Senyum Manis Calon Pemimpin, Wajah Kusut Para Pembuat Kausnya
Pengusaha sablon dari Kota Bandung, Jawa Barat, cemas menunggu kepastian pemesanan kaus yang biasanya ramai di tengah tahun politik. Senyum manis calon pemimpin, wajah kusut pembuat kausnya.
Gambar para calon pemimpin negeri yang tersenyum rapi di kaus sablon berbanding terbalik dengan wajah Wawan Gunawan (65) yang tampak kusut. Pengusaha sablon dari Kota Bandung, Jawa Barat, ini menunggu kepastian pemesanan kaus yang biasanya ramai di tengah tahun politik.
Panas terik yang terasa hingga masuk ke dalam toko di Jalan Surapati, Kota Bandung, Selasa (17/10/2023), siang ini melengkapi kerutan di wajah Wawan. Dia resah, di tengah kegerahan sambil mengamati ponsel pintarnya.
Beberapa kolom pesan menunjukkan sejumlah desain kaus bergambar calon presiden yang akan dicetak. Namun, belum ada desain yang menunjukkan para calon penguasa negeri ini bersama pasangannya.
Bahkan, sosok Gibran Rakabuming Raka yang ramai dibicarakan akan maju di tengah kontestasi calon wakil presiden pun belum terlihat. Wawan berkata, hingga saat ini belum ada desain yang menunjukkan nama atau foto anak dari Presiden Joko Widodo ini.
Pekan ini, Wawan menerima rencana pemesanan cetakan sablon wajah salah satu calon presiden hingga 1,5 juta lembar kaus. Ada juga pesanan sablon dari calon lainnya sebanyak 500.000 lembar. Namun, jumlah yang fantastis ini masih belum mendapatkan kepastian dari calon pembeli.
”Desain kaus yang ada Gibran-nya masih belum ada. Biasanya kalau ada pasangan atau nomor urut calon presiden sudah ditentukan, baru pesanan mulai ramai. Sampai sekarang masih belum ada yang pasti,” ujarnya sambil menghela napas.
Baca juga : Koalisi Indonesia Maju Belum Tentu Pilih Gibran
Kondisi harap-harap cemas ini juga dirasakan Ari (38), salah satu penjahit yang dipekerjakan Wawan. Selasa siang itu, hanya mesin jahitnya yang berputar, sementara empat mesin jahit lain masih belum beroperasi.
Ditemani segelas kopi yang tersisa setengahnya, Ari dengan cekatan menguntai benang untuk mengikat kerah kaus dengan gambar sablon salah satu partai politik. Matanya tajam mengikuti pergerakan simpul benang untuk menyelesaikan satu kerah yang membutuhkan waktu kurang dari lima menit.
Ari mendapatkan pesanan untuk 212 kaus berwarna biru pekat yang bergambar logo partai dan nama salah satu calon legislator. Dia mendapatkan upah Rp 2.000 untuk setiap kerah yang dipasang. Namun, itu baru pesanan terbarunya dalam dua pekan terakhir. Sebelumnya, dia mengerjakan sekitar 500 pesanan.
”Dulu, kalau sudah masuk tahun politik, mesin jahit nyala semua. Waktu Pemilu 2019, kami kerja sampai pagi. Sekarang masih belum begitu. Saya baru dapat dua pesanan dalam dua minggu terakhir,” ujarnya lesu.
Jika ditotal, dua pesanan tersebut hanya menghasilkan Rp 1,5 juta. Penghasilan kali ini tentu membuat Ari mengencangkan ikat pinggangnya untuk menghidupi istri dan dua anaknya yang berumur delapan tahun dan dua bulan.
”Semoga saja nanti pesanan banyak yang datang. Jadi saya bisa menabung untuk sekolah anak. Kalau penghasilan seperti ini hanya cukup untuk makan, itu pun harus hemat,” ujar Ari yang tengah berjuang di saat harga bahan pokok merangkak naik.
Keresahan yang sama dirasakan para pelaku usaha konfeksi dan sablon yang menghidupi Kampung Wisata Muararajeun, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung. Ragil (38), pengusaha sablon dari Muararajeun, baru mendapatkan pesanan 400 helai kaus dari salah satu calon legislator.
Padahal, Ragil berharap tahun politik kali ini bisa memuaskan dahaga di tengah paceklik pesanan. Dalam setahun terakhir, pesanan sablon hingga jahit yang dia kerjakan kurang dari 1.500 helai per bulan. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibandingkan saat pandemi yang bisa mencapai 5.000 helai per bulan.
