Masyarakat Tetap Minta Lokasi Kantor Gubernur Papua Pegunungan Dipindah
Pembangunan kantor Gubernur Papua Pegunungan terkendala. Rencana peletakan batu pertamanya ditunda sembari menanti waktu kesiapan Wakil Presiden. Penolakan juga masih disuarakan warga.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Rencana Pembangunan kantor Gubernur Papua Pegunungan masih menemui sejumlah kendala. Peletakan batu pertama pada Kamis (12/10/2023) dibatalkan karena Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengikuti rapat terbatas di Jakarta. Penolakan sebagian warga terkait lokasi pembangunan juga masih terus muncul.
Penjabat Sekretaris Daerah Papua Pegunungan Sumule Tumbo menyatakan, pembangunan kantor gubernur untuk daerah otonomi baru di Distrik Walesi dan Distrik Wouma, Kabupaten Jayawijaya, hanya ditunda sementara. Dia menegaskan, lokasi pembangunan sudah tidak bermasalah.
”Lokasi masih di tempat yang sama. Akan kembali diagendakan sembari menunggu kesiapan Wapres,” kata Sumule saat dihubungi dari Jayapura, Jumat (13/10/2023).
Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi menyampaikan, Wapres Amin tetap berkomitmen melanjutkan agenda yang sebelumnya direncanakan di Papua Pegunungan. Meski belum bisa memastikan waktu kunjungan tersebut, Masduki menyebut akan ada dua kunjungan Wapres ke Papua sebelum masa kepemimpinan Amin bersama Joko Widodo berakhir pada 2024.
Sementara itu, sejumlah kelompok masyarakat yang menolak pembangunan gedung itu di tanah perkebunan warga justru bersyukur acara ground breaking itu batal. Tokoh pemuda asal Wouma, Benyamin Lagowan, berharap, pemerintah mempertimbangkan daerah lain.
Apalagi, Pemkab Jayawijaya awalnya telah menawarkan dua lokasi di Distrik Hubikosi dan Distrik Muliama. Dua lokasi tersebut diklaim bukan lahan perkebunan warga sehingga tidak ada penolakan.
”Kami berharap pembangunan (di Walesi dan Wouma) tidak sekadar ditunda, tetapi juga dibatalkan serta pemerintah mau kembali melakukan audiensi dengan kami,” ucapnya.
Sejak hadir wacana pembangunan, kata Benyamin, muncul sekat antarsuku. Dia khawatir hal itu akan menciptakan konflik sosial serius.
Tokoh pemuda masyarakat Walesi, Boni Lani, menegaskan, akan terus menolak hingga semua pihak bisa menyepakati jalan terbaik. Namun, pihaknya tidak akan melakukan cara anarkiskis saat menunjukkan penolakan.
Dia mengungkapkan, hingga mendekati waktu ground breaking situasi di Wamena terbilang kondusif. Apalagi, dengan banyaknya aparat TNI-Polri yang berjaga, masyarakat tidak bisa melakukan penolakan langsung.
”Kami berupaya menghindari konflik fisik. Kami bakal melawan dengan elegan dan melakukan dengan hukum yang sah,” ujarnya.
Kelompok masyarakat itu memilih advokasi dengan berbagai pihak, termasuk Komisi Nasional HAM. Pada Kamis, Komnas HAM berkunjung ke Kementerian Dalam Negeri serta menyampaikan temuan mereka soal potensi pelanggaran usai berkunjung ke Papua Pegunungan pada awal Oktober 2023.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro memberikan rekomendasi kepada Mendagri Tito Karnavian untuk memberikan atensi kepada permasalahan rencana pembangunan kantor Gubernur di Provinsi Papua Pegunungan agar masyarakat mendapatkan solusi dan pelaksanaan daerah otonomi baru dapat berjalan lancar. Dengan demikian, risiko konflik sosial dapat dicegah.
”Mendagri merespons rekomendasi Komnas HAM secara positif melalui komitmen untuk melakukan koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan dan melibatkan Komnas HAM dalam merespons persoalan rencana pembangunan kantor Gubernur Papua Pegunungan,” tutur Atnike.
Sebelumnya, dalam kunjungan ke Papua Pegunungan, Komisioner Mediasi Komnas HAM Prabianto Mukti Wibowo menemukan sejumlah potensi konflik dan pelanggaran yang terjadi jika pembangunan terus dilanjutkan. Dia menyebut, di lokasi pembangunan tersebut terdapat sejumlah kelompok suku. Beberapa suku menyetujui. Namun, masih ada mayoritas suku yang belum sepakat.
Dia khawatir, jika pemerintah terus melanjutkan pembangunan, akan ada potensi konflik horizontal antara dua pihak pro dan kontra. ”Apalagi, selama ini pemerintah terkesan berdialog dengan sebagian kelompok suku saja. Dengan demikian, konflik antarsuku ini bisa saja terjadi,” ujarnya.