembali ditangkap di Jakarta, juga karena kasus kekerasan.
Selama tiga hari di Kei, rasanya berat meninggalkan tanah itu. Orang-orang di Tanah Kei sangat bersahabat dengan tamu. Mereka menyambut tamu dengan ramah, termasuk menyiapkan makanan. Rasa takut yang dari awal sempat membayangi pun hilang.
Hipolitus Polikarpus Rumangun (63), tokoh masyarakat di Langgur, menuturkan, citra Kei yang terbangun di Jakarta sangat berbeda dengan kondisi di Tanah Kei. Ia berharap peristiwa yang terjadi di Ibu Kota itu jangan sampai dijadikan stigma kepada semua orang Kei.
Hipolitus tidak ingin menyalahkan pihak mana pun terkait kondisi yang terjadi di Jakarta. ”Semua yang terjadi tentu punya latar belakang. Kami tidak mau menghakimi atau memihak siapa-siapa,” ujarnya.
Sepulang dari Kei, belakangan beredar kabar, pertikaian antara kelompok John dan Nus kembali terjadi. Kali ini terjadi di Jalan Titian Indah, Kelurahan Kalibaru, Medan Satria, Bekasi, Jawa Barat, Minggu (29/10/2023). GR (44), anggota dari kelompok Nus, tewas akibat tembakan yang mengenai kepalanya.
Kejadian ini tidak berdiri sendiri. Jika ditarik ke belakang, kelompok John pernah menyerang kediaman Nus di Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, dan di Green Lake City, Kota Tangerang, pada 23 Juni 2020. Satu anggota Nus tewas di Duri Kosambi. Atas perbuatan itu, John masih mendekam di penjara hingga hari ini (Kompas, 8/11/2023).
Pertikaian sedarah antara John dan Nus di Ibu Kota membuat banyak orang takut. Dalam dunia premanisme, pertikaian itu lebih karena kepentingan kelompok masing-masing demi mempertahankan eksistensi mereka.