Sorong di Papua Barat Daya memiliki daya tarik wisata bahari yang tak kalah menggoda dibanding Raja Ampat. Salah satu yang sedang memoles diri adalah Malaumkarta.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG, ANTONIUS PONCO ANGGORO, FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Sorong di Papua Barat Daya selama ini hanya dikenal sebagai ”batu loncatan” wisatawan untuk mengakses Kepulauan Raja Ampat. Namun, daerah itu sebenarnya juga memiliki daya tarik wisata bahari yang tak kalah menggoda. Mari, singgahlah di Malaumkarta.
Malaumkarta adalah sebuah kampung yang terletak di Distrik Makbon, Kabupaten Sorong. Jaraknya sekitar 46 kilometer arah timur Bandara Domine Eduard Osok di pusat Kota Sorong. Jika naik mobil, perjalanan ditempuh sekitar 1,5 jam dengan kondisi aspal yang relatif mulus.
Kampung yang didiami masyarakat suku Moi ini bersih dan asri. Permukiman warga juga tertata rapi, terbagi dalam blok-blok jalan yang diselingi rerimbunan pohon di sana-sini, terutama pohon kelapa. Tapi, yang lebih penting, warganya ramah-ramah, menyambut setiap tamu yang datang dengan senyuman.
Di ujung jalan kampung, pantai berpasir putih kekuningan terhampar. Ah, inilah yang dicari. Sepotong pesisir di utara kepala burung Papua ini berhadapan langsung dengan Samudra Pasifik. Saat Kompas berkunjung pada Juni 2023, laut hanya sedikit berombak.
Bonus lainnya, salah satu sisi pantai menghadap barat, sehingga tepat sekali untuk menikmati matahari terbenam. Orkestrasi alam yang memadukan cahaya redup mentari dengan birunya laut telak memanjakan mata.
Namun, sajian yang lebih dahsyat sesungguhnya terletak di dasar laut. Terumbu karang berbagai rupa dan warna tersebar di perairan itu. Hanya butuh berperahu 100-200 meter dari bibir pantai, pengunjung yang hobi snorkeling atau diving bisa memuaskan hatinya.
Kompas tentu saja menjajal sejumlah titik snorkeling tersebut. Perahu kami diawaki oleh Robert Kalami, pegiat wisata di Malaumkarta. Dia juga menjadi pemandu selam dan snorkeling di daerah tersebut.
Hanya butuh lima menit perjalanan perahu, Robert membawa kami ke titik pertama. ”Di sini banyak karang yang bagus-bagus. Ikannya juga banyak,” ujarnya.
Tanpa perlu dikomandoi lagi, satu per satu kami menyeburkan diri ke laut. Segala gerah dan lelah seolah luntur oleh kesegaran air laut.
Perkataan Robert tadi sebenarnya sudah bisa terbukti dari atas perahu karena air yang jernih memungkinkan pemandangan bawah laut terlihat. Namun, saat snorkeling, pemandangan itu jadi berkali lipat lebih bagus.
Karang berbentuk kotak, lonjong, hingga serupa meja bundar terhampar di kedalaman. Ikan bermacam warna dan ukuran yang berenang-renang di sekitarnya menambah keasyikan pengalaman pagi itu.
Ini kali kedua kami ke Malaumkarta. Saya mengajak istri dan anak-anak untuk rekreasi.
Setelah menjelajahi titik tersebut, kami berpindah lokasi. Tak jauh-jauh, sekitar 5 menit saja, kami sampai di titik berikutnya. Alam bawah laut yang tak kalah molek kembali menyapa.
Puas bermain di air, Robert mengarahkan perahu ke pulau kecil tak berpenghuni bernama Um. Pulau itu berjarak sekitar 1 kilometer dari pesisir Malaumkarta.
Pulau ini menjadi daya tarik tambahan bagi pariwisata Malaumkarta. Selain hamparan pasir putih, pulau itu juga merupakan rumah bagi ribuan kelelawar dan burung-burung cantik, termasuk elang laut.
Di pantai Pulau Um, ada pula tempat konservasi penyu yang didirikan warga. Karena alamnya yang relatif terjaga dan minim gangguan manusia, Malaumkarta menjadi lokasi ideal bagi berbagai jenis penyu untuk bertelur.
Jenis penyu yang banyak ditemui di Malaumkarta adalah penyu lekang (Lepidochelys olivacea). Namun, ada pula dua spesies penyu yang di tempat lain sudah terancam punah, yakni penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas).
Kembali ke daratan Malaumkarta, sejumlah pengunjung tampak menikmati suasana dengan berkemah di tepi pantai, di bawah naungan pohon kelapa yang rindang. ”Ini kali kedua kami ke Malaumkarta. Saya mengajak istri dan anak-anak untuk rekreasi,” ujar Jibran (34), pengunjung dari Aimas, ibu kota Kabupaten Sorong.
Selain pantainya yang cantik, Jibran yang hobi memancing juga seolah menemukan surga di Malaumkarta. Dia membawa joran sendiri untuk menuntaskan kegemarannya itu di tepi pantai. ”Biasa dapat ikan bobara (kuwe) atau ikan karang lainnya,” ucapnya.
Kepala Desa Malaumkarta Jefri Mobalen mengatakan, perairan desanya itu memang kaya ikan. Hal ini karena ekosistem terumbu karang dan lamun masih terjaga dengan baik. Berbagai jenis ikan pun menjadikan perairan itu ”rumah”, termasuk komoditas bernilai ekonomi tinggi seperti lobster, teripang, dan lola.
Aturan adat ini sudah dijalankan sejak tahun 1990-an.
Untuk menjaga ekosistem itu, Malaumkarta menerapkan kearifan lokal bernama egek. Egek adalah aturan adat yang melarang pengambilan ketiga sumber daya perikanan itu selama waktu tertentu di wilayah perairan desa.
Sanksi adat pun menanti bagi orang yang coba-coba melanggarnya. Hal ini demi memastikan agar ketiga spesies berharga itu tidak dieksploitasi berlebihan. ”Aturan adat ini sudah dijalankan sejak tahun 1990-an,” ujar Jefri.
Dengan terjaganya sumber daya laut, titik kesetimbangan antara kebutuhan ekonomi dan ekologi tercapai. Hal itu secara langsung menyumbang pada munculnya potensi-potensi perekonomian baru, termasuk dari sektor pariwisata. ”Pariwisata mulai digerakkan sejak 2019,” ungkap Jefri.
Bahkan, kearifan lokal egek itu pun kini dikemas menjadi festival budaya. Hal ini juga sebagai salah satu cara untuk mempromosikan pariwisata Malaumkarta Raya.
Festival itu digelar pertama kali pada 5-8 Juni 2023 dengan berbagai kegiatan, termasuk pertunjukan seni-budaya, ritual adat, serta kunjungan ke obyek-obyek wisata. Menurut rencana, festival ini akan rutin digelar setiap tahun.
Semua modal keindahan alam dan budaya itu membuat Malaumkarta menjadi sebuah paket kunjungan yang lengkap. Terima kasih, Malaumkarta!