Ekonomi Sulut Meroket, Perlu Perbaikan Manajemen Fiskal
Perekonomian Sulut dinilai pulih signifikan perlu dibarengi manajemen fiskal yang lebih baik. Ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah perlu terus ditekan.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Perekonomian Sulawesi Utara dinilai telah pulih signifikan pada triwulan kedua 2023, dibuktikan dengan pertumbuhan ekonomi capai 6,28 persen. Capaian ini dapat semakin baik dibarengi manajemen fiskal oleh pemerintah daerah.
Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan (BI KPw) Sulut Andry Prasmuko mengatakan, capaian pertumbuhan ekonomi ”Bumi Nyiur Melambai” naik signifikan dari triwulan pertama 2023, yaitu 5,26 persen. Angka ini juga cukup tinggi di atas rerata nasional, yaitu 5,17 persen.
”Di tingkat nasional, Sulut menjadi daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi keempat pada triwulan kedua 2023. Ini tentunya berkat kinerja di semua sektor, baik riil, finansial, maupun pemerintahan,” kata Andry melalui siaran pers, Senin (16/10/2023).
Pertumbuhan ini ditopang sejumlah sektor, di antaranya, transportasi sebesar 13,08 persen. Sektor itu meningkat karena didorong cuti bersama serta penyelenggaraan rapat, perjalanan insentif, konvensi, dan pameran tingkat nasional dan internasional di Sulut.
”Berdasarkan data, itu lumayan untuk menarik pengunjung dari luar. Artinya wisatawan Nusantara mau memilih Sulut untuk menjadi tempat event,” katanya sembari mencontohkan pertemuan ikatan profesi dokter di Manado pada September dan Oktober.
Di samping itu, Andry juga menggarisbawahi peran industri pengolahan. Kontribusinya mencapai 11,33 persen dari produk domestik bruto regional (PDRB) triwulan kedua. Capaian ini didorong pengolahan minyak nabati yang berkembang, antara lain, di Bitung dan Minahasa Selatan.
Akan tetapi, ada juga faktor penghambat putaran roda ekonomi daerah, yaitu turunnya konsumsi rumah tangga dan investasi. Pada triwulan kedua 2023, kedua faktor tersebut hanya membentuk 77,56 persen PDRB, menurun dari 78,99 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Capaian ini juga menurun dari rata-rata 2010-2019, yaitu 81,94 persen. Pada konsumsi, hal ini termanifestasi dalam penurunan penjualan makanan, minuman, dan produk tembakau, sedangkan investasi melambat seiring selesainya dua proyek strategis nasional pada tahun ini, yaitu Bendungan Kuwil-Kawangkoan serta Bendungan Lolak.
Untuk inflasi, ini perlu diwaspadai karena penyebabnya adalah minimnya curah hujan akibat fenomena El Nino.
Kendati begitu, inflasi cukup terkendali di dua kota yang disurvei oleh BI KPw Sulut, yaitu Manado dan Kotamobagu. Sementara indeks harga konsumen di Manado menunjukkan inflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan atau 1,16 persen secara tahunan, deflasi justru terjadi di Kotamobagu, 0,39 persen secara bulanan dan 2,27 persen tahunan.
”Untuk inflasi, ini perlu diwaspadai karena penyebabnya adalah minimnya curah hujan akibat fenomena El Nino. Itu menurunkan panen padi dari Dumoga (Bolaang Mongondow) dan Langowan (Minahasa). Harga bawang merah juga naik karena melambatnya pasokan dari Jawa Timur, Sulsel, Nusa Tenggara Barat, dan Gorontalo,” kata Andry.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sulut Ratih Hapsari Kusumawardani menyebut pertumbuhan ekonomi yang baik mesti diimbangi dengan penguatan desentralisasi fiskal. Hal ini dapat dilakukan, antara lain, dengan penurunan ketimpangan fiskal dengan pusat, yang menjadi tugas instansinya.
Di samping itu, lanjut Ratih, penarikan pajak di Sulut perlu ditingkatkan. Sebab, perbandingan penerimaan pajak dan retribusi daerah dengan PDRB (local tax ratio) di Sulut hanya sekitar 1 persen dan semestinya bisa ditingkatkan.
Ini perlu diiringi juga oleh peningkatan belanja daerah, mengingat selama semester I-2023, tak kurang dari 79,13 persen dari pendapatan daerah dibentuk oleh dana transfer pusat. Nilainya mencapai Rp 3,62 triliun dari total pendapatan Rp 4,58 triliun.
”Realisasi belanja dari transfer ke daerah belum maksimal. DAK (Dana Alokasi Khusus) Nonfisik, misalnya, bisa dimanfaatkan untuk tembahan gaji guru. Belanja daerah belum memusakan, masih didominasi operasional,” kata Ratih, mengacu pada realisasi belanja yang hanya Rp 4,78 triliun atau 28,76 persen dari pagu.
Kendati demikian, sejauh ini kinerja Pemprov Sulut dinilai sudah sangat baik, sebagaimana dikatakan Rektor Universitas Sam Ratulangi Oktovian Berty Alexander Sompie. Berbagai terobosan yang dilakukan Gubernur Olly Dondokambey sejak pandemi Covid-19 berhasil menjaga perekonomian Sulut di atas rata-rata nasional hingga saat ini.
Hal ini mencakup, antara lain, membuka jalur udara untuk ekspor langsung ke Jepang. Di samping itu, penetapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Likupang dan Bitung menambah adanya proyek strategis nasional di Sulut. Hal ini berpengaruh langsung terhadap berbagai indikator makroekonomi, termasuk pertumbuhan ekonomi dan inflasi.