Pemadaman Api di Gunung Lawu Karanganyar Difokuskan lewat Udara
Proses pemadaman api yang membakar kawasan hutan dan lahan di Gunung Lawu Karanganyar, Jawa Tengah, dioptimalkan dengan metode pengeboman air. Sebab, titik api berada di lokasi yang sulit dijangkau tim pemadam darat.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
KARANGANYAR, KOMPAS — Titik api yang membakar hutan dan lahan di Gunung Lawu di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, mulai berkurang. Proses pemadaman dioptimalkan dengan metode pengeboman air atau waterbombing melalui udara. Pasalnya, titik api yang tersisa sulit dijangkau tim pemadam melalui jalur darat.
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karanganyar Juli Padmi Handayani menyatakan, operasi tim pemadaman darat dihentikan sementara. Sebab, tim telah memadamkan titik-titik api yang bisa mereka jangkau. Operasi pemadaman akan dilanjutkan lewat jalur udara.
”Api-api kecil sudah padam. Kami juga sudah membuat sekat dari atas sampai bawah untuk mencegah meluasnya api. Ini tinggal titik api besar yang sulit dijangkau petugas,” kata Juli seusai operasi hari kesembilan pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) Gunung Lawu di jalur pendakian Candi Cetho, Kabupaten Karanganyar, Selasa (10/10/2023).
Berdasarkan laporan dari BPBD Karanganyar, ada tiga titik api paling besar yang sulit dipadamkan yaitu di kawasan Hargo Tiling dan Hargo Puruso. Tim pemadaman darat sukar menjangkaunya karena terletak di lokasi yang curam dan terjal. Adapun jumlah kumulatif titik api yang ditemukan sepanjang operasi mencapai 30 titik.
Dengan minimnya titik api, kata Juli, jumlah petugas yang diterjunkan untuk operasi pemadaman darat juga lebih sedikit dibandingkan biasanya. Pada Selasa (10/10/2023), hanya ada sekitar 60 orang hingga 70 orang yang turut serta. Sebagian petugas lainnya diarahkan untuk mengawasi operasi pengisian air dan bahan bakar untuk penggunaan helikopter.
”Kami kurangi personel untuk efisiensi juga. Untuk keselamatan juga kami pertimbangkan. Jadi, personel yang berangkat hanya sedikit. Ini yang ikut hanya pemantauan. Penyekatan kalau dianggap perlu. Jumlah ilaran yang dibuat pun sudah mencukupi,” kata Juli.
Selanjutnya, kata Juli, pemadaman melalui waterbombing akan semakin dioptimalkan. Hanya saja, metode ini memiliki tantangan tersendiri, yakni perubahan cuaca. Apabila cuaca buruk, penyiraman lewat udara tidak bisa dilakukan. Tanda-tanda cuaca buruk itu seperti kemunculan kabut tebal dan kencangnya tiupan angin di udara.
Sepanjang operasi, lanjut Juli, rata-rata penyiraman menggunakan waterbombing hanya sebanyak lima sampai enam kali per hari. Ada juga yang hanya bisa sekali penyiraman karena mendadak kabut tebal menyelimuti gunung.
”Tetapi, jika cuaca cerah, itu bisa sampai 22 kali tembakan air. Misalnya, pada Senin (9/10/2023), kami bisa beroperasi dari pukul 07.00 hingga 12.00. Itu lumayan efektif juga untuk memadamkan jika kondisinya demikian,” kata Juli.
Oleh karena itu, ungkap Juli, penggunaan helikopter dilakukan secara bergantian di antara tiga daerah, yakni Karanganyar di Jawa Tengah serta Ngawi dan Magetan di Jawa Timur. Hal itu karena kawasan Gunung Lawu berada di tiga daerah tersebut. Karanganyar difokuskan untuk bisa menggunakannya pada pagi hari. Namun, jika cuaca tidak mendukung, helikopter akan digunakan di daerah lainnya.
Saat dihubungi terpisah, Kepala Pemangkuan Kesatuan Hutan Perhutani Surakarta Herri Merkussiyanto Putro mengatakan, luas hutan yang terbakar mencapai 170 hektar. Jumlah itu meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan satu pekan lalu. Meski demikian, ia perlu memastikan lagi jumlah rincinya karena hitungan sementara itu baru berdasarkan perkiraan.
Luas hutan yang terbakar mencapai 170 hektar. Jumlah itu meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan satu pekan lalu.
Herri menyebut, dampak dari kebakaran adalah berkurangnya pakan satwa. Ia juga tak memungkiri ada vegetasi yang terbuka. Keadaan itu berpotensi membuat resapan air tidak terproses secara sempurna. Akan tetapi, menurut dia, luas area yang terbakar tidak terlalu signifikan.
”Kebetulan vegetasi bawah masih lebat dan basah. Kalau kita bicara persentase luasan, katakanlah nanti mencapai 170 hektar sampai 200 hektar yang terdampak, ini persentasenya lumayan kecil,” kata Herri.