Bangun Kawasan Pangan Nusantara, Sulteng Ingin Pasok Kebutuhan IKN
Wapres Ma’ruf Amin meresmikan Kawasan Pangan Nusantara di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Kawasan ini diharapkan menjadi lumbung pangan untuk mengantisipasi krisis pangan.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
DONGGALA, KOMPAS — Sulawesi Tengah mulai menggarap potensi pertanian dan perkebunan dengan membuka Kawasan Pangan Nusantara. Ibu Kota Nusantara yang berjarak relatif dekat diproyeksi menjadi sasaran pasokan komoditas pangan, hasil pertanian dan perkebunan, di Sulawesi Tengah.
Kawasan Pangan Nusantara di Desa Telaga, Kecamatan Dampelas, Kabupaten Donggala, Sulteng, diresmikan oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada Rabu (4/10/2023). Sebagai penanda penanaman perdana, Wapres menanam pohon durian (Durio zibethinus Murr) dari jenis MK Hortimart.
Wapres menjelaskan, kawasan pangan ini disiapkan untuk mengantisipasi krisis pangan global. Selain itu, juga untuk mempersiapkan kebutuhan pangan di Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai wilayah baru yang akan berkembang.
”IKN akan membutuhkan suplai pangan, tentu yang paling dekat dari sini, dari Donggala ini. Kita antisipasi kemungkinan terjadi krisis global, antisipasi perkembangan IKN,” tutur Wapres kepada wartawan seusai peresmian kawasan pangan tersebut.
Bukan hanya itu, menurut Wapres, hasil pertanian dan perkebunan di Kawasan Pangan Nusantara itu juga ditargetkan akan diekspor ke luar negeri. Salah satunya durian montong. ”Durian montong yang dikembangkan di Thailand sesungguhnya berasal dari Sulteng. Karena itu, kami ingin mengembalikan, kami bangun kembali, dan kita akan ekspor dari sini,” ujar Wapres.
Salah satu persoalan yang harus segera diselesaikan adalah akses jalan menuju Kawasan Pangan Nusantara yang masih terbatas. Hal ini juga yang disampaikan warga saat berdialog dengan Wapres. ”Akses jalannya, Pak,” kata beberapa warga.
Kawasan pangan di Kabupaten Donggala berjarak sekitar 170 kilometer dari Kota Palu, ibu kota Provinsi Sulteng. Selain itu, sebagian jalan menuju kawasan pangan juga baru dibuka sehingga masih berupa bebatuan. Jalurnya pun meliuk-liuk, naik dan turun. Diperlukan waktu sekitar 3,5 jam perjalanan dari Palu menuju Kawasan Pangan Nusantara.
Kawasan pangan ini disiapkan untuk mengantisipasi krisis pangan global. Selain itu, juga untuk mempersiapkan kebutuhan pangan di IKN sebagai wilayah baru yang akan berkembang.
Kepada warga yang meminta akses jalan diperbaiki, Wapres mengatakan, perbaikan akan dilakukan secara bertahap sesuai anggaran.
Gubernur Sulteng Rusdy Mastura dalam laporannya menyebutkan, luas Kawasan Pangan Nusantara ditargetkan mencapai 15.000 hektar dengan komoditas utama jagung dan kedelai. Namun, untuk proyek awal, lahan yang dikerjakan baru sekitar 1.000 hektar.
Kabupaten Donggala memiliki 18.823 hektar lahan yang berpotensi dikembangkan untuk pertanian dan perkebunan. Beberapa hasil andalan Donggala adalah jagung, kedelai, padi, tanaman hortikultura, dan penggemukan sapi.
Tenaga ahli Gubernur Sulteng, Ridha Saleh, menjelaskan, Kawasan Pangan Nusantara dibangun atas inisiatif gubernur untuk membuat lumbung pangan bagi Sulteng dan IKN. Sebab, jarak IKN relatif dekat dengan Sulteng, hanya 121 kilometer melalui laut.
Pemprov Sulteng juga tidak menamakan lahan pertanian dan perkebunan itu sebagai food estate karena kawasan pangan diinisiasi dari daerah. Selain itu, dia menjanjikan tanaman yang dibudidayakan akan disesuaikan dengan karakter tanah setempat. Lahan di Desa Telaga, Kecamatan Dampelas, Kabupaten Donggala, misalnya, akan menjadi lokasi budidaya jagung, sorgum, serta hasil perkebunan lain sembari beradaptasi dengan pasar.
Ridha juga memastikan sudah ada beberapa perusahaan yang siap bekerja sama untuk menjadi penampung hasil budi daya warga, seperti Japfa dan Pangan Raya. Selain itu, kawasan ini akan dikelola semacam Badan Layanan Umum Terpadu yang memfasilitasi petani mendapatkan bibit, pupuk, alat, dan mesin pertanian (alsintan).
Ridha menambahkan, untuk proyek awal, disiapkan lahan 1.126 hektar. Namun, hanya 880 hektar yang bisa dimanfaatkan untuk pertanian dan perkebunan. Sisanya tetap digunakan sebagai konservasi, lahan penyangga (buffer), dan persemaian (nursery).
Karena itu, meskipun diakui ada protes karena lahan yang digunakan kawasan pangan masih ada tegakan pohon, Ridha menyebut lahan yang dipilih berstatus hak pakai lahan (HPL) dan tegakan pohon tidak terlalu besar. Lahan juga dikelola atas kerja sama badan usaha milik desa dan pemerintah daerah.
Adapun lahan yang digunakan diredistribusi kepada warga dan disertifikatkan. Lahan yang akan diredistribusi sejauh ini baru 400 hektar untuk 400 petani.
Secara terpisah, Muhammad Ali (44), petani penerima sertifikat dari Dusun Tambolong, Desa Telaga, mengatakan, selama ini ia sudah berkebun kelapa dan sedikit cengkeh. Dari 2 hektar kebun kelapa yang panen tiga bulan sekali, dia bisa mendapatkan 1 ton hasil. Kelapa kemudian dibeli pengepul untuk dijadikan kopra atau diekspor.
Ali yang mengaku akan mendapatkan lahan TORA seluas 0,5 hektar akan menanam jagung di lahan baru ini. Jagung, menurut Ali, cukup potensial karena bisa dijual seharga Rp 10.000-Rp 20.000 untuk satu ikat jagung terdiri atas 10-15 jagung.