Horornya ”Silent Hill” Ada di Sumatera Selatan
Kabut asap akibat karhutla pekat di Sumatera Selatan. Saking pekatnya membuat wilayah itu bagaikan berada di dunia lain.
Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan masih menyelubungi Sumatera Selatan. Pekatnya asap sampai mengubah suasana di Sumsel bagaikan kota misterius ”Silent Hill” seperti dalam film dan permainan video.
Senin (23/10/2023) pukul 14.30 WIB, polusi kabut asap masih saja tebal, dari Pelabuhan Bakauheni menuju Palembang. Dari arah Lampung, tampak di sepanjang pinggiran jalan tol itu dipenuhi rerumputan dan pepohonan mengering dan kehitaman. Aroma sangit masih terasa pekat, seperti baru saja terjadi kebakaran.
Di beberapa ladang sawah tak jauh dari pelabuhan, ada jerami padi yang sudah mengering dan terbakar. Puncaknya di Kilometer 193 Tol Lampung-Sumatera Selatan di Bujung Sari Marga, Kecamatan Pagar Dewa, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung, tampak kebakaran lahan semak belukar dan pepohonan yang cukup besar. Kebakaran itu terus berlangsung saat Kompas melintas sekitar pukul 18.20.
Tidak diketahui persis apakah lahan itu terbakar atau dibakar. Yang pasti, api sudah berkobar dan terus membesar. Luasannya lebih kurang seukuran lapangan bola.
Asap kebakaran itu mengganggu pandangan pengendara yang melintasi jalan tol. Apalagi, hawa panas dari api yang berkobar itu terasa hingga radius sekitar 50 meter. Anehnya tak ada satu pun petugas hadir untuk memadamkan api.
Kompas terus melaju ke arah Palembang. Kabut asap yang sebelumnya tipis-tipis di Lampung, rupanya semakin pekat dan menyiksa sesaat memasuki wilayah Sumsel. Situasi terparah di jalur Tol Pematang Panggang-Kayu Agung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Lokasi itu berjarak 90 kilometer menjelang Palembang.
Kabut asap yang pekat membuat lampu jalan ataupun lampu kendaraan terbias sehingga jarak pandang jernih tak lebih dari 100 meter. Kendaraan hanya bisa melaju pelan-pelan karena jarak pandang yang pendek itu.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Kepolisian Daerah Sumatera Selatan sempat mengimbau pengemudi lebih berhati-hati di jalur itu selama kabut asap masih terjadi. Kecepatan kendaraan agar dikurangi. Pengelola Tol Palembang-Indralaya pun menyampaikan sempat ada penurunan volume kendaraan karena diduga pengendara takut melintas.
Kepala Pelaksana BPBD Sumatera Selatan M Iqbal Alisyahbana saat dihubungi, Selasa (24/10/2023), mengatakan, kebakaran lahan masih terjadi di Sumatera Selatan. Saat ini diketahui 112 titik panas (hotspot) di seluruh wilayah provinsi itu. Yang terbanyak sebarannya di OKI, yakni 84 titik.
Kebakaran di OKI terparah di wilayah Jungkal, Kecamatan Pampangan. Lokasinya merupakan rawa gambut kering dan dalam. Kedalaman gambut mencapai 4 meter hingga 12 meter. Jalurnya juga sulit diakses dari darat.
Kita merasa permukaan lahan gambut yang terbakar sudah padam, tetapi sebenarnya api yang berada di bawahnya masih ada.
Belum lagi, angin cukup kencang memperparah sebaran api. Sebaliknya, sumber air terbatas sehingga menyulitkan pemadaman melalui udara. Kebakaran di wilayah itu, katanya, sudah terjadi dua bulan terakhir. Api sangat sulit dipadamkan. ”Kadang kita merasa permukaan lahan gambut yang terbakar sudah padam, tetapi sebenarnya api yang berada di bawahnya masih ada. Saat ini teman-teman di lapangan berupaya untuk meminimalisasi dampak risiko dari kebakaran. Kalau untuk padam sepenuhnya, kita berharap segera turun hujan yang merata,” ujar Iqbal.
Dunia berbeda
Situasi itu membuat Sumatera Selatan seperti berada di dunia yang berbeda. Sekitar pukul 21.00 WIB, suasana bagaikan di dalam kota misterius yang diselubungi kabut tebal. Persis dalam video game horor dan juga film berjudul Silent Hill.
