Motif Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang Belum Terungkap
Meskipun telah menetapkan lima tersangka, motif dari pembunuhan ibu dan anak di Subang, Jawa Barat, masih belum terungkap. Kepolisian masih mencari titik terang melalui alat bukti hingga kesaksian Danu.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Motif dari pembunuhan Tuti Suhartini (55) dan anaknya, Amalia Mustika Ratu (23), di Subang, Jawa Barat, masih terus dicari. Keempat tersangka belum mengakui perbuatannya, sementara petugas terus menggali fakta di lapangan. Kepolisian diharapkan bisa transparan dalam memecahkan kasus ini.
Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jabar Komisaris Besar Surawan di Bandung, Jumat (20/10/2023), menyatakan, pihaknya masih terus mendalami keterangan M Ramdanu (MR) alias Danu. Salah satu tersangka ini mengakui terlibat dalam pembunuhan ibu dan anak yang terjadi di Dusun Ciseuti, Desa Jalan Cagak, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, 18 Agustus 2021.
Selain Danu, polisi juga menetapkan empat tersangka lainnya dalam aksi kriminalitas ini. Mereka adalah orang yang memiliki hubungan dengan para korban, yakni Danu yang merupakan keponakan Tuti, sedangkan Yosep Hidayah (YH) adalah suami Tuti atau ayah dari Amalia. Sementara itu, ada Mimin (M), istri muda Yosep, beserta dua anaknya, yakni Arighi Reksa Pratama (AR) dan Abi (A).
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, petugas terus menggali keterangan dari kesaksian Danu. Menurut Surawan, Danu mengaku sebagai orang yang diminta untuk mencari golok yang digunakan untuk menghabisi korban serta membersihkan tempat kejadian. Dia juga melihat empat tersangka lainnya ada di lokasi kejadian saat pembunuhan terjadi.
Bahkan, Danu juga melihat salah satu tersangka menyerang Amalia, tetapi tidak melihat aksi pembunuhan yang dilakukan Yosep kepada Tuti. Surawan berujar, pengakuan Danu di kantor polisi juga dinilai konsisten dengan keterangan yang diberikan di tempat kejadian. Bahkan, dari penelusuran itu, ditemukan barang bukti baru berupa ember yang digunakan untuk membersihkan tempat kejadian perkara (TKP).
”Kemarin malam kami sudah ke TKP dan Danu memberikan keterangan yang konsisten. Sebelumnya, saat diminta keterangan di kantor, dia masih memberikan keterangan yang melompat-lompat, tetapi semua tersambung saat di Subang. Ember yang ditemukan juga diakui Danu sebagai alat untuk membersihkan tempat kejadian,” ujarnya.
Para tersangka tidak masalah membantah. Kami ada bukti-bukti lain yang mendukung dan menguatkan bahwa mereka tersangka.
Meski Danu telah mengaku dan memberikan keterangan, tersangka yang lain belum memberikan pengakuan. Selain Danu dan Yosep yang sudah ditahan, polisi juga belum menangkap tiga tersangka lainnya. Surawan berujar, pihaknya masih menggali keterangan dari para tersangka dan ada pertimbangan subyektif untuk belum menahan tersangka lainnya.
”Para tersangka tidak masalah membantah. Kami ada bukti-bukti lain yang mendukung dan menguatkan bahwa mereka tersangka. Nanti kalau sudah ada motifnya, akan kami sampaikan. Semua akan kami dalami,” kata Surawan.
Kuasa hukum Danu, Achmad Taufan, juga berharap keterangan yang diberikan kliennya bisa membantu kepolisian dalam mengungkap kasus pembunuhan yang masih dalam tanda tanya selama dua tahun terakhir. Dia juga berharap Danu dan keluarganya mendapatkan perlindungan sebagai justice collaborator (JC) atau saksi pelaku.
”Danu menyampaikan kepada kami bahwa dia mau masalah ini cepat selesai. Dia mau membongkar semua, tetapi dia memohon untuk bisa dilindungi nyawanya, dilindungi keluarganya. Akhirnya, Danu berani membuka masalah dengan selengkap-lengkapnya,” ujar Achmad.
Kriminolog dari Universitas Islam Bandung, Profesor Nandang Sambas, juga berharap ada transparansi dari pengungkapan kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang ini. Apalagi, kepolisian membutuhkan waktu cukup lama, yakni dua tahun untuk menetapkan lima tersangka yang terlibat.
Menurut Nandang, informasi kepada masyarakat ini diperlukan agar publik bisa mengambil pelajaran dari kasus ini. Apalagi, kasus yang melibatkan orang terdekat ini di luar nalar karena keluarga seharusnya menjadi pihak yang melindungi para korban dari kejahatan dan ancaman dari luar.
”Aparat penegak hukum harus bisa transparan. Kalau dihitung-hitung, dua tahun ini termasuk lama. Jangan berikan alasan-alasan normatif karena masyarakat itu berpikirnya yang masuk akal. Jangan sampai masyarakat memiliki penilaian liar dalam kasus ini,” ujarnya.