Rentan Terdampak, Pulau Kecil Bukan untuk Pertambangan
Pulau-pulau kecil di wilayah Sulawesi Tenggara, juga Indonesia secara luas, tidak diperuntukkan bagi pertambangan. Sebab, wilayah tersebut rentan akan dampak pertambangan yang begitu besar.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Pulau-pulau kecil di Sulawesi Tenggara bahkan Indonesia tidak diperuntukkan bagi pertambangan. Alasannya, wilayah dengan kekayaan dan keunikan tersendiri itu rentan terdampak. Di sisi lain, diperlukan sinkronisasi aturan seiring berlakunya berbagai peraturan baru.
Hal ini mengemuka dalam acara Sosialisasi dan Konsultasi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil di Sulawesi Tenggara, Selasa (3/10/2023). Berlangsung di Kendari, acara ini digelar Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hadir dalam kesempatan ini sejumlah perwakilan lembaga, pemerintah daerah, perusahaan, dan masyarakat.
Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Yusuf menjelaskan, pulau-pulau kecil itu bukan untuk aktivitas tambang. Pertambangan rawan menimbulkan dampak terhadap lingkungan di pulau kecil.
”Secara aturan memang tidak dibolehkan, apalagi dengan luasan di bawah 100 kilometer persegi sangat dilarang. Daripada merusak, mending tidak diberikan izin. Hanya saja, faktanya izin keluar tanpa koordinasi dengan kami,” kata Yusuf.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, pemanfaatan pulau kecil tidak diprioritaskan untuk aktivitas pertambangan. Pulau kecil lebih diutamakan untuk aktivitas konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian, peternakan, hingga pertahanan dan keamanan.
Saat ini, ia melanjutkan, pihaknya sedang menginventarisis masalah, dan fakta lapangan. Di Sultra, misalnya, ada sejumlah pulau kecil yang ramai aktivitas pertambangan. Kawasan itu adalah Pulau Wawonii, Kabaena, Sangiang, dan Pulau Pisang.
Hasil temuan akan dilaporkan dalam bentuk rekomendasi terhadap lembaga terkait. Sebab, pertambangan sedikit banyak akan memberikan dampak terhadap pulau kecil yang ada di wilayah ini.
Berbagai bentuk kerusakan yang ditemukan di lapangan, menjadi catatan dan laporan khusus. Sebab, setiap bentuk pertambangan ada konsekuensi lingkungan yang telah diatur dalam uji pengelolaan lingkungan maupun analisis mengenai dampak lingkungan.
”Jadi, yang sudah berjalan, apa di situ ada pelanggaran? Apa rekalamasi dilakukan? Kepatuhan terhadap amdal bagaimana? Dan yang paling penting, daerah juga harus berperan aktif utamanya dalam tata ruang yang seharusnya tidak memberi ruang pada pertambangan,” kata Yusuf.
Brigadir Jenderal Suteikno Suleman, mewakili Tim Gabungan Pengawasan, Penertiban, dan Pengendalian Pemanfaatan Pulau Pulau Kecil (TGP5KI) Indonesia, dalam sambutannya menyampaikan, sinkronisasi, inventarisasi masalah, hingga perumusan kebijakan diperlukan untuk pelaksanaan di lapangan. Dengan begitu, permasalahan bisa diselesaikan sesuai langkah yang telah ditetapkan.
”Saat ini, ada tujuh prioritas dan wilayah Sulawesi Tenggara menjadi pilot project. Beberapa hal yang akan ditelusuri di wilayah ini adalah permasalahan kerusakan lingkungan darat dan laut, menurunnya sumber ikan akibat pertambangan, dan lainnya. Data dan fakta itu akan ditindaklanjuti ke depannya,”ucapnya.
Menurut Suteikno, pulau-pulau kecil perlu dikelola secara bijak dan dijaga kelestariannya. Setiap pihak diharapkan terlibat dalam upaya ini. Mulai dari pemerintah daerah yang melakukan pengawasan hingga pelaku usaha yang memastikan pelaksanaan kegiatan sesuai aturan.
Kalaupun boleh ditambang, aktivitas itu tidak boleh menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Tapi, mana ada pertambangan yang tidak timbulkan dampak?
La Ode Aslan, akademisi dari Universitas Halu Oleo, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi pulau kecil di Sultra. Sebab, sejumlah pulau kecil terus ditambang masif dan diakomodasi oleh negara.
Padahal, dalam aturannya sendiri, pulau-pulau kecil itu tidak diprioritaskan untuk kegiatan pertambangan. ”Kalaupun boleh ditambang, aktivitas itu tidak boleh menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Tapi, mana ada pertambangan yang tidak timbulkan dampak? Jadi secara ideal pulau kecil itu memang bukan untuk pertambangan,” katanya.
Tambang nikel Wawonii
Salah satu pulau kecil yang saat ini berlangsung aktivitas pertambangan adalah Pulau Wawonii. Pulau ini memiliki luas 715 kilometer persegi atau termasuk dalam kategori pulau kecil. Sejak awal, kegiatan penambangan nikel di wilayah ini banyak menimbulkan pro-kontra di masyarakat.
Wakil Bupati Konawe Kepulauan M Lutfi mengungkapkan, selaku pimpinan daerah, ia tertekan dengan pertambangan di wilayah kerjanya. Sebab, hal ini menimbulkan gejolak di antara masyarakat.
”Di satu sisi, pertambangan ada masyarakat yang bekerja, tetapi ada juga yang menolak. Sementara semua kewenangan ada di pusat, kami hanya terima konfliknya,” tuturnya.
Ia mengharapkan, agar aturan terkait pertambangan di pulau-pulau kecil lebih sinkron ke depannya. ”Kalaupun tidak ada tambang tidak ada masalah, tapi aturannya yang jelas,” tambahnya.
Bambang Murtiyoso dari PT Gema Kreasi Perdana, perusahaan yang beroperasi di Wawonii mengatakan, hanya ingin mendapatkan keadilan dalam berkegiatan. Sebab, perusahaan telah masuk dan berinvestasi dalam jangka waktu tidak sedikit.
”Kami berinvestasi panjang, lalu di mana letak keadilan saat kami sudah berinvestasi. Izin digugat dan sebagainya,” ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum warga penolak tambang di Wawonii, Harimuddin, mengungkapkan, secara aturan masyarakat memiliki hak mendapatkan keadilan atas tanah dan ruang hidup. Terlebih lagi, Wawonii adalah pulau kecil yang memang tidak diperuntukkan bagi kegiatan pertambangan. Selama ratusan tahun, warga di pulau ini hidup dengan basis pertanian dan perkebunan.
Sejauh ini, sejumlah tuntutan warga telah dimenangkan hingga tingkat Mahkamah Agung. Hal itu membuktikan bahwa secara aturan memang Pulau Wawonii tidak diperuntukkan bagi kawasan pertambangan.
”Kalaupun nanti aturan berubah, harus tetap kembali lagi ke rencana tata ruang wilayah yang tidak mengakomodasi wilayah Wawonii untuk tambang,” ujarnya.