”Tahun 2019 saya bisa dapat pesanan sablon untuk 4.000 helai kaus hanya dari satu partai, serta ratusan helai dari yang lainnya. Waktu itu bisa sampai 5.000 lebih. Kalau sekarang, saya masih belum ada pesanan lagi setelah 400 helai sebelumnya. Semoga saja nanti saat sudah kampanye pesanan banyak lagi,” ujarnya.
Saat pandemi, pendapatan kami menurun drastis karena hampir tak ada pemasukan sama sekali. Kini usaha sablon kembali bangkit meskipun hasil penjualan tak lagi signifikan sebelum pandemi.
Tahun politik
Di tengah ketidakpastian, setidaknya Wawan telah mendapatkan pesanan kaus dari sukarelawan sejumlah calon presiden dan wakil presiden, seperti Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Erick Thohir.
Planet Production yang berdiri sejak tahun 1998 ini sudah memproduksi 35.000 lembar kaus sablon berbahan combat, hyget, dan PE dalam dua bulan terakhir, dengan kisaran harga Rp 12.500-Rp 35.000 per helai.
Wawan mengaku sangat terbantu dengan pemesanan kaus sablon pada momen tahun politik meskipun jumlahnya belum signifikan. Planet Production pernah menjual hingga 3 juta lembar kaus pada Pemilu 1999 dan hanya 500.000 lembar kaus saat Pemilu 2019.
”Salah satu pemicu turunnya penjualan kaus sablon ialah masuknya produk dari luar Indonesia dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini sangat berdampak pada usaha sablon, khususnya di Bandung," kata ayah dari tiga anak ini.
Berkah di tahun politik sudah dirasakan Chandra Wijaya (31). Pemilik usaha sablon kaus di Jalan Surapati ini bersyukur mulai mendapatkan pesanan ribuan kaus menjelang Pemilu 2024.
Di tempat berdiameter 6 meter x 1 meter, Chandra menjual aneka kaus sablon, jaket, hingga kemeja. Sementara fasilitas untuk memproduksi kaus yang disablon berada di Muararajeun yang berjarak sekitar 500 meter dari tempat ini.
Tampak sekitar 2.000 lembar kaus yang menumpuk di samping kanan dan belakang kursi yang diduduki pria berusia 31 tahun ini. Ribuan kaus putih dan merah tersebut merupakan pesanan salah satu calon anggota DPR RI dari Jabar.
Baca juga : Patah Palu Hakim di Hadapan Politik
Ribuan kaus sablon berbahan PE itu, yang biasa disebut “kaus partai”, dijual Rp 25.000 per lembar. Chandra juga telah mendapat pesanan kaus sablon dari empat caleg lainnya di Jabar.
”Sebanyak 2.000 lembar kaus ini belum dapat disablon dengan gambar klien. Sebab, klien saya masih menunggu penetapan calon wakil presiden dari partainya,” ungkap Chandra.
Chandra bersyukur mendapatkan pesanan ribuan kaus menjelang Pemilu 2024. Hal ini bagaikan hujan di tengah musim kemarau karena minimnya pemesanan kaus. Sejak awal Januari hingga September tahun ini, pesanan hanya berkisar 300-500 lembar kaus per bulan.
Kondisi ini dipicu semakin banyaknya kompetitor usaha sablon kaus di Jabar ataupun di provinsi lainnya. Sebelumnya, Chandra dapat menjual lebih dari 2.000 lembar kaus per bulan pada tahun 2016 hingga 2019. Keuntungan besar yang diraihnya selama tiga tahun terakhir menurun drastis saat dunia dilanda pandemi virus Covid-19 pada awal 2020.
”Saat pandemi, pendapatan kami menurun drastis karena hampir tak ada pemasukan sama sekali. Kini usaha sablon kembali bangkit meskipun hasil penjualan tak lagi signifikan sebelum pandemi,” kata Chandra.
Ia menaruh harapan besar bagi pemimpin Indonesia mendatang bisa menetapkan kebijakan membantu usaha kecil menengah, khususnya sablon kaus. Misalnya adanya penetapan harga standar bahan baku kaus yang terus meningkat beberapa tahun terakhir.
”Saya biasanya membeli bahan baku di Pasar Baru Trade Center. Harga bahan baku seperti PE melonjak dari Rp 40.000 menjadi Rp 52.000 per kilogram pada tahun ini. Kami pun terpaksa menaikkan harga produk demi meraih sedikit keuntungan,” tuturnya.