Video game produksi perusahaan Konami asal Jepang yang pertama kali dirilis untuk konsol PlayStation di tahun 1999 itu menceritakan pria bernama Harry Mason yang terjebak dalam kota berkabut, sunyi, dan penuh makhluk menakutkan ketika mencari anak adopsinya yang hilang.
Bedanya, di Sumatera Selatan, momok utamanya bukan makhluk menakutkan yang bisa muncul dan menyerang tiba-tiba. Selain jarak pandang yang terganggu, momok utama akibat kabut asap pekat Sumatera Selatan adalah aroma kebakaran yang begitu menyesakkan.
Saat mencoba menghirup udara dalam-dalam, kepala langsung sempoyongan seperti baru saja mengisap rokok dengan kadar nikotin tinggi dan dada terasa sempit seolah ditindih benda berat. Tidak ada cara untuk menghindari aroma kebakaran itu selain menutup ruangan kabin kendaraan rapat-rapat dan menyalakan penyejuk ruangan.
Suasana itu membuat kaget Mutiarani (28), warga Banda Aceh, Provinsi Aceh, yang baru saja pindah bermukim di Palembang. Saat pertama kali bertolak ke Palembang dengan moda transportasi udara dari Jakarta, Rabu pekan lalu, dia kaget dengan perubahan kontras warna langit dari biru jernih menjadi buram pekat. Membuat dia sulit melihat dengan jelas ketika pesawat akan mendarat di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, pagi hari.
Menurut Mutiarani, bau sangit bekas kebakaran sudah tercium saat pesawat masih di atas langit Palembang dan semakin menyesakkan ketika keluar dari pesawat. Bahkan, keluarga yang menjemput langsung menyodorkan masker untuk Mutiarani dan anaknya yang masih berusia 1 tahun 2 bulan.
Dia memilih mengurung diri di rumah selama polusi asap masih pelat. ”Saya paling khawatir dengan kesehatan anak karena baru-baru ini dia tinggal di Banda Aceh yang udaranya sangat bersih. Saya takut dia tidak bisa adaptasi dengan udara Palembang yang tercemar asap kebakaran lahan,” katanya.
Hujan sesaat
Beruntungnya, pada Jumat (20/10/2023) sekitar pukul 15.35 WIB, Palembang dan wilayah di sekitarnya diguyur hujan lebat yang cukup lama. Hal itu membuat polusi kabut asap sedikit berkurang di Palembang. Kendati demikian, menurut prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sumatera Selatan, Palembang dan sekitarnya berpotensi kembali dilanda polusi kabut asap yang lebih pekat seiring dengan menurunnya curah hujan beberapa hari kemudian.
Koordinator BMKG Sumatera Selatan Wandayantolis dalam keterangan tertulis menyebut prakiraan dasarian III Oktober, seluruh Sumatera Selatan berpeluang lebih dari 90 persen terjadi curah hujan kategori rendah (0-50 milimeter) dengan sifat hujan bawah normal. Artinya, pada akhir Oktober ini cuaca masih lebih kering dari biasanya. Potensi hujan hanya berpeluang muncul pada bagian tengah hingga ke barat Sumsel.
Hal itu membuat potensi kemunculan titik panas pada wilayah timur Sumatera Selatan kembali meningkat dan bisa mendorong kemunculan asap ke wilayah Palembang hingga Kabupaten Musi Banyuasin.
Merujuk data Konsentrasi Partikulat PM 2,5 di Musi 2 Palembang, Selasa, terdeteksi konsentrasi partikulat padat atau cair yang merupakan indikasi adanya asap mencapai 271,60 mikrogram per m3 atau berbahaya, pukul 07.00 WIB. ”Potensi peningkatan hotspot untuk terus diwaspadai dan juga perlu terus menghindari aktivitas yang dapat memicu terjadinya kebakaran baik pada perumahan, lahan kebun, maupun hutan,” kata Wandayantolis.
Kondisi itu membuat Palembang ataupun Sumatera Selatan akan tetap menjadi kota Silent Hill hingga tiba musim hujan yang merata. Warga berharap mimpi buruk yang ditimbulkan oleh bencana kebakaran lahan itu segera mereda, bak akhir yang indah saat Harry Mason berhasil menemukan anak angkatnya dan keluar dari Silent Hill yang terkutuk.