Turut Saksikan Penganiayaan, Trauma Siswa dan Guru di Dipulihkan
Siswa dan guru yang trauma setelah menyaksikan penganiayaan seorang siswa kepada gurunya di Demak, Jateng, bakal menjalani pemulihan trauma. Pihak berwenang diminta melakukan evaluasi terhadap pendidikan di sekolah itu.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
DEMAK, KOMPAS — Penganiayaan yang dilakukan MAR (17), seorang pelajar Madrasah Aliyah Yasua Pilangwetan, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, terhadap gurunya, Ali Fatkhur Rohman (41), menimbulkan trauma bagi para siswa dan guru lain yang turut menyaksikan peristiwa itu. Sejumlah psikolog dari Kepolisian Daerah Jateng dikerahkan untuk membantu memulihkan trauma siswa dan guru di sekolah tersebut.
MAR menganiaya Ali pada Senin (25/9/2023) pagi di salah satu ruang kelas di MA Yasua Pilangwetan. Saat kejadian, Ali sedang mengawasi siswa yang mengikuti ulangan tengah semester. MAR tiba-tiba masuk ke dalam kelas lalu mengayunkan senjata tajam jenis sabit ke leher belakang dan lengan kiri Ali.
Melihat Ali bersimbah darah, para siswa berteriak histeris. Sejumlah siswa bahkan dilaporkan pingsan setelah melihat kejadian itu. Tak hanya para siswa, guru-guru yang mengetahui peristiwa tersebut juga disebut trauma. Untuk itu, Kementerian Agama Jateng meminta agar kegiatan belajar mengajar di sekolah itu dihentikan selama dua hari.
Polisi mengungkapkan, MAR menganiaya Ali karena sakit hati. MAR tidak diizinkan oleh Ali untuk mengikuti ulangan tengah semester lantaran MAR belum mengumpulkan tugas yang menjadi salah satu persyaratan mengikuti ulangan.
Proses hukum terhadap kasus itu sudah ditangani oleh Kepolisian Resor Demak. MAR, yang melarikan diri usai membacok Ali, ditangkap polisi pada Senin malam di Grobogan. Adapun Ali yang dirawat secara intensif di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi Kota Semarang disebut sudah melalui masa kritis dan terus menunjukkan perkembangan baik.
DOK HUMAS POLRES DEMAK
Kepolisian Resor Demak, Jawa Tengah menunjukkan barang bukti kasus penganiayaan yang dilakukan oleh seorang pelajar kepada gurunya di MA Yasua Pilangwetan dalam konferensi pers di Polres Demak, Selasa (26/9/2023). Dalam kasus itu, polisi mengungkapkan kronologi penganiayaan hingga penangkapan terhadap pelaku yang melarikan diri usai kejadian.
Kepala Bagian Psikologi Biro Sumber Daya Manusia Polda Jateng Ajun Komisaris Besar Novian Susilo mengatakan, pihaknya turut dilibatkan dalam menangani kasus tersebut. Menurut Novian, pihaknya telah mendapat informasi mengenai adanya sejumlah siswa dan guru yang trauma akibat kejadian itu. Pada Rabu (27/9/2023), sepuluh psikolog dari Polda Jateng dikirim ke MA Yasua Pilangwetan untuk membantu proses pemulihan trauma.
”Prinsipnya, kami akan melakukan identifikasi lingkungan dulu. (Kami) Lihat taraf traumanya, (apakah) berat, sedang atau ringan,” ucap Novian, Rabu pagi.
Novian menuturkan, setiap individu pasti memiliki reaksi trauma yang berbeda terhadap suatu peristiwa. Untuk itu, pemetaan pada setiap orang perlu dilakukan supaya penanganan yang dilakukan tepat dan efektif. ”Kami klasifikasikan, mana yang perlu penanganan serius, mana yang ringan, mana yang perlu edukasi, mana yang perlu penguatan,” ujarnya.
Rencana pemulihan trauma terhadap para siswa dan guru juga diwacanakan oleh Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (Dinsos P2PA) Kabupaten Demak. Kepala Dinsos P2PA Kabupaten Demak Eko Pringgolaksito mengatakan, pada Selasa (26/9/2023) telah pihaknya mengirimkan tim ke MA Yasua Pilangwetan.
”Menurut rencana, tim dari Pusat Pelayanan Terpadu akan membantu memulihkan trauma bagi siswa dan guru yang membutuhkan. Namun, hal itu belum bisa dilakukan karena kemarin sekolah masih diliburkan sehingga tim belum bertemu dengan para siswa dan guru,” kata Eko.
DOK HUMAS POLRES DEMAK
Polisi melakukan olah tempat kejadian perkara penganiayaan yang dilakukan seorang pelajar kepada gurunya di Madrasah Aliyah Yasua Pilangwetan, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (25/9/2023). Akibat kejadian tersebut, guru menderita luka pada lengan dan leher belakang. Adapun pelajar yang melakukan penganiayaan terancam hukuman penjara hingga 12 tahun.
Eko mengatakan, tim tersebut juga berencana mengunjungi pihak keluarga MAR pada Selasa siang. Kendati demikian, rencana itu juga batal diwujudkan lantaran kondisi keluarga MAR masih terguncang dan belum mau menerima tamu. Tim dari Dinsos P2PA berencana kembali ke sekolah dan ke rumah MAR dalam beberapa hari ke depan.
Evaluasi
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengaku prihatin dengan kejadian tersebut. Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti mengatakan, FSGI mendorong Kemenag RI melakukan evaluasi dalam proses pembelajaran dan pendisiplinan peserta didik di sekolah tersebut.
”Menurut keterangan pihak kepolisian, guru tersebut kerap melakukan kekerasan juga ketika mendisiplinkan peserta didik. Hal tersebut patut diduga dapat menimbulkan dendam pada peserta didik, termasuk anak pelaku,” ujar Retno.
Menurut rencana, tim dari Pusat Pelayanan Terpadu akan membantu memulihkan trauma bagi siswa dan guru yang membutuhkan.
Tak hanya itu, Retno juga meminta Kemenag RI mengevaluasi aturan sekolah terkait peserta didik yang tidak mengumpulkan tugas dari guru tidak boleh mengikuti ujian. Dalam peristiwa Senin, misalnya, Retno menduga, MAR panik karena khawatir tidak naik kelas apabila tidak mengikuti ujian.
”Dalam penilaian, seorang pendidik dilarang tidak mengizinkan peserta didik mengikuti ujian dengan alasan apa pun karena mengikuti ujian adalah hak siswa. Jika yang bersangkutan tidak mengumpulkan tugas, ujian bisa dilakukan di ruangan berbeda, misalnya, bukan melarang anak mengikuti ujian,” tuturnya.
Retno menambahkan, pengajar atau pihak sekolah hendaknya menyelidiki penyebab siswa tidak bisa mengerjakan tugas melalui dialog. Berdasarkan keterangan yang diperoleh FSGI, MAR setiap malam bekerja di warung nasi goreng untuk membiayai sekolahnya. Kondisi itu dinilai Retno berpotensi menimbulkan MAR tidak bisa menyelesaikan tugas-tugasnya.
”Karena itu, perlu bimbingan dan waktu lebih untuk yang bersangkutan. Dengan demikian, anak merasa dibantu dan akan memunculkan tanggung jawab untuk tidak mengecewakan pihak sekolah yang sudah memahami situasi dan kondisi dirinya. Karena setiap anak pasti memiliki problem yang berbeda, orang dewasalah yang harus membantu anak mampu mencari jalan keluar dan memiliki tanggungjawab,” katanya.