Pasar Barongan Kali Gunting Dorong Kesinambungan Ekonomi Desa
Pasar Barongan Kali Gunting di Jombang, Jawa Timur, bisa menjadi contoh pemberdayaan sosial ekonomi budaya warga desa yang lestari dan ramah berbasis kearifan tradisional.
Produk kerajinan dan cendera mata yang dijual di Pasar Barongan Kali Gunting, Desa Mojotrisno, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Minggu (15/10/2023). Pekan musiman telah ada sejak Agustus 2022 hasil kolaborasi tokoh masyarakat dan kampus untuk meningkatkan aktivitas ekonomi warga. Kalangan warga Desa Mojotrisno merupakan perajin gerabah, logam, tenun, batik, dan cendera mata dari bambu, kain, dan kombinasi.
JOMBANG, KOMPAS – Pasar Barongan Kali Gunting di Dusun Sanan Timur, Desa Mojotrisno, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, telah mendorong pelestarian kebudayaan dan kesinambungan perekonomian masyarakat.
Pasar Barongan Kali Gunting merupakan kolaborasi warga dan Pemerintah Desa Mojotrisno, Universitas Kristen Petra, dan KIBAS Batik Jawa Timur sejak 6 Agustus 2022. Pekan (pasar) yang berlangsung pada Sabtu atau Minggu pertama setiap bulan itu bertujuan mendorong aktivitas sosial, ekonomi, dan budaya warga Mojotrisno yang kesehariannya lekat dengan produksi kuliner dan kerajinan tradisional.
”Sebagai tujuan wisata yang diharapkan lestari untuk pemberdayaan masyarakat,” kata Ketua Pasar Barongan Kali Gunting Nusa Amin, Minggu (15/10/2023). Sesuai namanya, Pasar Barongan Kali Gunting diadakan di sebidang lahan tepi atau sempadan Kali Gunting dengan naungan barisan rumpun bambu atau disebut (m)barongan dalam gaya bahasa Jombangan dan Jawa.
Sebagai tujuan wisata yang diharapkan lestari untuk pemberdayaan masyarakat.
Pekan ini berlangsung pukul 06.00-10.00. Pada Minggu itu, yang terlibat adalah 20 warung makanan minuman dan 10 lapak cendera mata. Diberlakukan alat pembayaran berupa keping bambu senilai Rp 2.000 per keping. Repihan itu untuk membayar jajanan dan sejumlah kerajinan dengan harga maksimal 8p atau Rp 16.000. P ialah pring atau bambu merujuk pada keping pembayaran.
Untuk jajanan tradisional antara lain kopi rempah, kunir, beras kencur, wedang jombang, dawet, legen, janggelan (cincau), kudapan (klepon, lemper, sawut, gatot, mendut, nagasari, getas, pluntir, onde-onde, ote-ote, tahu, tempe, donat), lontong, nasi, ampok (jagung) dengan rujak. Selain itu, banyak makanan tradisional lainnya, seperti lodeh, ontong atau sayur jantung pisang, lompong atau sayur talas, sate ayam, sate usus, sate telur puyuh, sate hati rempela, bubur, soto, dan rawon.
Kerajinan yang dijual berupa lukisan, tas anyaman bambu dan kain, kreasi dari bambu mulai dari kotak sumpit sendok garpu, tabung alat tulis, pajangan, kotak tisu, rumah lampu dan lampion, batik tulis warna alam, batik tenun, tenun sarung, cor logam, mainan tradisional, dan tembikar. Harga produk mulai dari puluhan ribu rupiah sampai jutaan rupiah sehingga pembayarannya dengan uang tunai, transfer dalam jaringan, dan atau uang elektronik.
Dari sana, menurut Nusa Amin, perputaran ekonomi bisa belasan juta hingga puluhan juta rupiah. Perputaran ekonomi tentu akan dirasakan warga, termasuk dirinya yang mengembangkan kerajinan batik dan tenun alam. Pemerintah desa juga mendapat manfaat dari retribusi dan parkir kendaraan pengunjung. ”Sebagian hasil ekonomi untuk menggiatkan pasar lagi di bulan-bulan selanjutnya,” katanya.
Pengunjung Pasar Barongan Kali Gunting bukan sekadar warga Jombang, melainkan kaum elite dari Surabaya, bahkan luar Provinsi Jatim. Setiap akan diadakan pekan, pelaksana menyosialisasikan terutama melalui media sosial. Untuk menambah semarak suasana, ditampilkan pentas seni karawitan, tari tradisional, bahkan kegiatan oleh komunitas, misalnya Senam Kebaya Indonesia dan pameran wastra.
Dosen senior UK Petra, Lintu Tulistyantoro, mengatakan, Pasar Barongan Kali Gunting merupakan salah satu wujud program Pusat Pengabdian pada Masyarakat (PPM) kampus tersebut. Lintu yang juga Koordinator Kibas memang menginisiasi pekan tersebut untuk mendorong aktivitas sosial ekonomi budaya warga Desa Mojotrisno.
”Ini merupakan kolaborasi di mana kalangan mahasiswa dan pemuda-pemudi desa turut mengembangkannya sehingga diharapkan menjadi destinasi yang bisa lestari dan berkesinambungan bagi penghidupan masyarakat,” kata Lintu.
Ratnasari, warga dan penjual kuliner tradisional, mengatakan, pekan ini meningkatkan kepercayaan diri masyarakat yang notabene bergerak di skala usaha mikro kecil (UMK). Pasar hanya mengakomodasi produk lokal atau buatan masyarakat sendiri sehingga menjamin mereka dapat berdaya dan percaya bisa turut aktif dalam pelestarian.
”Untuk makanan yang kami jual juga sudah lekat dengan kehidupan lokal kami, bahkan tidak memakai bumbu kimia dan pengawet. Ini untuk meyakinkan ke pembeli bahwa jajanan di sini aman dan sehat karena berangkat dari kearifan lokal tradisional,” ujar Ratna, sambil menyiapkan nasi jagung dengan ompong atau sayur talas dengan lauk ikan, tempe, sambal, dan kerupuk.
Semua penjual tidak diperkenankan mengemas produk memakai plastik, apalagi busa polistirena. Makanan dijajakan dengan daun pisang atau piring dan gelas dari kaca, kaleng, atau tembikar serta alat makan dari logam atau bambu dan kayu. Kantong atau kotak kemasan kerajinan dari kertas yang dapat dipakai berulang-ulang.