Pelestarian Hutan Leuser untuk Konservasi dan Kesejahteraan Warga
Upaya pelestarian kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser bukan hanya untuk kepentingan konservasi. Upaya itu juga harus meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Upaya pelestarian kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser di Sumatera bukan hanya untuk kepentingan konservasi, melainkan juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, warga harus mendapatkan kesempatan untuk terlibat mengelola hutan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh Abdul Hanan dalam workshop final Biodiversity Conservation and Climate Protection in the Gunung Leuser Ecosystem (BCCPGLE), Rabu (27/09/2023), di Banda Aceh, mengatakan, tujuan dari BCCPGLE adalah untuk memastikan pengelolaan kawasan ekosistem yang bebas dari deforestasi serta melakukan upaya restorasi kawasan hutan yang terdegradasi.
BCCPGLE adalah program konservasi keanekaragaman hayati dan perlindungan iklim serta pemulihan ekosistem dalam kawasan hutan di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Proyek ini merupakan kerja sama antara Pemerintah Jerman melalui Bank Pembangunan Jerman (KfW) dengan Pemerintah Indonesia.
Hanan memaparkan, upaya menjaga kawasan hutan tidak boleh menafikan keberadaan warga di sekitar hutan. Setidaknya ada lima kabupaten di Aceh yang berada di sekitar TNGL, yakni Aceh Selatan, Aceh Singkil, Subulussalam, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues.
Oleh sebab itu, lanjut Hanan, BCCPGLE juga bertujuan meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga di sekitar TNGL. Penerapan manajemen konservasi berbasis masyarakat menjadi solusi untuk menjaga hutan sekaligus meningkatkan ekonomi warga.
”Leuser tak hanya menjadi situs warisan dunia yang ditetapkan UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa), tapi juga menjadi sumber kesejahteraan masyarakat Aceh,” ungkap Hanan.
Berdasarkan hasil riset mahasiswa Universitas Samudra Langsa, Zulfan Arico, total biomassa hutan TNGL Resort Tenggulun adalah 330,998 ton per hektar. Sementara jumlah karbon tersimpan sebesar 165,999 ton per ha. Kondisi ini membuat TNGL menjadi salah satu kawasan dengan cadangan karbon terbesar di Asia.
Deputy Chief Technical Advisor BCCPGLE Khairul Rizal mengatakan, ada empat indikator utama yang telah dicapai BCCPGLE, yakni model regulasi hutan kemasyarakatan, pemulihan ekosistem, Keputusan Bimbingan Pemulihan Ekosistem (KBPE), dan peraturan bupati tentang batas desa.
”Salah satu realisasi capaian BCCPGLE yaitu ditetapkannya hutan rakyat dan sistem agroforestri seluas 4.000 hektar dan 2.000 hektar lahan telah direstorasi,” kata Khairul.
Dia menyebut, sedikitnya 40 desa yang berbatasan dengan hutan dan lahan basah di kawasan ekosistem Leuser mendapatkan manfaat dari program itu.
”Penetapan hutan rakyat adalah bagian dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mempertimbangkan pelestarian lingkungan,” lanjutnya.
Khairul menambahkan, BCCPGLE juga berhasil mengklarifikasi garis batas dua kawasan konservasi, yaitu TNGL sepanjang 50 kilometer dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil sepanjang 18 kilometer.
Analis Kebijakan Ahli Madya Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hans Nico Agustinus Sinaga berharap pemerintah daerah di Aceh dapat merumuskan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi.
Penetapan hutan rakyat adalah bagian dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mempertimbangkan pelestarian lingkungan
”Kita juga berharap pemerintah kabupaten/kota dapat memanfaatkan teknologi seperti GIS (geographic information system) dalam upaya-upaya konservasi,” ujar Nico.
Nico menambahkan bahwa Leuser adalah satu-satunya kawasan yang masih sangat hijau jika dipantau melalui Google Maps ataupun Google Earth. Ia berharap upaya-upaya konservasi ini dapat memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat.