Sengketa Tanah di Lampung Tengah, DPRD Minta Penyelesaian Damai
Semua pihak diminta berupaya damai dalam menyelesaikan sengketa lahan hak guna usaha PT Bumi Sentosa Abadi di Kabupaten Lampung Tengah.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
LAMPUNG, KOMPAS — Semua pihak diminta mengutamakan upaya damai dalam menyelesaikan sengketa lahan hak guna usaha PT Bumi Sentosa Abadi di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung. Perusahaan juga diminta memberikan ganti rugi tanam tumbuh kepada masyarakat yang selama ini menggarap lahan tersebut.
Anggota Komisi I DPRD Lampung Tengah, Ahmad Wagimin, menuturkan, pihak perusahaan diminta mengedepankan dialog untuk menyerap aspirasi masyarakat sekitar. Dengan begitu, kehadiran perusahaan yang berinvestasi di Lampung Tengah dapat membantu memajukan pembangunan daerah dan menyejahterakan masyarakat di sekitarnya.
Di sisi lain, masyarakat juga harus mematuhi aturan hukum yang berlaku sehingga tidak bertindak anarkistis dan melanggar hukum. ”Kami berharap masyarakat sadar dan taat hukum sehingga kondisi di Lampung Tengah ini terus kondusif,” kata Wagimin, Selasa (26/9/2023).
Menurut dia, proses verifikasi dan pendataan ganti rugi untuk masyarakat membutuhkan waktu cukup lama karena area lahan yang cukup luas. Untuk itulah, aparat keamanan dan pemerintah daerah harus mengawal agar proses ini tidak merugikan siapa pun.
Tokoh masyarakat adat Kampung Tanjung Harapan, Rosali, mengatakan, saat ini masih banyak masyarakat yang ingin memanen singkong, jagung, ataupun tanaman lain yang ada di lahan garapan. Warga berharap perusahaan memberikan waktu dan akses jalan untuk membawa hasil panen dari lahan perusahaan. Selain itu, sejumlah warga juga mengharapkan ganti rugi tanam tumbuh dari perusahaan.
”Harapan kami semua berlangsung damai, tidak ada kekerasan dari masyarakat dan pokja. Semua bisa diselesaikan jika ada dialog,” katanya.
Ia berharap perusahaan tidak serta-merta menuntut haknya tanpa memperhatikan kondisi sosial masyarakat di sekitar lahan. Perusahaan juga diharapkan bisa bekerja sama dan memberikan lapangan usaha bagi masyarakat untuk meningkatkan perekonomian di daerah tersebut.
Terkait hal itu, Kepala Polres Lampung Tengah Ajun Komisaris Besar Andik Purnomo Sigit mengatakan, warga yang merasa menanam di lahan yang menjadi sengketa diminta datang ke posko Pokja Forkopimda di kantor Kecamatan Anak Tuha. Di sana, pihak perusahaan akan mendata dan menghitung nilai ganti rugi untuk warga. Warga juga bisa berdiskusi langsung dengan pihak perusahaan terkait nilai ganti rugi. Posko juga dijaga oleh polisi dan anggota TNI.
Hingga saat ini, sudah ada 49 petani yang datang ke posko dan mengurus ganti rugi lahan. Dari total 892 hektar lahan hak guna usaha (HGU), tanah yang sudah diserahkan petani ke perusahaan mencapai 133,1 hektar. Perusahaan menyediakan anggaran Rp 2,5 miliar untuk ganti rugi.
Perusahaan juga diharapkan bisa bekerja sama dan memberikan lapangan usaha bagi masyarakat untuk meningkatkan perekonomian di daerah tersebut.
”Silakan warga yang menanam mendatangi posko untuk dihitung dan diganti rugi tanam tumbuh. Atau jika ingin memanen sendiri juga diperbolehkan, nanti akan dikawal,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, eksekusi lahan hak guna usaha milik PT Bumi Sentosa Abadi di Kecamatan Anak Tuha, Lampung Tegah, dilakukan pada Kamis (21/9/2023). Sempat terjadi kericuhan saat eksekusi terjadi. Seorang anggota polisi diduga melakukan pelanggaran standar prosedur pengamanan dengan melakukan kekerasan terhadap warga. Tujuh warga ditangkap, tetapi kini telah dipulangkan.
Eksekusi lahan tersebut berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor 35/PDT/2016/PT.TJK, yang menyatakan membatalkan putusan banding PN Gunung Sugih Nomor 27/PDT.G/2014/PN.GNS tanggal 16 Desember 2015. Hal ini berarti, HGU lahan tersebut masih milik PT Bumi Sentosa Abadi yang sebelumnya bernama PT Chandra Bumikota. Namun, sejumlah warga setempat yang telah menggarap lahan itu puluhan tahun mengklaim kepemilikan lahan sawit tersebut.
Kepala Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung Prabowo Pamungkas menuturkan, sengketa lahan menjadi persoalan yang sering dihadapi petani di Lampung. Selain itu, harga pupuk yang semakin mahal dan anjloknya harga produk pertanian juga menjadi persoalan klasik yang terus berulang.
Ia berpendapat, kondisi itu membuat warga sulit lepas dari jerat kemiskinan. Sejumlah kebijakan pemerintah, seperti Kartu Petani Berjaya yang digulirkan Pemprov Lampung nyatanya juga belum dapat menyejahterakan petani.
Saat ini, LBH Bandar Lampung tengah mengadvokasi petani penggarap di lahan Kota Baru, Lampung Selatan. Sejak proyek pembangunan kantor pemerintahan Pemprov Lampung mangkrak sekitar tahun 2014, masyarakat sekitar kembali menggarap lahan tersebut untuk bercocok tanam. Namun, kini masyarakat dikenai harga sewa dan mendapat intimidasi.