Cegah Polarisasi pada Pemilu 2024, Sultan HB X Minta Lurah Jaga Netralitas
Sultan Hamengku Buwono X meminta para lurah atau kepala desa di DIY menjaga netralitas dalam Pemilu 2024.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X meminta para lurah atau kepala desa untuk menjaga netralitas dalam Pemilu 2024. Sikap netral itu penting untuk mencegah terjadinya polarisasi di masyarakat akibat perbedaan pilihan dalam Pemilu 2024.
Hal itu disampaikan Sultan HB X dalam acara Jogja Nyawiji ing Pesta Demokrasi, Sabtu (28/10/2023), di Monumen Yogya Kembali, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Acara itu dihadiri oleh Forum Komunikasi Pimpinan Daerah DIY serta sejumlah pejabat terkait.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Hadir pula para lurah dan pamong kalurahan dari berbagai wilayah di DIY. Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 25 Tahun 2019 tentang Pedoman Kelembagaan Urusan Keistimewaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kalurahan, nomenklatur atau nama desa di DIY telah diubah menjadi kalurahan. Adapun nomenklatur kepala desa juga diganti dengan lurah.
Oleh karena itu, desa di DIY disebut dengan kalurahan, sedangkan kepala desa di provinsi tersebut disebut lurah. Para lurah dan pamong kalurahan di DIY bergabung dalam paguyuban bernama Nayantaka. Sementara itu, nomenklatur kecamatan di kabupaten di DIY berubah menjadi kapanewon, sedangkan kecamatan di level kota berubah menjadi kemantren.
Dalam pidatonya, Sultan HB X menyatakan, menjelang Pemilu 2024, semua pihak perlu mewaspadai terjadinya polarisasi di masyarakat. Sebab, polarisasi yang terjadi dikhawatirkan bisa berdampak pada lunturnya rasa persaudaraan dan keindonesiaan di kalangan warga.
”Penting mewaspadai potensi bahaya dari polarisasi. Perlu ada pemahaman bersama bahwa beda pandangan politik sah-sah saja, tetapi kedewasaan berpikir mutlak diperlukan,” ujar Sultan yang juga merupakan Raja Keraton Yogyakarta.
Sultan juga mengingatkan, Pemilu 2024 tidak semata-mata digelar untuk mengisi jabatan presiden, wakil presiden, dan anggota legislatif. Pemilu juga merupakan bagian dari pembelajaran politik untuk meningkatkan kedewasaan berbagai elemen bangsa dalam berdemokrasi.
Oleh karena itu, Sultan berharap, kohesi sosial masyarakat di DIY tidak terganggu akibat kontestasi politik dalam Pemilu 2024. Untuk mewujudkan hal itu, Sultan meminta para lurah dan pamong kalurahan mengambil peran untuk menjadi kekuatan moral yang bisa meredam konflik akibat perbedaan pilihan politik.
Para lurah dan pamong kalurahan juga diharapkan bisa menjaga seluruh tahapan Pemilu 2024 dengan mengedepankan nurani, nalar, dan akal sehat. ”Semua hanya bisa terlaksana apabila lurah dan pamong mengedepankan sikap netral, mengedepankan kondusivitas dan kohesi sosial,” ungkap Sultan.
Melalui upaya itu, diharapkan masyarakat tidak lagi saling membenci dan menghujat karena perbedaan pilihan politik. ”Harapan saya adalah agar rakyat tidak terkotak-kotak hanya karena berbeda calon dan aspirasi. Apalagi hujat-menghujat dan bermusuhan karena berada di pihak yang berbeda kubu dan partai,” tutur Sultan.
Lurah dilarang kampanye
Saat diwawancarai seusai acara, Sultan mengatakan, para lurah memang memiliki hak politik untuk memilih dalam pemilu. Namun, Sultan meminta para lurah tidak mengikuti kampanye dalam pemilu. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya perpecahan di masyarakat.
”Kepentingan masyarakat itu berbeda-beda. Jadi, Pak Lurah tidak usah ikut kampanye, tapi bisa mengonsolidasikan masyarakat untuk bisa menggunakan hak pilihnya. Itu harapan kita semua sehingga friksi di masyarakat tidak terjadi,” kata Sultan.
Ketua Komisi Pemilihan Umum DIY Ahmad Shidqi mengapresiasi pelaksanaan acara Jogja Nyawiji ing Pesta Demokrasi yang turut mendorong terjaganya kondusivitas dalam pelaksanaan Pemilu 2024. ”KPU tidak bisa sendirian melaksanakan pemilu, butuh dukungan dari pemerintah, khususnya pemerintah desa atau kalurahan,” ujarnya.
Ahmad memaparkan, sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum, kepala desa dan perangkat desa memang dilarang untuk ikut serta dalam kampanye pemilu. Oleh karena itu, kepala desa dan perangkat desa tidak boleh menjadi pelaksana dan peserta kampanye.
Dengan aturan tersebut, kepala desa dan perangkat desa harus bersikap netral dalam pemilu. Apalagi, Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 juga menyatakan, kepala desa dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu.
Harapan saya adalah agar rakyat tidak terkotak-kotak hanya karena berbeda calon dan aspirasi.
Salah seorang pengurus Paguyuban Lurah dan Pamong Kalurahan DIY Nayantaka, Wahyu Nugroho, mengatakan, lurah memang harus menjaga netralitas dalam pemilu. Dia menyebut, di sebuah kalurahan bisa saja terdapat beberapa kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan pilihan politik dalam pemilu.
Oleh karena itu, untuk menjaga situasi kondusif di kalurahan yang dipimpinnya, lurah tidak boleh memihak pada kelompok tertentu. Selain itu, jika seorang lurah memihak pada partai politik atau calon tertentu, dukungan masyarakat terhadap dirinya justru akan menurun.
”Lurah pada dasarnya adalah pilihan dari berbagai elemen masyarakat yang bisa jadi terdiri dari beberapa tokoh dari beberapa partai politik. Jadi, ketika lurah cenderung memilih kepada satu partai politik, itu justru akan menurunkan elektabilitasnya sebagai lurah,” kata Wahyu yang merupakan Lurah Sambirejo, Kapanewon Prambanan, Sleman.