Dua Bayi Orangutan Diselamatkan dari Sindikat Perdagangan Satwa
Dua bayi orangutan diselamatkan dari sindikat perdagangan satwa di Medan. Orangutan itu hasil perburuan di Taman Nasional Gunung Leuser.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Dua orangutan Sumatera berusia lima bulan diselamatkan dari sindikat perdagangan satwa internasional saat hendak diperdagangkan di Medan, Sumatera Utara. Seorang kurir ditangkap tapi pelaku lain yang terlibat di rantai perdagangan itu masih dikejar.
”Kami menangkap kurir bernama Reza Heryadi (35) saat dia mengangkut orangutan di Jalan Sisingamangaraja XII, Medan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Utara Komisaris Besar Hadi Wahyudi, Sabtu (30/9/2023). Orangutan itu diketahui hasil perburuan di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
Hadi menyebut, mereka bekerja sama dengan Balai Besar TNGL dan Wildlife Justice Commission untuk mengungkap jaringan perburuan dan perdagangan satwa dilindungi itu. Setelah mendapat informasi tentang pengiriman orangutan, tim dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut menghentikan mobil yang dikemudikan Reza saat melintas di Jalan Sisingamangaraja XII, Rabu (27/9/2023) dini hari.
Polisi dan tim gabungan lainnya langsung menggeledah dan menemukan dua bayi orangutan itu. Keduanya ditempatkan di dalam dua kandang dari kawat besi. Kandang yang biasa digunakan untuk burung itu ditutup lagi dengan paranet plastik warna hitam lalu sebagian diplakban.
Setelah mendapatkan dua bayi orangutan yang terdiri dari jantan dan betina itu, polisi dan tim Balai Besar TNGL menyelidiki rantai perdagangan satwa dilindungi itu untuk mengungkap pelaku lain. Reza diduga hanya kurir yang mengangkut satwa dari daerah Aceh Tamiang ke Medan. Ada dua mata rantai di bawah Reza, yakni pemburu dan pembeli pertama.
Satwa itu seharusnya akan diserahkan kepada pembeli kedua di Medan. Dalam beberapa kasus, bayi orangutan biasanya akan diselundupkan ke luar negeri dari jalur laut atau dijual kepada pembeli di dalam negeri. Dua bayi orangutan itu kini dititipkan di Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumut.
Pada Maret 2019, satu individu orangutan bernama Hope, misalnya, menderita saat mempertahankan anaknya. Tubuh Hope diberondong 74 peluru senapan angin. Matanya juga buta akibat tembakan itu.
Mencari pemburu
Kepala Bidang Wilayah III Balai Besar TNGL Palber Turnip menyebut, dua bayi orangutan itu diduga diambil dari wilayah Aceh Tamiang. Tim juga sudah mengetahui identitas pembeli pertama dua bayi orangutan itu.
”Saat ini kami bersama Polda Sumut berupaya mencari pemburunya,” katanya.
Palber mengatakan, wilayah III TNGL khususnya di Kabupaten Langkat hingga Aceh Tamiang merupakan habitat orangutan yang cukup padat. Oleh karena itu, konflik orangutan di kawasan itu terbilang tinggi. Perburuan dan kerusakan habitat ikut menekan populasi orangutan Sumatera.
Palber menyebut, bayi orangutan menjadi sasaran utama karena permintaan di pasar gelap yang tinggi. Padahal, untuk menangkap satu bayi orangutan, pemburu harus membunuh induknya. Induk orangutan selalu melindungi anaknya dengan menggendongnya hingga usia delapan tahun.
Pada Maret 2019, satu individu orangutan bernama Hope, misalnya, menderita saat mempertahankan anaknya. Tubuh Hope diberondong 74 peluru senapan angin. Matanya juga buta akibat tembakan itu.
Hope akhirnya selamat meski hanya bisa hidup di tempat rehabilitasi. Namun, bayinya mati setelah terpisah dari induknya (Kompas.id, 11/7/2019).
Pemburu juga kadang menggunakan kandang jebak untuk menangkap bayi orangutan dan induknya. Untuk mencegah perburuan orangutan, kata Palber, mereka melakukan tiga hal.
Pertama, kata dia, Balai Besar TNGL mengedukasi masyarakat tentang pentingnya konservasi lingkungah hidup, khususnya masyarakat desa penyangga di sekitar TNGL. ”Keberadaan masyarakat desa penyangga sangat penting untuk menyelamatkan satwa dilindungi,” kata Palber.
Kedua, Balai Besar TNGL juga melakukan patroli rutin di kawasan TNGL. Wilayah III TNGL mempunyai enam tim untuk menjaga kawasan taman nasional dari perburuan atau perambahan hutan. ”Di Wilayah III ada tiga satwa kunci yang sangat penting, yakni orangutan sumatera, gajah sumatera, dan harimau sumatera,” kata Palber.
Upaya ketiga yang dilakukan untuk mencegah perburuan adalah penindakan dan penegakan hukum. Langkah terakhir ini dilakukan dengan menggandeng penegak hukum dari instansi lain, khususnya dari kepolisian.