Tolak Lepaskan Lahan, Petani di Anak Tuha Terintimidasi
Petani yang menolak melepaskan lahan di Lampung Tengah kian terdesak. Setiap hari aparat kepolisian berpatroli di sekitar lahan yang digarap para petani singkong itu.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Petani yang bersengketa dengan PT Bumi Sentosa Abadi di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung, mengaku mengalami intimidasi. Pemerintah didesak untuk mencabut perpanjangan hak guna usaha perusahaan dan mengembalikan hak pengelolaan kepada masyarakat.
Juru bicara petani penggarap lahan dari tiga kampung di Kecamatan Anak Tuha, Lampung Tengah, Firdaus, menuturkan, ratusan warga yang menolak lahan garapan mereka dilepas kini mendapati aparat kepolisian setiap hari berpatroli. Aktivitas aparat di lahan meresahkan warga. Mereka merasa diintimidasi.
”Karena itu, kami meminta perlindungan pemerintah,” kata Firdaus saat dihubungi dari Bandar Lampung, Selasa (3/10/2023).
Menurut Firdaus, pada 21 September 2023, lahan tanam tumbuh warga digusur. Penggusuran itu menimbulkan gelombang perlawanan.
Firdaus menjelaskan, selama ini warga bergantung hidup dari bertanam singkong. Baru belakangan lahan diklaim berstatus hak guna usaha PT Bumi Sentosa Abadi (BSA). Alhasil, petani menolak melepaskannya. Mereka khawatir akan kehilangan mata pencarian.
”Hanya lahan itulah sumber penghidupan kami,” katanya.
Menurut dia, saat ini warga yang menolak melepaskan lahan kian terdesak. Warga bahkan tak bebas beraktivitas di kebun. Sebab, tiap hari aparat kepolisian berpatroli di sekitar lahan.
Sejumlah petani juga dibujuk agar bersedia melepaskan lahan dan mengambil uang ganti rugi yang disiapkan perusahaan. Aktivitas itu dianggap petani sebagai bentuk intimidasi.
Ia juga menduga terjadi sejumlah pelanggaran dalam proses eksekusi lahan. Salah satunya, anggota polisi menginjak kepala petani di tengah proses eksekusi lahan berlangsung.
Terkait dengan hal itu, ia berharap, pemerintah daerah dapat melindungi warganya. Pemerintah juga diharapkan mengusut berbagai pelanggaran yang diduga terjadi selama proses eksekusi lahan.
Selain itu, para petani juga meminta pemerintah mencabut perpanjangan hak guna usaha perusahaan. Pengelolaan lahan agar dikembalikan sepenuhnya kepada petani penggarap.
Para petani tengah menggugat perusahaan terkait permasalahan sengketa lahan itu di Pengadilan Negeri Gunung Sugih. Ia berharap, semua pihak dapat menghindari upaya hukum yang dilakukan petani.
Terkait hal itu, Ketua DPRD Lampung Mingrum Gumay mengatakan telah mendengarkan persoalan sengketa lahan di Lampung Tengah. DPRD Lampung juga menyerap aspirasi petani setempat. Pihaknya akan berkoordinasi dan mencari solusi terbaik.
DPRD segera memanggil pihak perusahaan dan pihak-pihak lain yang terkait dengan persoalan HGU tersebut. ”Kami akan ambil langkah-langkah, ambil solusi terhadap persoalan ini secara kelembagaan melalui Komisi I. Pihak-pihak terkait akan kami panggil,” kata Mingrum.
Polres Lampung Tengah dalam keterangan resmi menyatakan terus berpatroli di perkebunan di Kecamatan Anak Tuha, Lampung Tengah. Alasan patroli dilakukan untuk menjaga keamanan di sekitar lokasi.
Kepala Satuan Samapta Polres Lampung Tengah Ajun Komisaris Joni Maputra menyebutnya sebagai bagian cipta kondisi, yakni menjaga keamanan dan mencegah terjadinya tindak kriminalitas. Patroli ditujukan memberi rasa aman pada masyarakat.
Berdasarkan data Polda Lampung, 56 petani di lahan sengketa PT BSA telah melapor ke posko Pokja Forkopimda untuk penghitungan ganti tanam tumbuh. Posko tersebut dibuka hingga Oktober 2023.
Kepala Bidang Humas Polda Lampung Komisaris Besar Umi Fadillah mengatakan, 56 petani yang telah sepakat melepaskan lahan telah diverifikasi oleh petugas perusahaan. Mereka mendapatkan ganti rugi atas tanaman di lahan tersebut. ”Setelah selesai diverifikasi, dana ganti rugi akan diberikan kepada yang bersangkutan,” kata Umi.
Ia menambahkan, jumlah petani yang bakal melapor ke pokja diperkirakan akan terus bertambah. Sementara sebagian petani lain ada yang memilih panen hasil perkebunan secara swadaya.
Saat ini Bidang Propam Polda Lampung juga telah mengusut kasus dugaan pelanggaran prosedur standar operasi (SOP) yang dilakukan Bripka Z saat pengamanan eksekusi lahan. Anggota polisi tersebut akan menjalani sidang pelanggaran kode etik dan akan diberi sanksi.
Direktur PT Bumi Sentosa Abadi Agus Susanto mengatakan, pihak perusahaan menyiapkan anggaran sebesar Rp 2,5 miliar untuk ganti rugi tanam tumbuh. Saat ini sudah ada sekitar 100 hektar lahan yang telah diserahkan pada perusahaan dari total 892 hektar lahan. Perusahaan juga mulai menanami tebu di lahan tersebut.