Para pelaku usaha perlu berhitung dan menerima pesanan sesuai dengan kemampuan. Segmen kaus serta aksesori politik lainnya masih ada dan itu masih masuk dalam ongkos politik dan memberikan efek ekonomi. Semua itu diperlukan untuk meningkatkan branding dan aktualisasi di tengah masyarakat.
Minim perhatian
Kondisi tersebut mengakibatkan banyak pekerja meninggalkan usaha sablon dan beralih profesi agar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seperti pengendara ojek daring. Menurunnya jumlah pelaku usaha terlihat di daerah Muararajeun yang notabene merupakan sentra usaha sablon.
Menurut Ibrahim, industri rumah untuk sablon ini masih melibatkan 140 pelaku usaha di tahun 2016. Namun, hantaman pandemi hingga berkurangnya pesanan membuat unit usaha yang masih aktif hanya tersisa 35 pelaku pada tahun 2023.
”Perhatian pemerintah untuk melindungi UMKM sablon sangat minim. Padahal, banyak pelaku usaha tidak memiliki fasilitas dan sumber daya manusia terbatas dalam usaha penjualan secara daring,” ucap Ibrahim.
Baca juga : Bandung, Tanah Kopi Para Dewa hingga Rumah Sayap Garuda Nusantara
Ia menilai, seharusnya pemerintah setempat lebih fokus meningkatkan kemampuan para perajin untuk menunjang kinerjanya dalam usaha sablon. Selain itu, diperlukan regulasi untuk melindungi para perajin seperti penentuan standar harga.
”Para perajin tidak membutuhkan modal uang atau subsidi dari pemerintah untuk meningkatkan usahanya. Kami membutuhkan pelatihan untuk memacu kemampuan produksi hingga pemasaran dalam era digital,” harapnya.
Menurut Denni Juniardhy (41), Ketua Kampung Wisata Sablon Muararajeun, status wilayah ini sebagai destinasi wisata karena terkenal sebagai ekosistem sablon termasyhur bisa saja hilang karena pelaku yang berkurang. Karena itu, dia bersama semua pihak yang berkepentingan di sana kerap membuat kegiatan untuk menambah potensi penjualan.
”Strategi kami lebih ke masyarakat dulu. Dengan mengadakan kegiatan bersama warga, diharapkan mereka menyadari hidup di lingkungan kampung wisata sehingga tetap mempertahankan status itu karena tetap melakukan usaha sablon,” paparnya.
Denni juga berharap keberpihakan para pemimpin di masa depan terhadap para pelaku usaha kecil. Apalagi, saat ini masyarakat Kampung Wisata Muararajeun menghadapi berbagai tantangan di tengah digitalisasi dan masuknya komoditas impor dengan harga yang lebih murah meski tidak sebanding dengan kualitasnya.
”Para pelaku usaha butuh akses penjualan barang-barang mereka. Kualitas di sini tidak kalah jauh, apalagi barang impor lebih mengandalkan kuantitas,” ujarnya.
Tetap dibutuhkan
Pengamat politik dari Universitas Katolik Parahyangan Pius Sugeng Prasetyo berpendapat, para pelaku usaha tidak perlu khawatir karena keberadaan kaus sebagai media kampanye masih dibutuhkan. Aksesori yang menunjukkan simbol-simbol tokoh dan politik ini mampu memberikan efek sosial kepada khalayak luas.
”Adanya kesamaan aksesori ini lebih ke konsolidasi dan kristalisasi komunitas yang bersangkutan. Ini bisa memberikan dampak eksistensi untuk masyarakat di luar dari mereka,” ujarnya.
Meski demikian, Pius tidak menampik gempuran barang impor hingga media sosial bisa mengguncang usaha sablon dan sejenisnya. Karena itu, para pelaku usaha diharapkan bisa bermain terbuka dan tidak memihak tokoh atau kelompok tertentu sehingga membuka kesempatan seluas-luasnya.
”Para pelaku usaha perlu berhitung dan menerima pesanan sesuai dengan kemampuan. Segmen kaus serta aksesori politik lainnya masih ada dan itu masih masuk dalam ongkos politik dan memberikan efek ekonomi. Semua itu diperlukan untuk meningkatkan branding dan aktualisasi di tengah masyarakat,” ujarnya.
Tidak lama lagi, banyak wajah tokoh politik terpampang pada kaus-kaus semarak aneka warna. Besar harapan dari para pembuat kaus untuk ikut merayakan beragam hal terbaik dari pesta demokrasi ini.
Baca juga : Simpatisan Gibran Syukuran di Semarang