Benteng Nieuw Victoria tidak hanya bangunan bersejarah, tetapi juga saksi bisu Ambon bertumbuh sebagai Kota Musik. Eksistensi musik perlu dijaga dengan menjadikan benteng itu sebagai ruang ekspresi terbuka.
Oleh
RAYNARD KRISTIAN BONANIO PARDEDE
·4 menit baca
Sejumlah tentara dengan senjata lengkap berdiri sigap di bawah gapura batu bertuliskan ”Lawamena Haulala” yang berarti ”Maju hingga Titik Darah Penghabisan.” Semboyan itu menyambut setiap orang yang masuk ke dalam kompleks benteng tertua di kota Ambon, Benteng Nieuw Victoria.
Kini, benteng tersebut berada dalam kepemilikan TNI Angkatan Darat. Benteng itu akan dipugar untuk mengembalikan fungsi sebagai ruang sejarah sekaligus ruang ekspresi dan kreasi bagi warga Ambon.
Benteng seluas 130,091 meter persegi ini berdiri pada 1575 atas prakarsa Panglima Angkatan Laut Portugis bernama Sancho de Vasconcellos. Awalnya benteng ini bernama ”Nossa Senhora de Anunciada” karena ditahbiskan sebagai benteng pada perayaan Paskah atau Anunciada.
Meski demikian, beberapa sumber menyebut benteng itu bukanlah yang tertua di Pulau Ambon. Ada satu benteng kayu di kawasan Leihitu, Maluku Tengah, yang disebut-sebut lebih tua.
Tahun 1605, Portugis dikalahkan Belanda sehingga benteng ini pun berubah nama menjadi Benteng Victoria. Lalu, benteng rusak akibat gempa pada 1690. Selanjutnya pada 1754, benteng dipugar kembali dan berganti nama menjadi Benteng Nieuw Victoria yang bertahan hingga sekarang.
Cagar budaya bersejarah ini terletak di jantung kota Ambon, kawasan Uritetu, di mana posisi utara berbatasan dengan Lapangan Merdeka Ambon, tempat Gong Perdamaian dibangun. Sementara di sisi selatan berbatasan dengan kawasan Pelabuhan Slamet Riyadi.
”Letak benteng ini menjadi pintu masuk utama pedagang masuk ke kota Ambon karena langsung berhadapan dengan laut,” ucap Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Ambon Rustam Hayat di Ambon, akhir September lalu.
Posisinya yang strategis membuat kawasan ini hendak dimanfaatkan sebagai ruang ekspresi warga Ambon, khususnya setelah kota ini ditetapkan sebagai ”Kota Musik” oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 2019. Kawasan yang lekat dengan nilai sejarah ini merupakan tempat yang baik untuk menggelar berbagai pertunjukan seni dan musik ataupun sebagai obyek wisata utama.
Akan tetapi, hal tersebut urung terjadi karena Benteng Nieuw Victoria kini menjadi markas militer milik Detasemen Kavaleri V Birgus Lattro Cakti Komando Daerah Militer XVI Pattimura (Denkav V/BLC Kodam XVI Pattimura). Penggunaan kawasan ini sebagai kompleks militer membuatnya penuh sesak.
Wisatawan dari luar Kota Ambon mungkin akan sedikit kebingungan saat hendak berwisata ke benteng ini. Sebab, untuk masuk memerlukan izin. Tidak sedikit tamu yang ditolak masuk karena tidak keluarnya izin.
”Beberapa kali kunjungan delegasi dari Kedutaan Besar Portugal dan lainnya juga sulit mendapatkan izin. Aktivitas kendaraan lapis baja juga berpotensi mengganggu keasrian benteng karena getarannya cukup besar,” ujar Rustam.
Gelar Kota Musik yang didapatkan Ambon harus terus dipertahankan dengan membuka ruang ekspresi bagi warga secara luas.
Pemerintah Kota Ambon terus menjajaki kerja sama agar kawasan ini bisa menjadi ruang ekspresi luas warga. Akan tetapi, tantangan besar dihadapi, yaitu mencari lahan baru bagi markas Denkav V/Kodam XVI Pattimura apabila harus dipindahkan. Anggaran yang besar dibutuhkan. Pihaknya kini tengah mengusahakan adanya kerja sama dengan pemerintah pusat, khususnya mengenai bantuan anggaran. Lahan seluas 50 hektar di kawasan Tawiri menjadi sasaran untuk merelokasi Markas Denkav V/Kodam XVI Pattimura.
”Jika terealisasi, tempat ini bisa menjadi sarana tempat warga berkumpul dan terus mempertahankan eksistensi Ambon sebagai Kota Musik,” ucapnya.
Kompas sudah menghubungi Kepala Penerangan Kodam XVI/Pattimura Letnan Kolonel Agung Sinaring pada Kamis (26/10/2023) untuk meminta tanggapan mengenai usulan masyarakat menjadikan Benteng Nieuw Victoria sebagai pusat seni Kota Ambon. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada jawaban.
Sulit masuk
Kehadiran TNI Angkatan Darat di Benteng Nieuw Victoria juga tidak bisa dilepaskan dari konteks sejarah. Benteng ini dahulu sempat dikuasai oleh organisasi Republik Maluku Selatan (RMS) pada tahun 1950-an. Anggota RMS yang banyak berasal dari eks Tentara Kerajaan Hindia Belanda atau Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL) menolak bergabung dengan TNI saat Indonesia masih berumur sangat muda.
”Akhirnya para KNIL itu dikalahkan dan markas mereka direbut oleh TNI,” ucap Ketua Program Studi Sejarah Universitas Pattimura, Sam Touwe.
Di era kini, benteng tersebut selayaknya dapat dikembalikan lagi fungsinya menjadi obyek wisata bersejarah. Ia mencontohkan beberapa eks benteng militer yang akhirnya menjadi tempat wisata sejarah, yakni Benteng Vredeburg di Yogyakarta, Benteng Van Der Wijk di Kebumen, dan Benteng Oranye di Kota Ternate, Maluku Utara.
Sam berharap, pemerintah benar-benar serius berkomunikasi dengan pihak TNI agar benteng ini dapat dipakai dengan leluasa oleh warga Kota Ambon.
”Sulit sekali membawa anak-anak untuk berwisata ke sana. Padahal, ini adalah tempat pembelajaran penting bagi anak-anak di Kota Ambon mengenal sejarah kotanya,” ujarnya.
Pendiri Komunitas Ukulele Kids, Nicho Tulalessy, berharap agar Benteng Nieuw Victoria bisa digunakan sebagai sarana pertunjukan musik di Kota Ambon. Pada tahun 2019, ia sempat menghimpun lebih dari 1.000 anak di Kota Ambon untuk bermain ukulele. Ini menjadi awal agar mimpinya memecahkan rekor permainan musik oleh anak terbesar di dunia dipecahkan.
”Saya bermimpi agar 10.000 anak di Kota Ambon bisa bermain musik di tempat ini, tetapi kenyataannya memang sulit untuk masuk ke wilayah ini,” ujar Nicho.
Mimpi warga Kota Ambon untuk melihat Benteng Nieuw Victoria menjadi pusat ekspresi seni dan musik warga tidak pernah pudar. Gelar Ambon sebagai Kota Musik tidak didapatkan dengan mudah. Identitas tersebut harus dipupuk. Upaya nyata untuk mempertahankannya pun harus terus dirawat.