Bareskrim Polri mengungkap modus baru peredaran ”happy water” dan keripik pisang mengandung narkotika di Bantul, DI Yogyakarta.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
BANTUL, KOMPAS — Badan Reserse Kriminal Polri mengungkap kasus produksi dan peredaran cairan happy water dan keripik pisang mengandung narkotika. Kasus ini menunjukkan munculnya modus baru peredaran narkoba di Indonesia yang harus diwaspadai semua pihak.
Pengungkapan kasus itu disampaikan Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada dalam konferensi pers, Jumat (3/11/2023), di Pedukuhan Pelem, Kalurahan Baturetno, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kalurahan merupakan istilah untuk menyebut desa di DIY, sedangkan kapanewon adalah penyebutan kecamatan di kabupaten di DIY.
Konferensi pers tersebut digelar di depan rumah yang digunakan untuk tempat produksi cairan happy water oleh pelaku.
”Pada hari ini kita melihat ada pengungkapan narkoba dengan modus operandi yang sudah mulai berkembang. Modusnya sudah tidak konvensional lagi, tapi sudah merambah pada hal-hal yang menjadi keseharian masyarakat. Salah satunya dengan penjualan happy water dan keripik pisang yang di dalamnya mengandung narkoba,” ujar Wahyu.
Wahyu memaparkan, pengungkapan kasus itu berawal dari patroli siber yang dilakukan polisi. Dalam patroli siber itu, polisi menemukan sejumlah akun media sosial yang diduga menjual happy water dan keripik pisang yang mengandung narkotika. Setelah itu, tim melakukan penyelidikan selama satu bulan.
Pada Kamis (2/11/2023) pukul 10.00, polisi menggerebek tempat pemasaran produk happy water dan keripik pisang mengandung narkotika di wilayah Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat. Dari hasil pengungkapan itu, polisi mendapat informasi mengenai lokasi tempat produksi dua produk tersebut.
Terungkap bahwa keripik pisang yang mengandung narkotika itu diproduksi di dua tempat. Lokasi pertama berada di wilayah Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Jawa tengah.
Sementara itu, lokasi kedua berada di Kalurahan Potorono, Kapanewon Banguntapan, Bantul. Adapun pembuatan happy water dilakukan di Kalurahan Baturetno.
Wahyu memaparkan, dalam kasus tersebut, polisi menangkap delapan tersangka. Mereka adalah MAP selaku pengelola akun media sosial, D selaku pemegang rekening, AS sebagai pengambil hasil produksi dan penjaga gudang pemasaran, EH sebagai pengolah atau koki dan distributor, serta BS, MRE, AR, dan R selaku pengolah atau koki.
”Para pelaku sudah melakukan pembuatan narkoba ini sekitar satu bulan dan dipasarkan melalui media sosial,” tutur Wahyu. Saat ini, polisi masih memburu empat pelaku lain yang berperan sebagai pengendali di masing-masing tempat kejadian perkara.
Dari pengungkapan kasus itu, polisi menyita 426 bungkus keripik pisang mengandung narkotika, 2.022 botol cairan dengan happy water dengan masing-masing botol berukuran 10 mililiter, dan 10 kilogram bahan baku narkotika.
Berdasar hasil penyidikan polisi, setiap botol happy water ukuran 10 mililiter dijual dengan harga Rp 1,2 juta per botol. Sementara itu, keripik pisang dijual dengan kemasan ukuran 50 gram, 75 gram, 100 gram, 200 gram, dan 500 gram dengan harga Rp 1,5 juta sampai Rp 6 juta per bungkus.
Para pelaku dijerat dengan sejumlah pasal, antara lain Pasal 114 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukuman untuk para pelaku adalah penjara minimal 5 tahun dan maksimal hukuman mati. Selain itu, para pelaku juga terancam denda minimal Rp 800 juta dan maksimal Rp 10 miliar.
Wahyu menambahkan, polisi juga akan melacak aset para pelaku untuk menjerat mereka dengan tindak pidana pencucian uang. ”Salah satu upaya kita adalah pengedar narkoba harus kita miskinkan, kita sita asetnya supaya mereka tidak lagi menggunakan harta yang mereka miliki untuk melakukan peredaran narkoba,” katanya.
Kewaspadaan
Wahyu menyatakan, produksi keripik pisang yang mengandung narkotika itu merupakan modus baru dalam peredaran narkoba di Indonesia. Penggunaan keripik pisang untuk mengedarkan narkoba itu juga dinilai mengejutkan dan tidak disangka banyak pihak.
”Yang perlu menjadi perhatian kita adalah modus operandi yang baru yang dilakukan oleh para pelaku ini dengan menggunakan keripik pisang, sesuatu yang mungkin tidak pernah terbayangkan oleh kita,” ungkap Wahyu.
Menurut Wahyu, produksi keripik pisang mengandung narkotika itu dilakukan untuk mengelabui petugas agar peredaran narkoba yang dilakukan para pelaku tidak terendus. ”Kalau orang jualan keripik pisang kan sudah biasa, tapi keripik pisang ternyata bisa digunakan juga (untuk mengedarkan narkotika),” katanya.
Dia pun meminta semua pihak untuk mewaspadai peredaran narkoba dengan modus baru semacam itu. Apalagi, ke depan, bukan tidak mungkin muncul modus baru lain dalam peredaran narkoba.
”Ini kita khawatirkan kalau merambah ke hal-hal lainnya dan ini berkembang terus. Tentunya kita harus memiliki kepedulian dan kepekaan bersama. Harus diwaspadai, bukan hanya oleh pihak kepolisian, melainkan juga oleh kita semua,” tutur Wahyu.
Wakil Kepala Polda DIY Brigadir Jenderal (Pol) Slamet Santoso mengatakan, jenis narkotika yang digunakan untuk produksi happy water dan keripik pisang itu adalah amfetamin dan sabu. Dia menambahkan, salah seorang tersangka mengontrak rumah di Pedukuhan Pelem, Kalurahan Baturetno, sejak sekitar dua bulan lalu.
”Pelaku mengontrak seperti biasa, sesuai prosedur, izin RT/RW. Tapi pelaku ini belum bersosialisasi dengan warga,” kata Slamet.
Ketua RT 006 Pedukuhan Pelem Bagus Yatin Mulyono mengatakan, tersangka berinisial R yang mengontrak rumah di pedukuhan itu telah melapor ke pengurus RT tiga pekan lalu. Saat itu R mengaku sedang mencari pekerjaan.
Bagus menambahkan, sehari-hari R tinggal sendirian di rumah tersebut. Dia menyebut, masyarakat sekitar sama sekali tak mengetahui rumah itu digunakan untuk memproduksi narkoba. Apalagi, R juga jarang bersosialisasi dengan warga.
”Selama ini warga tidak ada kecurigaan apa-apa karena kelihatannya orang pendiam,” kata Bagus.